"Kamu kurang langsing"
Itu jawaban langsung dari istri saya waktu kemarin pagi iseng-iseng saya nanya istri saya apa kekurangan saya. Kena banget deh...
Lalu setelah beberapa saat, dia bilang
"Kamu itu pikirannya kurang terbuka, kalo udah nganggap satu hal bener, ya gitu aja, nggak bisa diubah-ubah,"
Yang ini juga mungkin ada benarnya.
Menjelang akhir tahun, kalau ditanya apa kejadian yang terbaik yang pernah saya alami tahun ini, tentu saja jawabannya adalah menikah. April lalu saya menikah.
Hal pertama kali yang saya ingat waktu bertemu muka dengan (calon) istri saya waktu itu adalah celetukan dia: "O iya, kamu yang suka minum air dari kolam itu ya..."
Ya ampun....
Saya memang pernah memposting berbagai pengalaman saya waktu kecil, diantaranya ya itu tadi.
Kami pertama kali bertemu pada saat kopdar kecil-kecilan sesama blogger pada Februari lalu, waktu itu ada acara trekking di Cibodas, ada sekitar 11 orang blogger yang ikut trekking.
Kami baru dekat sekitar dua setengah bulan setelah acara trekking itu. Delapan bulan setelah itu, kami menikah.
Apa enaknya menikah? Nah saya agak bingung menanggapinya. Tapi yang pasti, tiap hari ada obyek buat dijailin, hehehe.
Tentunya bukan hanya dijailin, kadang-kadang kami juga bertukar cerita (lebih sering dia sih...), seperti kemarin pagi.
Dan mudah-mudahan, kami bisa menjalani tahun depan mendatang, diiringi do'a yang pertama kali kami ucapkan bersama setelah kami jadian:
Ya Allah
bimbinglah kami dalam menjalani keseharian kami selanjutnya
dan
berilah kami petunjuk untuk mengatasi segala rintangan
Amiin
Saturday, December 31, 2005
Monday, December 26, 2005
rupiah dan ekonomi
Selama setahun terakhir ini, rentangan fluktuasi rupiah terhadap US$ cukup besar. Paling tinggi ada pada kisaran Rp9.145 per US$, itu terjadi pada akhir Januari lalu ketika Jepang menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan sepertiga dari komitmen CGI. Paling tinggi ada waktu sekitar akhir Agustus lalu, posisi rupiah terpuruk ke level Rp10.800 per US$. Waktu itu rupiah terpengaruh pencapai rekor harga minyak internasional yang mencapai US$70,85 per barel.
Jadi kalau dihitung-hitung, selama setahun terakhir ini rupiah bergerak pada kisaran 1.655 poin. Cukup besar juga, mengingat pada tahun lalu rupiah pernah dinobatkan sebagai mata uang yang mempunyai kinerja paling baik diantara mata uang negara-negara Asia oleh sebuah majalan ekonomi internasional.
Saya sendiri punya pendapat pribadi mengenai besarnya rentang fluktuasi rupiah tahun ini, sederhana saja: itu berarti perekonomian di Indonesia masih belum stabil.
Kalau kita lihat, memang selama ini kinerja perekonomian di Indonesia masih menunjukkan tingkat fluktuasi yang lebar. Kadang-kadang geliat perekonomian kita cukup memberikan 'angin' segar kepada para pelaku ekonomi (investor, kalangan industri, kalangan perbankan, dan yang lainnya) atau kadang-kadang juga menunjukkan gejala yang bermusuhan dengan pelaku ekonomi.
Tentunya hal itu juga dibumbui dengan berbagai kebijakan pemerintah yang sampai saat ini belum menunjukkan koordinasi yang baik buat mengelola ekonomi. Ada kebijakan-kebijakan mendasar yang memberikan insentif kepada para pelaku ekonomi, tapi ternyata ada juga kebijakan-kebijakan yang memberatkan para pelaku ekonomi. Lain di hulu, lain di hilir.
Mungkin sudah saatnya para pengambil kebijakan ekonomi di Indonesia mempertimbangkan juga target rentang fluktuasi rupiah, sebagai salah satu indikasi yang menyatakan tingkat kestabilan ekonomi di Indonesia.
Jadi kalau dihitung-hitung, selama setahun terakhir ini rupiah bergerak pada kisaran 1.655 poin. Cukup besar juga, mengingat pada tahun lalu rupiah pernah dinobatkan sebagai mata uang yang mempunyai kinerja paling baik diantara mata uang negara-negara Asia oleh sebuah majalan ekonomi internasional.
Saya sendiri punya pendapat pribadi mengenai besarnya rentang fluktuasi rupiah tahun ini, sederhana saja: itu berarti perekonomian di Indonesia masih belum stabil.
Kalau kita lihat, memang selama ini kinerja perekonomian di Indonesia masih menunjukkan tingkat fluktuasi yang lebar. Kadang-kadang geliat perekonomian kita cukup memberikan 'angin' segar kepada para pelaku ekonomi (investor, kalangan industri, kalangan perbankan, dan yang lainnya) atau kadang-kadang juga menunjukkan gejala yang bermusuhan dengan pelaku ekonomi.
Tentunya hal itu juga dibumbui dengan berbagai kebijakan pemerintah yang sampai saat ini belum menunjukkan koordinasi yang baik buat mengelola ekonomi. Ada kebijakan-kebijakan mendasar yang memberikan insentif kepada para pelaku ekonomi, tapi ternyata ada juga kebijakan-kebijakan yang memberatkan para pelaku ekonomi. Lain di hulu, lain di hilir.
Mungkin sudah saatnya para pengambil kebijakan ekonomi di Indonesia mempertimbangkan juga target rentang fluktuasi rupiah, sebagai salah satu indikasi yang menyatakan tingkat kestabilan ekonomi di Indonesia.
Friday, December 23, 2005
berkuasa
Berkuasa itu banyak macam versinya. Ada yang karena uang, keturunan, pendidikan, wibawa, jabatan atau yang lainnya. Dan yang paling nggak enak adalah menjadi korban kekuasan, seperti saya sekarang ini.
Sekarang ini yang berkuasa di kantor menurut saya dan rekan-rekan lainnya adalah Manajer Jaringan di kantor kami, bukan Presiden Direktur, bukan pula Komisaris Utama. Tapi hanya Manajer Jaringan itu...
Saat ini di kantor saya bahkan untuk membuka account email di hotmail pun tidak bisa. Account email di Yahoo bisa dibuka, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa dari sana, bahkan untuk reply sekali pun, karena semua button yang ada di halaman web-nya sama sekali tidak berfungsi. Dan ternyata itu pun bukan hanya berlaku di halaman web Yahoo, tapi juga di hampir semua halaman web.
Itu artinya kami korban kekuasaan kan?
Karena ternyata yang berkuasa (bisa, mau, dan mampu) melakukan hal itu semua ya itu tadi: Manajer Jaringan.
Sekarang ini yang berkuasa di kantor menurut saya dan rekan-rekan lainnya adalah Manajer Jaringan di kantor kami, bukan Presiden Direktur, bukan pula Komisaris Utama. Tapi hanya Manajer Jaringan itu...
Saat ini di kantor saya bahkan untuk membuka account email di hotmail pun tidak bisa. Account email di Yahoo bisa dibuka, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa dari sana, bahkan untuk reply sekali pun, karena semua button yang ada di halaman web-nya sama sekali tidak berfungsi. Dan ternyata itu pun bukan hanya berlaku di halaman web Yahoo, tapi juga di hampir semua halaman web.
Itu artinya kami korban kekuasaan kan?
Karena ternyata yang berkuasa (bisa, mau, dan mampu) melakukan hal itu semua ya itu tadi: Manajer Jaringan.
Thursday, December 08, 2005
hujan emas di negeri sendiri
Kemarin saya baru sadar, kenapa banyak WNI yang tinggal di luar negeri hampir selalu nggak sabar untuk kembali ke negeri sendiri, sedangkan kita yang tinggal di Indonesia selalui iri dengan teman-teman yang mendapat kesempatan menjalani hidup di luar negeri. Ini saya sadari waktu kunjungan ke Malaysia kemarin: pergi senin-pulang rabu.
Hidup di Indonesia ini ternyata penuh petualangan, di luar perkiraan kita, kejadian-kejadian yang mengejutkan. Mungkin ini yang menyebabkan hidup di Indonesia tidak membosankan, selalu dinamis, menawarkan hal-hal yang terkadang diluar perkiraan. Sama halnya dengan slogan Malaysia Airlines: Going Beyond Expectations. Dan ini sepertinya yang tidak terdapat di negeri orang yang sepertinya serba teratur dan rapih. Singkatnya: kehidupan di Indonesia akan sangat cocok untuk manusia-manusia yang berjiwa petualang.
Kunjungan ke Malaysia itu memang singkat, hanya tiga hari dua malam. Tapi tetap saja berkesan, soalnya ini kunjungan pertama saya ke negara serumpun itu.
Berbeda dengan Indonesia, di Malaysia sepertinya semuanya lebih teratur dan lebih rapi. Ini yang saya bilang ke orang yang mengundang kami semua. Tapi tentunya saya nggak menyinggung tentang 'petualangan' tadi. Secara keseluruhan, kunjungan di sana cukup menyenangkan, meskipun ada yang agak ngeselin: tagihan palsu dari pihak hotel.
Saya agak kaget, secara kami menginap di hotel berbintang lima tengah kota, kok bisa ya ada tagihan palsu. PR perusahaan pengundang yang menginap di hotel yang sama kena tagihan untuk dinner, makan malam. Padahal pada waktu yang bersamaan kami semua sedang ada acara makan malam di luar hotel.
Saya sendiri kena tagihan satu kaleng carlsberg beer. Ya ampun. Dasar PANTAT!!! (saya baru tahu kalau ini adalah makian yang cukup kasar disana). Minum susu aja saya pernah mabok dan muntah-muntah (susu basi gitu lho...) apalagi bir.
Ketika tiba pulang sore hari di Bandara Soerkarno Hatta, saya menyadari hal lainnya: tidak ada yang bisa mengalahkan perasaan damai ketika mendengarkan kumandang azan maghrib di kejauhan sambil menikmati hembusan angin sore dan lembayung menjelang malam.
Hidup di Indonesia ini ternyata penuh petualangan, di luar perkiraan kita, kejadian-kejadian yang mengejutkan. Mungkin ini yang menyebabkan hidup di Indonesia tidak membosankan, selalu dinamis, menawarkan hal-hal yang terkadang diluar perkiraan. Sama halnya dengan slogan Malaysia Airlines: Going Beyond Expectations. Dan ini sepertinya yang tidak terdapat di negeri orang yang sepertinya serba teratur dan rapih. Singkatnya: kehidupan di Indonesia akan sangat cocok untuk manusia-manusia yang berjiwa petualang.
Kunjungan ke Malaysia itu memang singkat, hanya tiga hari dua malam. Tapi tetap saja berkesan, soalnya ini kunjungan pertama saya ke negara serumpun itu.
Berbeda dengan Indonesia, di Malaysia sepertinya semuanya lebih teratur dan lebih rapi. Ini yang saya bilang ke orang yang mengundang kami semua. Tapi tentunya saya nggak menyinggung tentang 'petualangan' tadi. Secara keseluruhan, kunjungan di sana cukup menyenangkan, meskipun ada yang agak ngeselin: tagihan palsu dari pihak hotel.
Saya agak kaget, secara kami menginap di hotel berbintang lima tengah kota, kok bisa ya ada tagihan palsu. PR perusahaan pengundang yang menginap di hotel yang sama kena tagihan untuk dinner, makan malam. Padahal pada waktu yang bersamaan kami semua sedang ada acara makan malam di luar hotel.
Saya sendiri kena tagihan satu kaleng carlsberg beer. Ya ampun. Dasar PANTAT!!! (saya baru tahu kalau ini adalah makian yang cukup kasar disana). Minum susu aja saya pernah mabok dan muntah-muntah (susu basi gitu lho...) apalagi bir.
Ketika tiba pulang sore hari di Bandara Soerkarno Hatta, saya menyadari hal lainnya: tidak ada yang bisa mengalahkan perasaan damai ketika mendengarkan kumandang azan maghrib di kejauhan sambil menikmati hembusan angin sore dan lembayung menjelang malam.
Wednesday, November 30, 2005
Pilihan
Dulu, leluhur kita kalau mau mencari tanah tempat tinggal biasanya memanfaatkan naluri seekor binatang. Biasanya yang sering digunakan adalah angsa atau bebek, mungkin ini ada hubungannya dengan naluri binatang untuk merasakan ketersediaan sumber air dan tanah yang gembur untuk bercocok tanam (or something like that).
Jadi dalam perantauan dari tanah asal, setelah beberapa hari mengadakan perjalanan, bebek atau angsa yang di bawa dari kampung halaman di lepas begitu saja; bisa di tengah hutan, padang rumput savana, perbukitan, atau bahkan mungkin pantai.
Nanti bebek atau angsa itu berjalan sendiri mengikuti nalurinya, untuk mencari daerah yang kira-kira cocok untuk tempat tinggalnya, yang mungkin juga cocok menjadi tempat tinggal majikannya. Mungkin ini ditujukkan dengan bahasa tubuh binatang, dengan gerakan ekor, anggukan kepala, atau kepakan sayap.
Tapi ceritanya bakalan jadi lain kalau ternyata dalam perjalan memenuhi nalurinya itu, angsa atau bebek keburu jadi santapan macan. Majikannya mungkin harus pulang lagi ke kampung halaman untuk bawa bebek atau angsa baru.
Anyway
Mencari tempat tinggal sekarang ini sepertinya tidak sesederhana seperti itu. Kita nggak bisa ngambil ayam, bebek atau angsa, terus berjalan tanpa tujuan, lalu melepas ayam, bebek atau angsa itu untuk memenuhi nalurinya.
Sekarang kita memilih tempat tinggal dengan alasan yang bisa disebut logis, misalnya saja yang paling logis adalah ketersediaan dana. Nggak mungkin, misalnya, punya dana Rp10 juta, tapi mau tinggal di kawasan Pondok Indah, Kemang, atau Menteng.
Tapi ada juga orang-orang yang memilih tempat tinggal dengan alasan-alasan, yang mungkin bagi sebagian orang, yang nggak logis. Misalnya lewat alasan feng shui. Mungkin itu tergantung keyakinan.
The point is... carirumahsendiriitususahbangetya....
Jadi dalam perantauan dari tanah asal, setelah beberapa hari mengadakan perjalanan, bebek atau angsa yang di bawa dari kampung halaman di lepas begitu saja; bisa di tengah hutan, padang rumput savana, perbukitan, atau bahkan mungkin pantai.
Nanti bebek atau angsa itu berjalan sendiri mengikuti nalurinya, untuk mencari daerah yang kira-kira cocok untuk tempat tinggalnya, yang mungkin juga cocok menjadi tempat tinggal majikannya. Mungkin ini ditujukkan dengan bahasa tubuh binatang, dengan gerakan ekor, anggukan kepala, atau kepakan sayap.
Tapi ceritanya bakalan jadi lain kalau ternyata dalam perjalan memenuhi nalurinya itu, angsa atau bebek keburu jadi santapan macan. Majikannya mungkin harus pulang lagi ke kampung halaman untuk bawa bebek atau angsa baru.
Anyway
Mencari tempat tinggal sekarang ini sepertinya tidak sesederhana seperti itu. Kita nggak bisa ngambil ayam, bebek atau angsa, terus berjalan tanpa tujuan, lalu melepas ayam, bebek atau angsa itu untuk memenuhi nalurinya.
Sekarang kita memilih tempat tinggal dengan alasan yang bisa disebut logis, misalnya saja yang paling logis adalah ketersediaan dana. Nggak mungkin, misalnya, punya dana Rp10 juta, tapi mau tinggal di kawasan Pondok Indah, Kemang, atau Menteng.
Tapi ada juga orang-orang yang memilih tempat tinggal dengan alasan-alasan, yang mungkin bagi sebagian orang, yang nggak logis. Misalnya lewat alasan feng shui. Mungkin itu tergantung keyakinan.
The point is... carirumahsendiriitususahbangetya....
Wednesday, November 23, 2005
sekolah dasar
Salah satu alasan saya mempunyai blog adalah karena saya mempunyai ingatan yang pendek, short term memory syndrome. Saya berharap dengan memiliki blog, saya bisa 'melihat' dan 'merasakan' lagi peristiwa-peristiwa yang pernah saya alami.
Jadi begitulah, saya mulai menulis di blog ini untuk menyimpan berbagai kenangan. Tapi ternyata ada satu masalah yang tidak saya lihat sebelumnya. Kadang-kadang pada saat ingin mulai menulis sebuah postingan, saya bahkan melupakan ide untuk menulis di blog.
well that's a serious problem for me
Kadang-kadang saya mengandalkan hal-hal kecil di sekeliling saya untuk kembali menggali ingatan lama. Seperti pagi ini ketika membuka harian tempat saya bekerja, di halaman terakhir seksi utama saya melihat foto yang mungkin bagi orang lain biasa saja.
Tapi bagi saya foto itu seperti semacam roaller coaster untuk kembali ke masa silam, waktu saya masih di sekolah dasar.
Foto itu menggambarkan sekelompok anak berseragam SD, yang sedang berekspresi di hadapan lensa fotografer harian kami. Masih teringat apa yang dilakukan para banci foto kalau ada orang yang mau memotret? Yah begitulah mereka, tidak begitu jauh gayanya. Karena mereka masih SD, jadi gaya mereka hanya berlomba-lomba untuk mengacungkan kedua tangan mereka sambil mengacungkan simbol 'V', victory.
Baru beberapa hari lalu saya ngobrol dengan istri saya: kalau liburan nanti, kami akan sempatkan untuk mendatangi sebuah SD (kalau bisa sih SD saya di Bandung). Dan kami akan jajan sepuas-puasnya, jajan jajanan SD: kerupuk pedes atau gurilem yang diberi msg terlalu banyak, Cireng (aCI digoReng), Cilok (aCI dicoLOK), rujak, atau mungkin yang porsinya agak banyak: mie baso.
Ikut nongkrong di depan tukang arum-manis yang biasanya juga berjualan mainan: pistol-pistolan plastik, boneka kertas, gambar berseri yang biasa diadu, model-modelan tentara.
Kalau kami beruntung, kami juga bisa melihat-lihat mainan yang sedang jadi tren di SD itu (jadi tren karena penjualnya tidak setiap waktu berjualan di depan sekolah). Dulu biasanya ada yang jualan sumpit, pistol-pistolan dari bambu yang berpeluru kertas koran basah, kumbang laut, peralatan sulap sederhana... (terlalu panjang kalau di daftar di sini)
Kami akan berkelana ke masa lalu
Jadi begitulah, saya mulai menulis di blog ini untuk menyimpan berbagai kenangan. Tapi ternyata ada satu masalah yang tidak saya lihat sebelumnya. Kadang-kadang pada saat ingin mulai menulis sebuah postingan, saya bahkan melupakan ide untuk menulis di blog.
well that's a serious problem for me
Kadang-kadang saya mengandalkan hal-hal kecil di sekeliling saya untuk kembali menggali ingatan lama. Seperti pagi ini ketika membuka harian tempat saya bekerja, di halaman terakhir seksi utama saya melihat foto yang mungkin bagi orang lain biasa saja.
Tapi bagi saya foto itu seperti semacam roaller coaster untuk kembali ke masa silam, waktu saya masih di sekolah dasar.
Foto itu menggambarkan sekelompok anak berseragam SD, yang sedang berekspresi di hadapan lensa fotografer harian kami. Masih teringat apa yang dilakukan para banci foto kalau ada orang yang mau memotret? Yah begitulah mereka, tidak begitu jauh gayanya. Karena mereka masih SD, jadi gaya mereka hanya berlomba-lomba untuk mengacungkan kedua tangan mereka sambil mengacungkan simbol 'V', victory.
Baru beberapa hari lalu saya ngobrol dengan istri saya: kalau liburan nanti, kami akan sempatkan untuk mendatangi sebuah SD (kalau bisa sih SD saya di Bandung). Dan kami akan jajan sepuas-puasnya, jajan jajanan SD: kerupuk pedes atau gurilem yang diberi msg terlalu banyak, Cireng (aCI digoReng), Cilok (aCI dicoLOK), rujak, atau mungkin yang porsinya agak banyak: mie baso.
Ikut nongkrong di depan tukang arum-manis yang biasanya juga berjualan mainan: pistol-pistolan plastik, boneka kertas, gambar berseri yang biasa diadu, model-modelan tentara.
Kalau kami beruntung, kami juga bisa melihat-lihat mainan yang sedang jadi tren di SD itu (jadi tren karena penjualnya tidak setiap waktu berjualan di depan sekolah). Dulu biasanya ada yang jualan sumpit, pistol-pistolan dari bambu yang berpeluru kertas koran basah, kumbang laut, peralatan sulap sederhana... (terlalu panjang kalau di daftar di sini)
Kami akan berkelana ke masa lalu
Monday, November 21, 2005
misteri azhari (bukan azahari)
Sudah lebih dari 10 hari orang yang katanya menyandang predikat most wanted man in Indonesia itu meninggal. Banyak media menulis namanya Dr Azahari, tapi ternyata ada versi yang menyatakan namanya bukan Azahari, tapi Azhari, mirip-mirip sedikit.
Tapi sampai sekarang, kematian orang yang katanya bernama Azahari atau Azhari ini masih menyisakan banyak pertanyaan, bahkan kalau boleh saya menambahkan pertanyaan yang meragukan kebenaran pihak kepolisian.
Buat saya pribadi, bahkan dari awal saya mempertanyakan Azahari atau Azhari ini. Saya mempertanyakan keberadaan dia dalam, kalau boleh saya bilang, skenario teroris yang digembar-gemborkan polisi.
Siapa dia? Selama ini kita hanya dicekoki informasi yang disediakan oleh pihak kepolisian, bahwa dia itu teroris, punya jaringan dengan kalangan pesantren, lahir dan besar di Malaysia, ahli membuat bom, punya kemampuan doktrinasi yang kuat sampai-sampai orang lain mau bunuh diri dalam beberapa peristiwa peledakan bom, punya teman yang top yang namanya Nurdin M Top, otak besar dari berbagai peledakan bom di Indonesia, dan yang lainnya.
Tapi apakah itu semua benar? Apakah benar ada seorang Azahari atau Azhari yang punya peran semua itu? Jangan-jangan pihak aparat mengada-ada sosok yang bernama Azahari atau Azhari ini. Tapi kenapa?
Pertanyaan itu saya pendam saja selama dua tahun terakhir ini, karena seperti pertanyaan-pertanyaan lainnya tentang Indonesia, mungkin sebaiknya pertanyaan-pertanyaan itu dipendam, hanya berfungsi untuk menjaga tingkat kewarasan dan kesadaran kita sebagai manusia, dan mungkin bukan untuk dicari jawabannya.
Sampai 10 November lalu, ketika pihak aparat yang katanya berhasil menggerebek sebuah rumah di Malang, yang diduga tempat tinggal sementara kelompok Azahari atau Azhari itu. Pertanyaan-pertanyaan itu kembali muncul, bahkan ditambah beberapa pertanyaan lain yang bermunculan di sebuah milis yang saya ikuti.
Pertanyaan-pertanyaan itu, pada dasarnya, mempertanyakan kembali antara fakta dan pernyataan resmi dari pihak aparat yang banyak sekali tidak cocok.
Mulai dari informasi baku tembak antara aparat dan teroris, korban yang jatuh, kondisi mayat azahari atau azhari, bagaimana dia tewas, prosedur standar perlakuan jenazah yang terlibat kasus, dan yang lainnya.
Semua menimbulkan pertanyaan.
Saya hanya ingin menyampaikan bahwa masyarakat sekarang ini semakin cerdas, dan didukung dengan teknologi informasi, mereka bisa menilai apa yang terjadi.
Sekali lagi, masyarakat semakin cerdas.
Tapi sampai sekarang, kematian orang yang katanya bernama Azahari atau Azhari ini masih menyisakan banyak pertanyaan, bahkan kalau boleh saya menambahkan pertanyaan yang meragukan kebenaran pihak kepolisian.
Buat saya pribadi, bahkan dari awal saya mempertanyakan Azahari atau Azhari ini. Saya mempertanyakan keberadaan dia dalam, kalau boleh saya bilang, skenario teroris yang digembar-gemborkan polisi.
Siapa dia? Selama ini kita hanya dicekoki informasi yang disediakan oleh pihak kepolisian, bahwa dia itu teroris, punya jaringan dengan kalangan pesantren, lahir dan besar di Malaysia, ahli membuat bom, punya kemampuan doktrinasi yang kuat sampai-sampai orang lain mau bunuh diri dalam beberapa peristiwa peledakan bom, punya teman yang top yang namanya Nurdin M Top, otak besar dari berbagai peledakan bom di Indonesia, dan yang lainnya.
Tapi apakah itu semua benar? Apakah benar ada seorang Azahari atau Azhari yang punya peran semua itu? Jangan-jangan pihak aparat mengada-ada sosok yang bernama Azahari atau Azhari ini. Tapi kenapa?
Pertanyaan itu saya pendam saja selama dua tahun terakhir ini, karena seperti pertanyaan-pertanyaan lainnya tentang Indonesia, mungkin sebaiknya pertanyaan-pertanyaan itu dipendam, hanya berfungsi untuk menjaga tingkat kewarasan dan kesadaran kita sebagai manusia, dan mungkin bukan untuk dicari jawabannya.
Sampai 10 November lalu, ketika pihak aparat yang katanya berhasil menggerebek sebuah rumah di Malang, yang diduga tempat tinggal sementara kelompok Azahari atau Azhari itu. Pertanyaan-pertanyaan itu kembali muncul, bahkan ditambah beberapa pertanyaan lain yang bermunculan di sebuah milis yang saya ikuti.
Pertanyaan-pertanyaan itu, pada dasarnya, mempertanyakan kembali antara fakta dan pernyataan resmi dari pihak aparat yang banyak sekali tidak cocok.
Mulai dari informasi baku tembak antara aparat dan teroris, korban yang jatuh, kondisi mayat azahari atau azhari, bagaimana dia tewas, prosedur standar perlakuan jenazah yang terlibat kasus, dan yang lainnya.
Semua menimbulkan pertanyaan.
Saya hanya ingin menyampaikan bahwa masyarakat sekarang ini semakin cerdas, dan didukung dengan teknologi informasi, mereka bisa menilai apa yang terjadi.
Sekali lagi, masyarakat semakin cerdas.
Wednesday, October 26, 2005
mulai sepi
Jakarta hari ini sepertinya mulai sepi, ditinggal sebagian penduduknya yang perantauan. Tadi pagi waktu mau berangkat ke kantor, ruas jalan Casablanca yang biasanya padat, mikrolet 44 yang biasanya penuh sesak, ternyata semuanya berkurang. Ya padatnya, ya penuh sesaknya.
Rasa-rasanya, Jakarta seperti ini yang saya idam-idamkan. Tidak terlalu penuh sesak oleh orang-orang yang lalu lalang, dan kendaraan yang berseliweran. Rasanya lebih lapang.
Beberapa tahun yang lalu, saya juga pernah merasakan hal seperti ini: Jakarta yang lapang. Hanya saja waktu itu bukan menjelang Idul Fitri, waktu itu pas Idul Adha di sekitar akhir pekan; libur tiga tiga. Dan long week-end itu sepertinya dimanfaatkan benar oleh pekerja di Jakarta. Yang berduit mencari tempat liburan di luar kota, sedangkan yang kere menikmati Jakarta yang lengang.
Mungkin hal yang seperti ini yang dibutuhkan kita semua, rasa lapang.
Di tengah himpitan hiruk pikuk kehidupan.
Rasa-rasanya, Jakarta seperti ini yang saya idam-idamkan. Tidak terlalu penuh sesak oleh orang-orang yang lalu lalang, dan kendaraan yang berseliweran. Rasanya lebih lapang.
Beberapa tahun yang lalu, saya juga pernah merasakan hal seperti ini: Jakarta yang lapang. Hanya saja waktu itu bukan menjelang Idul Fitri, waktu itu pas Idul Adha di sekitar akhir pekan; libur tiga tiga. Dan long week-end itu sepertinya dimanfaatkan benar oleh pekerja di Jakarta. Yang berduit mencari tempat liburan di luar kota, sedangkan yang kere menikmati Jakarta yang lengang.
Mungkin hal yang seperti ini yang dibutuhkan kita semua, rasa lapang.
Di tengah himpitan hiruk pikuk kehidupan.
Friday, October 21, 2005
sadarkah?
Salah satu pertanyaan besar yang sepertinya menggema di setiap masyarakat Indonesia sekarang ini sepertinya adalah: Bagaimana menyadarkan pejabat? Pejabat di termasuk juga anggota DPR/MPR yang terhormat, selain tentunya pemerintah kita tercinta.
Saya pikir, mereka-mereka yang ditunjuk jadi pemerintah dan anggota DPR belum sadar betul apa yang terjadi sekarang ini, kalau kata atta, mereka nggak punya empati, nggak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat kita sekarang ini.
Seperti pagi ini, saya kembali geleng-geleng kepala membaca kepala berita di detikcom: Apa pantas biaya operasional DPR dinaikkan RP10 juta?, lalu ada berita lanjutannya yang membuat saya lebih mengkal: Zaenal: Biaya operasional DPR Naik tak terkait kenaikan BBM.
Saya pikir, percuma saja kita menjadi negara yang demokratis, kalau ternyata para pejabat pemerintah dan anggota legislatif belum menyadari apa yang dirasakan oleh masyarakat kita sekarang.
Percuma saja rakyat Indonesia pada dua pemilu terakhir menyumbangkan suaranya, berharap agar mempunyai nasib lebih baik (Saya ingat betul pada dua pemilu terakhir ini negara kita dipuji-puji oleh dunia internasional sebagai negara yang demokratis).
Mungkin ini karma kita sebagai rakyat Indonesia: para pemimpin bangsa yang terbelakang, dan wakil rakyat yang tolol.
Saya jadi teringat pembicaraan saya dengan salah satu rekan yang meliput di desk ekonomi beberapa waktu yang lalu. Dia bilang kalau Indonesia itu kaya dengan sumber daya alam (yap semua orang sudah tahu itu), tapi seringkali pemerintah mengambil kebijakan yang salah. "Aku sendiri suka sedih kalau nulis berita tentang ekonomi Indonesia," katanya.
Kapan pemerintah sadar?
Saya pikir, mereka-mereka yang ditunjuk jadi pemerintah dan anggota DPR belum sadar betul apa yang terjadi sekarang ini, kalau kata atta, mereka nggak punya empati, nggak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat kita sekarang ini.
Seperti pagi ini, saya kembali geleng-geleng kepala membaca kepala berita di detikcom: Apa pantas biaya operasional DPR dinaikkan RP10 juta?, lalu ada berita lanjutannya yang membuat saya lebih mengkal: Zaenal: Biaya operasional DPR Naik tak terkait kenaikan BBM.
Saya pikir, percuma saja kita menjadi negara yang demokratis, kalau ternyata para pejabat pemerintah dan anggota legislatif belum menyadari apa yang dirasakan oleh masyarakat kita sekarang.
Percuma saja rakyat Indonesia pada dua pemilu terakhir menyumbangkan suaranya, berharap agar mempunyai nasib lebih baik (Saya ingat betul pada dua pemilu terakhir ini negara kita dipuji-puji oleh dunia internasional sebagai negara yang demokratis).
Mungkin ini karma kita sebagai rakyat Indonesia: para pemimpin bangsa yang terbelakang, dan wakil rakyat yang tolol.
Saya jadi teringat pembicaraan saya dengan salah satu rekan yang meliput di desk ekonomi beberapa waktu yang lalu. Dia bilang kalau Indonesia itu kaya dengan sumber daya alam (yap semua orang sudah tahu itu), tapi seringkali pemerintah mengambil kebijakan yang salah. "Aku sendiri suka sedih kalau nulis berita tentang ekonomi Indonesia," katanya.
Kapan pemerintah sadar?
Monday, October 17, 2005
Piket
Setiap sekitar satu setengah bulan sekali, jajaran reporter di media saya diwajibkan piket. Hanya satu artinya, dan itu adalah pulang lebih malam. Kalau biasanya sekitar jam setengah delapan sudah bisa siap-siap pulang, reporter piket masih harus anteng-anteng di kantor sampai sekitar jam sebelas malam. Malam yang panjang, mengingat sampai sekarang belum ada job-desk yang benar-benar rinci mengenai reporter piket.
Dan malam ini, saya yang kebagian piket.
Waktu awal-awal pemberlakuan piket ini, saya pikir reporter piket bisa menghabiskan waktu dengan menjelajah di dunia maya. Tapi ternyata koneksi internet di kantor kami diputuskan pada pukul sepuluh malam. Jadi mungkin harus mencari kegiatan lagin, selain menanti dengan was-was penugasan amat sangat mendadak yang dianggap cukup penting (ledakan bom misalnya ... semoga nggak ... ).
Dulu sebelum pindah gedung, saya bisa saja menanti penugasan (yang tidak diharapkan itu) di depan televisi yang tersambung dengan layanan premium (TV Kabel). Tapi sekarang sejak pindah gedung, layanan premium itu sepertinya tidak ada.
Begitulah, piket reporter kali ini menjadi sesuatu yang meng-enggankan, berbeda dengan piket waktu SD atau SMP dulu.
Dulu waktu SD, saya sih dibela-belain mendingan piket membersihkan kelas, soalnya itu berarti bisa menghindari berdiri hampir satu jam di bawah matahari pagi, mendengarkan wejangan, dan mendengarkan Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Upacara Bendera.
Waktu SMP beda lagi, piket upacara berarti berdiri di belakang barisan teman-teman waktu upacara. Sama-sama berdiri, sama-sama mengikuti upacara, tapi minimal saya berdiri di tempat yang teduh.
Dan sekarang, saya mengisi waktu piket dengan membuat postingan ini...
Dan malam ini, saya yang kebagian piket.
Waktu awal-awal pemberlakuan piket ini, saya pikir reporter piket bisa menghabiskan waktu dengan menjelajah di dunia maya. Tapi ternyata koneksi internet di kantor kami diputuskan pada pukul sepuluh malam. Jadi mungkin harus mencari kegiatan lagin, selain menanti dengan was-was penugasan amat sangat mendadak yang dianggap cukup penting (ledakan bom misalnya ... semoga nggak ... ).
Dulu sebelum pindah gedung, saya bisa saja menanti penugasan (yang tidak diharapkan itu) di depan televisi yang tersambung dengan layanan premium (TV Kabel). Tapi sekarang sejak pindah gedung, layanan premium itu sepertinya tidak ada.
Begitulah, piket reporter kali ini menjadi sesuatu yang meng-enggankan, berbeda dengan piket waktu SD atau SMP dulu.
Dulu waktu SD, saya sih dibela-belain mendingan piket membersihkan kelas, soalnya itu berarti bisa menghindari berdiri hampir satu jam di bawah matahari pagi, mendengarkan wejangan, dan mendengarkan Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Upacara Bendera.
Waktu SMP beda lagi, piket upacara berarti berdiri di belakang barisan teman-teman waktu upacara. Sama-sama berdiri, sama-sama mengikuti upacara, tapi minimal saya berdiri di tempat yang teduh.
Dan sekarang, saya mengisi waktu piket dengan membuat postingan ini...
Friday, October 07, 2005
biasa
Saya mungkin orang yang paling biasa, an average man. Kadang-kadang kalau saya diminta pendapat sama istri atau temen tentang suatu hal, jawaban andalan saya adalah "biasa aja deh" atau "biasa aja tuh" atau "biasa aja ah". Amat sangat tidak kreatif, tidak ada inovasi dan tidak ada motivasi.
Apa mau dikata? Dari dulu saya orang yang seperti itu, tidak kreatif, tidak berinovasi, dan minim motivasi. Padahal dalam ruang lingkup kerja-an saya, tiga hal itu yang paling dibutuhkan. Omigod
Sebenernya saya ingin sekali menumbukan ide-ide kreatif saya (atau ide-ide jail ya) ke orang lain, bahkan orang yang nggak saya kenal sekali pun. Nggak sekali dua kali saya pengen banget menegur orang asing dengan kalimat: "Mbak, tau nggak? Bibir mbak itu seksi banget lho, mirip bibirnya Denise Richard. Saya yakin deh kalo mbak lebih banyak tersenyum, mbak bakalan lebih manis."
lalu ...
PLAKK!!!!
Yah mungkin nggak separah itu sih. Tapi ya itu tadi, saya ingin sekali mengembangkan ide-ide kreatif saya. Tapi kok sepertinya susah ya, udah dari kecil kali.
Dari dulu saya selalu menyesalkan sistim pendidikan di Indonesia yang terlalu menekankan kepada aspek pembelajaran keilmuan daripada pengembangan kreatifitas. Belum lagi kebijakan yang berganti tiap lima tahun sekali ... hhhhh.
Anyway, ada yang tahu nggak ya gimana caranya mengembangkan kreatifitas bagi pria berumur 40 tahun ke atas? Mungkin agak ribet kali ya.
Apa mau dikata? Dari dulu saya orang yang seperti itu, tidak kreatif, tidak berinovasi, dan minim motivasi. Padahal dalam ruang lingkup kerja-an saya, tiga hal itu yang paling dibutuhkan. Omigod
Sebenernya saya ingin sekali menumbukan ide-ide kreatif saya (atau ide-ide jail ya) ke orang lain, bahkan orang yang nggak saya kenal sekali pun. Nggak sekali dua kali saya pengen banget menegur orang asing dengan kalimat: "Mbak, tau nggak? Bibir mbak itu seksi banget lho, mirip bibirnya Denise Richard. Saya yakin deh kalo mbak lebih banyak tersenyum, mbak bakalan lebih manis."
lalu ...
PLAKK!!!!
Yah mungkin nggak separah itu sih. Tapi ya itu tadi, saya ingin sekali mengembangkan ide-ide kreatif saya. Tapi kok sepertinya susah ya, udah dari kecil kali.
Dari dulu saya selalu menyesalkan sistim pendidikan di Indonesia yang terlalu menekankan kepada aspek pembelajaran keilmuan daripada pengembangan kreatifitas. Belum lagi kebijakan yang berganti tiap lima tahun sekali ... hhhhh.
Anyway, ada yang tahu nggak ya gimana caranya mengembangkan kreatifitas bagi pria berumur 40 tahun ke atas? Mungkin agak ribet kali ya.
Tuesday, October 04, 2005
Menjelang Ramadhan
Menjelang Ramadhan kali ini, saya hanya bisa berharap bahwa saya bisa menikmati setiap detik yang berlalu dengan hembusan asma Allah.
Saya hanya ingin merasa damai di tengah-tengah semua kesibukan dan kegamangan dalam kehidupan.
Selamat memasuki bulan suci Ramadhan
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang beruntung
Saya hanya ingin merasa damai di tengah-tengah semua kesibukan dan kegamangan dalam kehidupan.
Selamat memasuki bulan suci Ramadhan
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang beruntung
Thursday, September 29, 2005
Harusnya.....
Harusnya, layanan motor atau mobil polisi pengawal di-ilangin aja, biar orang-orang brengsek di pemerintah itu tahu kalau hal-hal yang mereka anggap remeh ternyata bisa ngebuat banyak orang nyumpahin mereka ... (personally gw lebih suka nyantet mereka, nanti gw masukin panci penanak nasi ke perut mereka ... but I don't do santet, nggak bisa gitu lho)
Harusnya, itu orang-orang yang ngambil kebijakan untuk menyesuaikan harga BBM ikutan antri BBM, jangan nyerahin tugas-tugas sepele ke orang lain dengan alasan ada tugas yang lebih penting. Biar mereka tahu kalau Jakarta itu panas, berpolusi, dan ternyata pedagang kaki lima yang jual tisu atau teh botol sedikit banyak juga berguna.
Harusnya, beberapa dalam kurun waktu tertentu, bos-bos atau atasan-atasan bertukar tempat dengan bawahan-bawahannya, biar mereka nggak hanya bisa nyuruh ini itu tanpa tahu gimana melaksanakannya.
Atau...
Harusnya mungkin saya bersyukur dengan apa yang telah saya dapat sekarang?
Alhamdulillah
Harusnya, itu orang-orang yang ngambil kebijakan untuk menyesuaikan harga BBM ikutan antri BBM, jangan nyerahin tugas-tugas sepele ke orang lain dengan alasan ada tugas yang lebih penting. Biar mereka tahu kalau Jakarta itu panas, berpolusi, dan ternyata pedagang kaki lima yang jual tisu atau teh botol sedikit banyak juga berguna.
Harusnya, beberapa dalam kurun waktu tertentu, bos-bos atau atasan-atasan bertukar tempat dengan bawahan-bawahannya, biar mereka nggak hanya bisa nyuruh ini itu tanpa tahu gimana melaksanakannya.
Atau...
Harusnya mungkin saya bersyukur dengan apa yang telah saya dapat sekarang?
Alhamdulillah
Sunday, September 25, 2005
BBM (lagi...)
Mungkin sebagian dari kita yang di Jakarta, masih nggak terlalu ngeh tentang isu-isu yang mewarnai rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM. Misalnya isu tentang penimbunan BBM, kelangkaan BBM, atau antrian konsumen di SPBU.
Saya mungkin salah satu diantaranya, orang yang sudah pasrah tentang rencana-rencana ekonomi pemerintah. Tapi sepertinya itu berubah pada saat kunjungan singkat di Banjarmasin.
Percaya atau tidak, di seluruh SPBU yang saya lewati terjadi antrian BBM, baik untuk premium atau solar. Ada sih SPBU yang nggak ada antrian kendaraannya, tapi biasanya di pintu masuk SPBU itu dikasih tulisan SOLAR HABIS atau BENSIN HABIS. Atau SBPU itu nggak ada meterannya, alias masih dalam proses pembangunan.
Belum lagi antrian untuk minyak tanah.
Kadang saya mikir, ini pemerintah pusat, orang-orang pintar yang menyusun kebijakan perekonomian nasional... pernah ngeliat yang seperti ini nggak sih?
Menjelang kenaikan BBM awal bulan depan (1 Oktober), masyarakat udah rusuh duluan. Ya yang demo anti kenaikan BBM, ya yang nimbun BBM, atau yang lainnya.
Seharusnya sih pemerintah nyiapin sistim dan infrastruktur yang optimal dulu untuk masalah ekonomi energi di Indonesia.
Salah satu hal yang saya lihat belum siapnya infrastruktur dan sistim ekonomi energi pemerintah adalah masalah subsidi langsung: rencana pemerintah buat ngasih Rp100.000 per keluarga per bulan untuk masyarakat miskin.
HELLOOO... emangnya Indonesia udah anti korupsi ya? Ada berapa yang bisa dikorup tuh?
Saya mungkin salah satu diantaranya, orang yang sudah pasrah tentang rencana-rencana ekonomi pemerintah. Tapi sepertinya itu berubah pada saat kunjungan singkat di Banjarmasin.
Percaya atau tidak, di seluruh SPBU yang saya lewati terjadi antrian BBM, baik untuk premium atau solar. Ada sih SPBU yang nggak ada antrian kendaraannya, tapi biasanya di pintu masuk SPBU itu dikasih tulisan SOLAR HABIS atau BENSIN HABIS. Atau SBPU itu nggak ada meterannya, alias masih dalam proses pembangunan.
Belum lagi antrian untuk minyak tanah.
Kadang saya mikir, ini pemerintah pusat, orang-orang pintar yang menyusun kebijakan perekonomian nasional... pernah ngeliat yang seperti ini nggak sih?
Menjelang kenaikan BBM awal bulan depan (1 Oktober), masyarakat udah rusuh duluan. Ya yang demo anti kenaikan BBM, ya yang nimbun BBM, atau yang lainnya.
Seharusnya sih pemerintah nyiapin sistim dan infrastruktur yang optimal dulu untuk masalah ekonomi energi di Indonesia.
Salah satu hal yang saya lihat belum siapnya infrastruktur dan sistim ekonomi energi pemerintah adalah masalah subsidi langsung: rencana pemerintah buat ngasih Rp100.000 per keluarga per bulan untuk masyarakat miskin.
HELLOOO... emangnya Indonesia udah anti korupsi ya? Ada berapa yang bisa dikorup tuh?
Wednesday, September 21, 2005
Hobi
Setiap kali mengisi curicullum vitae, saya selalu tercenung pada saat mengisi hobi. Iya, kadang-kadang saya bingung sendiri menentukan hobi.
Denger musik? Nonton film? Blogging? Menulis? Sepertinya nggak terlalu ya. Saya hanya sesekali mendengarkan musik, nonton juga kadang-kadang. Kalau menulis, ya itu kan pekerjaan tiap hari.
Menurut saya, hobi itu pekerjaan yang kita suka dan sepenuh hati melakukannya, dan melakukan pekerjaan yang tiap hari lakukan bukan hobi kita kalau kita tidak suka pekerjaan itu.
Jadi apa yang saya suka? Melamun mungkin.
Akhir pekan lalu saya diminta untuk liputan Asia Construct ke 11 di Bali, dan sepertinya saya menemukan beberapa spot yang lumayan bagus untuk melamun.
Yang paling bagus, sepertinya Ku De Ta, sebuah kafe yang terletak di kawasan Seminyak. Kafe di pinggir pantai, tempat yang cocok buat melamun sambil melihat sunrise lalu menantang kegelapan malam pantai.
Sambil melamun kadang-kadang saya biarkan pikiran melayang kemana-mana. Tapi katanya melamun terlalu banyak itu nggak bagus ya? Sebenernya sih apa aja kalau terlalu banyak emang nggak bagus kan?
Denger musik? Nonton film? Blogging? Menulis? Sepertinya nggak terlalu ya. Saya hanya sesekali mendengarkan musik, nonton juga kadang-kadang. Kalau menulis, ya itu kan pekerjaan tiap hari.
Menurut saya, hobi itu pekerjaan yang kita suka dan sepenuh hati melakukannya, dan melakukan pekerjaan yang tiap hari lakukan bukan hobi kita kalau kita tidak suka pekerjaan itu.
Jadi apa yang saya suka? Melamun mungkin.
Akhir pekan lalu saya diminta untuk liputan Asia Construct ke 11 di Bali, dan sepertinya saya menemukan beberapa spot yang lumayan bagus untuk melamun.
Yang paling bagus, sepertinya Ku De Ta, sebuah kafe yang terletak di kawasan Seminyak. Kafe di pinggir pantai, tempat yang cocok buat melamun sambil melihat sunrise lalu menantang kegelapan malam pantai.
Sambil melamun kadang-kadang saya biarkan pikiran melayang kemana-mana. Tapi katanya melamun terlalu banyak itu nggak bagus ya? Sebenernya sih apa aja kalau terlalu banyak emang nggak bagus kan?
Tuesday, September 13, 2005
kerjaan
what do you do for a living? mr....
my name is bond, james bond, do you really want to know what i do for a living?
Itu dialog khayalan terliar saya yang terlintas di kepala saya sekarang ini, jika ada orang iseng yang menanyakan apa pekerjaaan saya. Saya memang sedang bosan dan bosan dan bosan dan jenuh dengan pekerjaan yang sudah saya jalani sekitar delapan tahun terakhir ini.
Awalnya, pekerjaan saya ini menawarkan sesuatu hal yang amat sangat dinamis, tidak terpaku pada waktu dan tempat, perubahan drastis yang harus diantisipasi, and so on and so on.
Tapi seiring berkembangnya waktu, secara disadari dan tidak sadari saya menemukan pola-pola tersendiri untuk menyiasati hal-hal tadi. Terlebih sebagai wartawan, saya seringkali dikisiki informasi off the record, yang sedikit banyak menunjukan bobroknya masyarakat kita.
Ada hal lainnya yang membuat saya merasa tidak 'pede' sebagai wartawan; rekan-rekan kerja yang menyebut diri mereka wartawan, tapi itu hanya dalih untuk mencari kepentingan pribadi yang sesaat. Wartawan bodrek dan sebagian wartawan infotainment termasuk dalam kategori ini...
my name is bond, james bond, do you really want to know what i do for a living?
Itu dialog khayalan terliar saya yang terlintas di kepala saya sekarang ini, jika ada orang iseng yang menanyakan apa pekerjaaan saya. Saya memang sedang bosan dan bosan dan bosan dan jenuh dengan pekerjaan yang sudah saya jalani sekitar delapan tahun terakhir ini.
Awalnya, pekerjaan saya ini menawarkan sesuatu hal yang amat sangat dinamis, tidak terpaku pada waktu dan tempat, perubahan drastis yang harus diantisipasi, and so on and so on.
Tapi seiring berkembangnya waktu, secara disadari dan tidak sadari saya menemukan pola-pola tersendiri untuk menyiasati hal-hal tadi. Terlebih sebagai wartawan, saya seringkali dikisiki informasi off the record, yang sedikit banyak menunjukan bobroknya masyarakat kita.
Ada hal lainnya yang membuat saya merasa tidak 'pede' sebagai wartawan; rekan-rekan kerja yang menyebut diri mereka wartawan, tapi itu hanya dalih untuk mencari kepentingan pribadi yang sesaat. Wartawan bodrek dan sebagian wartawan infotainment termasuk dalam kategori ini...
Thursday, August 25, 2005
Konglomerasi Kalla
Siapa orang Indonesia yang tidak kenal Jusuf Kalla sekarang ini? Pengusaha sukses dari kawasan timur Indonesia yang berkiprah di Kalla Group serta Bukaka Group dan berhasil mendampingi orang nomor satu negeri ini. Jusuf Kalla dan Group Kalla memang tidak bisa dilepaskan, karena bagaimanapun juga Jusuf Kalla pernah ikut mengembangkan perusahaan-perusahaan di bawah bendera Kalla Group.
Berbagai sektor usaha yang digeluti oleh Kalla Group dan Bukaka Group saat ini sangat bervariasi, mulai dari tambak udang, properti hingga transportasi. PT Bukaka SingTel (komunikasi), PT Bumi Karsa (properti), NV Hadji Kalla Trading Company (perdagangan) adalah segelintir dari perusahaan-perusahaan yang berada di bawah bendera Kalla Group.
Rekan-rekan saya beberapa hari terakhir ini tergelitik untuk membahas sepak terjang keluarga Kalla di Bukaka Group, yang (katanya) sudah ditinggalkan oleh Jusuf Kalla. Ini berawal dari rasa penasaran seorang rekan senior:
Berikut adalah daftar proyek2 raksasa yang saat ini dikerjakan Bukaka atau baru saja diserahkan ke Bukaka:
1) Pipanisasi Gas alam Pagar Dewa-Sembulang: US$750 juta (melalui PT BBE)
2) Proyek Monorail di Jakarta: US$650 juta
3) PLTG Sembulang: US$92 juta
4) PLTA Asahan III: US$250 juta (melalui Mega Power)
5) PLTA Poso II, Sulawesi Tengah: US$230 juta melalui Bukaka Hydropower
6) PLTA Kolaka, Sulawesi Tenggara:
dengan demikian, sejauh ini Bukaka menangani proyek dengan nilai minimal US$2 miliar alias Rp20 triliun.
Mungkin teman2 dapat membantu, bagaimana Bukaka yang menurut laporan audit Ernst & Young selama 4 tahun terakhir disclaimer, bisa menangani berbagai proyek itu?
Hehehe...
gimana ya?
Rasa penasaran itu kembali muncul, ketika seorang rekan lainnya menambahkan:
Ini fakta bagus. Dalam proyek monorail, Sutiyoso bahkan 'setengah' mengusir mitra konsorsium asing dengan memilih teknologi Siemens dimana Bukaka terlibat didalamnya. Konon, Bukaka juga tengah mengincar proyek pembangunan Bandara Hasanuddin yang kini bangunannya mirip Ruko itu.
...
disusul yang lainnya:
ipar JK, Bosowa, menang tender akuisisi 90% saham tol Bumi Serpong Damai dari BNI senilai Rp280 miliar...tetapi pakai duit BNI juga Rp280 miliar...pindah kantong doang. Cuma yang terakhir ini harus dikonfirmasi
Bingung, mau bersyukur atau mengelus dada. Bersyukur karena sudah ada perusahaan yang akhirnya mau membangun infrastruktur di Indonesia, atau mengelus dada karena sepertinya ini permainan mirip era Soeharto dulu.
Tuesday, August 16, 2005
politik
"Kamu berzinah?"
"Nggak mas"
"Kamu berzinah?!"
"...nggak mas"
"KAMU BERZINAH?"
"... iya mas.."
"GOBLOK KAMU!!! KENAPA NGAKU! ... KATANYA MAU MASUK POLITIK....DI POLITIK ITU KALO PERLU IBU KAMU 'DIMAKAN' KAMU HARUS TEGA-AN"
(cerita seorang teman mantan aktivis tentang rekannya aktivis yang mencoba masuk dunia politik, tapi tersandung kasus zinah itu ... )
"Nggak mas"
"Kamu berzinah?!"
"...nggak mas"
"KAMU BERZINAH?"
"... iya mas.."
"GOBLOK KAMU!!! KENAPA NGAKU! ... KATANYA MAU MASUK POLITIK....DI POLITIK ITU KALO PERLU IBU KAMU 'DIMAKAN' KAMU HARUS TEGA-AN"
(cerita seorang teman mantan aktivis tentang rekannya aktivis yang mencoba masuk dunia politik, tapi tersandung kasus zinah itu ... )
Monday, August 15, 2005
indonesiana II (re-inventing indonesia)
Menjelang 17 Agustus kali ini, sebenarnya banyak yang terlintas di benak saya tentang negara tercinta.
Salah satunya adalah: apakah benar kita sudah merdeka? Apakah kita sebagai bangsa besar, bangsa indonesia, sudah merdeka? Kok sepertinya bagi saya pribadi sulit untuk menjawabnya ya, karena hampir setiap hari saya membaca fakta yang sepertinya menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kita masih dijajah secara ekonomi. Indikatornya, paling gampang sih coba lihat besarnya utang luar negeri kita.
Dua tahun lalu saja, ekonom drajad wibowo melalui tulisannya mengungkapkan: saat ini tingkat utang sekitar US$ 67 milyar, atau kurang lebih Rp 600 trilyun. Kemampuan pemerintah membayar cicilan utang LN antara Rp 15-20 triliun per tahun. Artinya, diperlukan 30-40 tahun lagi agar seluruh utang tersebut lunas. Ini pun dengan asumsi yang "muskil", yaitu pemerintah tidak wajib membayar bunga dan tidak menambah utang baru.
begitulah...
itu dua tahun lalu, dan sepertinya sampai sekarang kondisinya masih tetap sama, meskipun angkanya mungkin ada sedikit perubahan. Kita hidup dalam lilitan hutang rekan, dan sepertinya anak cucu kita juga bakalan seperti itu kalau kita semua tidak mengambil tindakan.
Hal lainnya yang terlintas di benak saya menjelang 17 Agustus ini adalah: Apakah kita memang bangsa yang telah bersatu? Merasa merdeka sebagai sebuah bangsa yang utuh? Sekali lagi saya juga meragukan itu.
Coba lihat rekan-rekan kita di Acheh dan Papua. Di Acheh misalnya, masih ada sebagian rakyat di sana yang merasa dijajah oleh bangsa jawa, jadi jangan heran kalau sampai sekarang GAM masih langgeng.
Mungkin ada sebagian bangsa Acheh yang merasakan apa yang dirasakan oleh sebagian bangsa kita waktu perang sama Belanda berpuluh-puluh tahun yang lalu: perasaan ditindas semena-mena.
Di Papua sama saja, mereka selama ini mungkin merasa terpinggirkan, kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat.
Padahal siapa yang tidak tahu kalau selama berpuluh-puluh tahun kekayaan alam di kedua daerah tersebut, Acheh dan Papua, telah diekploitasi besar-besaran oleh orang asing dengan campur tangan banyak dari pemerintah pusat.
Apalagi saya merasa bahwa keadaan bangsa kita sekarang ini, sebenarnya merupakan sebagian hasil dari sistim penjajahan diri sendiri, iya, kita dijajah sama bangsa kita sendiri, oleh sebagian golongan yang lebih mementingan kepentingan diri sendiri.
Jadi mungkin, sudah saatnya kita mempertingati kemerdekaan kita ini dengan mengheningkan cipta
bukan dengan upacara yang hingar bingar
sudah saatnya kita merenung
apakah bangsa kita ini benar merdeka
Salah satunya adalah: apakah benar kita sudah merdeka? Apakah kita sebagai bangsa besar, bangsa indonesia, sudah merdeka? Kok sepertinya bagi saya pribadi sulit untuk menjawabnya ya, karena hampir setiap hari saya membaca fakta yang sepertinya menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kita masih dijajah secara ekonomi. Indikatornya, paling gampang sih coba lihat besarnya utang luar negeri kita.
Dua tahun lalu saja, ekonom drajad wibowo melalui tulisannya mengungkapkan: saat ini tingkat utang sekitar US$ 67 milyar, atau kurang lebih Rp 600 trilyun. Kemampuan pemerintah membayar cicilan utang LN antara Rp 15-20 triliun per tahun. Artinya, diperlukan 30-40 tahun lagi agar seluruh utang tersebut lunas. Ini pun dengan asumsi yang "muskil", yaitu pemerintah tidak wajib membayar bunga dan tidak menambah utang baru.
begitulah...
itu dua tahun lalu, dan sepertinya sampai sekarang kondisinya masih tetap sama, meskipun angkanya mungkin ada sedikit perubahan. Kita hidup dalam lilitan hutang rekan, dan sepertinya anak cucu kita juga bakalan seperti itu kalau kita semua tidak mengambil tindakan.
Hal lainnya yang terlintas di benak saya menjelang 17 Agustus ini adalah: Apakah kita memang bangsa yang telah bersatu? Merasa merdeka sebagai sebuah bangsa yang utuh? Sekali lagi saya juga meragukan itu.
Coba lihat rekan-rekan kita di Acheh dan Papua. Di Acheh misalnya, masih ada sebagian rakyat di sana yang merasa dijajah oleh bangsa jawa, jadi jangan heran kalau sampai sekarang GAM masih langgeng.
Mungkin ada sebagian bangsa Acheh yang merasakan apa yang dirasakan oleh sebagian bangsa kita waktu perang sama Belanda berpuluh-puluh tahun yang lalu: perasaan ditindas semena-mena.
Di Papua sama saja, mereka selama ini mungkin merasa terpinggirkan, kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat.
Padahal siapa yang tidak tahu kalau selama berpuluh-puluh tahun kekayaan alam di kedua daerah tersebut, Acheh dan Papua, telah diekploitasi besar-besaran oleh orang asing dengan campur tangan banyak dari pemerintah pusat.
Apalagi saya merasa bahwa keadaan bangsa kita sekarang ini, sebenarnya merupakan sebagian hasil dari sistim penjajahan diri sendiri, iya, kita dijajah sama bangsa kita sendiri, oleh sebagian golongan yang lebih mementingan kepentingan diri sendiri.
Jadi mungkin, sudah saatnya kita mempertingati kemerdekaan kita ini dengan mengheningkan cipta
bukan dengan upacara yang hingar bingar
sudah saatnya kita merenung
apakah bangsa kita ini benar merdeka
Sunday, August 14, 2005
soerabaja
very short trip ... buset deh, pergi Jum'at siang abis liputan, nyampe Jum'at maghrib. Sabtu pagi udah harus ciao lagi. (sorry salah minggu pagi ... udah diralat ya sayang ... hehehe)
Lion Air ... Gw pikir itu pelayannya brengsek. Kalo brengsek kenapa dipilih? Soalnya waktunya mepet ... Tapi ternyata nggak sebrengsek yang gw kira, cuman tetep aja jadwalnya agak ngaret, moga-moga menang undiannya ... hehehe
novotel ... bagus sih, apalagi menang anugrah dari Ikatan Arsitek Indonesia. Tapi tolong ya, itu tempatnya bisa digeser dikit nggak? Lumayan pegel dari pusat kota ternyata.
100 more channel television ... manja-in tangan dan ego lelaki buat maenin remote control. Kalo dirumah biasanya cuman 11, ini ada lebih dari 100 ... hohoho
tanggulangin ... beli tas titipan buat ibu, pergi cuman sekali naek elf, namun pulangnya itu lho ... sempet nyasar di sebuah terminal ... terminal apa ya?
ny bek ... bener nggak sih nulisnya? istri keukeuh mau dibeli-in oleh-oleh di toko ini. Kayanya di kawasan china-town-nya surabaya. Sempet agak shok juga buat nyarinya. Keingetan kata istri "itu toko lumayan terkenal deh, semua tukang beca sama sopir taksi juga tau." Giliran nanya tukang beca di terminal, pada bengong semua. Ada satu yang tau, udah bapak-bapak, yang jawabannya cukup mengagetkan: "toko kue ny bek? di jalan genteng? o itu sih di surabaya ... " Ya Amplop...emang gw sekarang lagi dimana sih?
parkir motor 24 jam ... ternyata oh ternyata, bukan cuman di jakarta aja yang motornya bejibun. Tapi di sana juga, malah sampe ada penitipan motor 24 jam di hampir setiap terminal atau stasiun.
Lion Air ... Gw pikir itu pelayannya brengsek. Kalo brengsek kenapa dipilih? Soalnya waktunya mepet ... Tapi ternyata nggak sebrengsek yang gw kira, cuman tetep aja jadwalnya agak ngaret, moga-moga menang undiannya ... hehehe
novotel ... bagus sih, apalagi menang anugrah dari Ikatan Arsitek Indonesia. Tapi tolong ya, itu tempatnya bisa digeser dikit nggak? Lumayan pegel dari pusat kota ternyata.
100 more channel television ... manja-in tangan dan ego lelaki buat maenin remote control. Kalo dirumah biasanya cuman 11, ini ada lebih dari 100 ... hohoho
tanggulangin ... beli tas titipan buat ibu, pergi cuman sekali naek elf, namun pulangnya itu lho ... sempet nyasar di sebuah terminal ... terminal apa ya?
ny bek ... bener nggak sih nulisnya? istri keukeuh mau dibeli-in oleh-oleh di toko ini. Kayanya di kawasan china-town-nya surabaya. Sempet agak shok juga buat nyarinya. Keingetan kata istri "itu toko lumayan terkenal deh, semua tukang beca sama sopir taksi juga tau." Giliran nanya tukang beca di terminal, pada bengong semua. Ada satu yang tau, udah bapak-bapak, yang jawabannya cukup mengagetkan: "toko kue ny bek? di jalan genteng? o itu sih di surabaya ... " Ya Amplop...emang gw sekarang lagi dimana sih?
parkir motor 24 jam ... ternyata oh ternyata, bukan cuman di jakarta aja yang motornya bejibun. Tapi di sana juga, malah sampe ada penitipan motor 24 jam di hampir setiap terminal atau stasiun.
Monday, August 08, 2005
lagu kebangsaan kota (or kabupaten...)
Salah satu yang saya suka dari bloghoping adalah bisa mengintip atau bahkan merasakan sesuatu yang belum pernah saya alamin. Misalnya hidup di negara lain.
Beberapa hari terakhir ini saya sepertinya bisa tau gimana rasanya tinggal di New York (thanks buat blognya loucee).
Pada saat yang bersamaan, saya juga iseng explore jaringan komputer di kantor dan menemukan lagu New York New York yang dinyanyi-in oleh Frank Sinatra. Some how saya ngerasa irama dari lagu New York New York itu bisa membuat theater of mind tentang New York. Suasananya dan semangatnya...
Saya jadi kepikiran mungkin sebaiknya seluruh kota di dunia punya lagu kebangsaannya sendiri. Tapi mungkin susah ya. Di Indonesia aja, kayanya nggak semua kota punya lagu kebangsaannya sendiri.
Yang paling terkenal, apalagi kalo bukan Yogyakarta yang dibawa-in sama KLA Project? Di lirik lagu itu juga kita bisa ngerasa-in suasananya Yogya: makanan lesehan sama kaki lima-nya. Walaupun secara keseluruhan tema lagu itu nggak ngegambarin kota Yogyakarta, tapi tetep aja suasanya kalo ngedenger lagu itu, saya langsung ngebayangin suasana Yogya yang nyantai, nyaman dan nyasri...asri maksudnya.
Selain Yogyakarta, sepertinya nggak ada lagi lagu tentang kota yang cukup populer. Dulu ada lagu tentang Jakarta, mungkin nge-pop sekitar tahun 80-an. Lenggak-lenggok Jakarta yang dinyanyi-in sama Andie Meriam Matalata (kalo nggak salah)
...
lenggak-lenggok Jakarta
bagai pinggul gadis remaja
...
tapi sekarang udah nggak terlalu banyak yang tau kali ya.
Dulu juga pernah ada lagu tentang Bandung, saya lupa judulnya apa, tapi kayanya nggak terlalu populer.
Jadi keingetan dulu ada lagu judulnya New York Rio Tokyo. Yang bisa ngebuat bingung yang ngedengernya; mau keingetan New York, Rio de Jenairo, atau Tokyo?
Tapi kalo mau inget New York sih, mendingan ngedengerin Frank aja...
...
New york, New York
I wanna wake up in the city
That never sleeps
And find I’m a number one,
Top of the list,
King of the hill, a number one
...
Beberapa hari terakhir ini saya sepertinya bisa tau gimana rasanya tinggal di New York (thanks buat blognya loucee).
Pada saat yang bersamaan, saya juga iseng explore jaringan komputer di kantor dan menemukan lagu New York New York yang dinyanyi-in oleh Frank Sinatra. Some how saya ngerasa irama dari lagu New York New York itu bisa membuat theater of mind tentang New York. Suasananya dan semangatnya...
Saya jadi kepikiran mungkin sebaiknya seluruh kota di dunia punya lagu kebangsaannya sendiri. Tapi mungkin susah ya. Di Indonesia aja, kayanya nggak semua kota punya lagu kebangsaannya sendiri.
Yang paling terkenal, apalagi kalo bukan Yogyakarta yang dibawa-in sama KLA Project? Di lirik lagu itu juga kita bisa ngerasa-in suasananya Yogya: makanan lesehan sama kaki lima-nya. Walaupun secara keseluruhan tema lagu itu nggak ngegambarin kota Yogyakarta, tapi tetep aja suasanya kalo ngedenger lagu itu, saya langsung ngebayangin suasana Yogya yang nyantai, nyaman dan nyasri...asri maksudnya.
Selain Yogyakarta, sepertinya nggak ada lagi lagu tentang kota yang cukup populer. Dulu ada lagu tentang Jakarta, mungkin nge-pop sekitar tahun 80-an. Lenggak-lenggok Jakarta yang dinyanyi-in sama Andie Meriam Matalata (kalo nggak salah)
...
lenggak-lenggok Jakarta
bagai pinggul gadis remaja
...
tapi sekarang udah nggak terlalu banyak yang tau kali ya.
Dulu juga pernah ada lagu tentang Bandung, saya lupa judulnya apa, tapi kayanya nggak terlalu populer.
Jadi keingetan dulu ada lagu judulnya New York Rio Tokyo. Yang bisa ngebuat bingung yang ngedengernya; mau keingetan New York, Rio de Jenairo, atau Tokyo?
Tapi kalo mau inget New York sih, mendingan ngedengerin Frank aja...
...
New york, New York
I wanna wake up in the city
That never sleeps
And find I’m a number one,
Top of the list,
King of the hill, a number one
...
Thursday, August 04, 2005
indonesiana I
Salah satu keuntungan (atau kerugian ya?) menjadi seorang wartawan adalah: 'mata' kita seakan dibuka untuk melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi di Indonesia, yang seringkali membuat saya miris.
Seperti pengalaman sore tadi pada satu wawancara dengan seorang direksi di BUMN, PT Permodalan Nasional Madani, salah satu pernyataan off the record-nya adalah kepedulian orang asing terhadap potensi sumber daya kita yang lebih tinggi daripada orang indonesia itu sendiri.
Pernyataan itu menjadi off the record karena dia mengutip salah satu pejabat pemerintah yang mengindikasikan hal itu, ketidak-peduliannya terhadap potensi nasional.
Coba hitung berapa potensi sumber daya kita yang sudah mulai 'diambil' oleh orang asing ....
jawabannya mungkin sama seperti jawaban teman saya waktu ditanya: berapa seratus lima puluh dua juta tiga ratus enam puluh dua dikali empat puluh ribu dua ratus lima puluh dua?
....
pokoknya banyak
Bahkan untuk hal yang sederhana pun, orang asing lebih perduli. Contohnya adalah hak paten untuk pembuatan tahu di dunia internasional, itu ternyata dipegang oleh Jepang.
Makanya jangan heran, kalau meskipun punya banyak lahan minyak, jadi anggota OPEC (negara-negara pengekspor minyak), tapi ternyata harga BBM di sini mahal, malah kita juga harus mengimpor BBM.
Seperti pengalaman sore tadi pada satu wawancara dengan seorang direksi di BUMN, PT Permodalan Nasional Madani, salah satu pernyataan off the record-nya adalah kepedulian orang asing terhadap potensi sumber daya kita yang lebih tinggi daripada orang indonesia itu sendiri.
Pernyataan itu menjadi off the record karena dia mengutip salah satu pejabat pemerintah yang mengindikasikan hal itu, ketidak-peduliannya terhadap potensi nasional.
Coba hitung berapa potensi sumber daya kita yang sudah mulai 'diambil' oleh orang asing ....
jawabannya mungkin sama seperti jawaban teman saya waktu ditanya: berapa seratus lima puluh dua juta tiga ratus enam puluh dua dikali empat puluh ribu dua ratus lima puluh dua?
....
pokoknya banyak
Bahkan untuk hal yang sederhana pun, orang asing lebih perduli. Contohnya adalah hak paten untuk pembuatan tahu di dunia internasional, itu ternyata dipegang oleh Jepang.
Makanya jangan heran, kalau meskipun punya banyak lahan minyak, jadi anggota OPEC (negara-negara pengekspor minyak), tapi ternyata harga BBM di sini mahal, malah kita juga harus mengimpor BBM.
Thursday, July 28, 2005
Our Pantry
Terletak di pojok gedung, ruangan berukuran dua kali enam meter itu seringkali jadi tempat pelarian teman-teman ketika jenuh bekerja. Sebagian teman di kantor 'absen' di sana untuk makan; entah makan siang, malam atau sekedar camilan; merokok sambil ngopi, atau mungkin sambil main catur.
Tempat itu juga sering dijadikan ruang diskusi, meskipun tidak memadai. Coba bayangkan luas ruangan yang setara dengan bagian belakang box mobil yang disesaki enam orang, belum lagi dua meja dan empat kursi yang membuat penuh ruangan.
Tapi ruangan itu tetap menjadi ruangan favorit.
Berbagai macam isu bisa dibahas di sini: mulai dari gerakan hemat BBM, GAM, sampai revaluansi yuan. Yang juga tidak ketinggalan adalah isu-isu kantor yang sedang menghangat (untuk yang ini saya tidak bisa bercerita lebih banyak karena jangan-jangan nanti dituduh 'membocorkan rahasia perusahaan').
Tapi buat saya pribadi, ada hal lainnya yang saya suka dari pantry kantor kami. Sambil makan siang atau ngobrol-ngobrol, saya bisa menikmati pemandangan di luar. Kebetulan kami menempati lantai tujuh dari delapan lantai yang ada di gedung kami. Ditambah belum begitu banyaknya gedung bertingkat di sekitar gedung kantor kami.
Kalau malam, kita bisa menikmati pemandangan city light, lampu gedung-gedung di kejauhan, pancaran sinar mobil yang bergerak, orang yang lalu lalang and so on.
Beberapa bulan yang lalu, kami sempat menikmati permainan lampu malam yang dipasang di Mayapada Tower. Tapi sekarang lampu malam di gedung itu sudah tidak dinyalakan lagi, mungkin mengikuti anjuran pemerintah untuk berhemat energi.
Kalau siang....
yah kalau sedang makan siang di pantry, saya sering sekali disuguhi pemandangan iringan orang-orang dan kendaraan bermotor, yang mengiringi jenazah.
Iya...jenazah.
Soalnya gedung kami dikelilingi oleh TPU Karet Tengsin.
NB: ini tulisan narasi bukan ya? soalnya menjelang perubahan di tempat saya bekerja, penulisan berita harus menggunakan teknik narasi. Lebih enak dibaca katanya.
Tempat itu juga sering dijadikan ruang diskusi, meskipun tidak memadai. Coba bayangkan luas ruangan yang setara dengan bagian belakang box mobil yang disesaki enam orang, belum lagi dua meja dan empat kursi yang membuat penuh ruangan.
Tapi ruangan itu tetap menjadi ruangan favorit.
Berbagai macam isu bisa dibahas di sini: mulai dari gerakan hemat BBM, GAM, sampai revaluansi yuan. Yang juga tidak ketinggalan adalah isu-isu kantor yang sedang menghangat (untuk yang ini saya tidak bisa bercerita lebih banyak karena jangan-jangan nanti dituduh 'membocorkan rahasia perusahaan').
Tapi buat saya pribadi, ada hal lainnya yang saya suka dari pantry kantor kami. Sambil makan siang atau ngobrol-ngobrol, saya bisa menikmati pemandangan di luar. Kebetulan kami menempati lantai tujuh dari delapan lantai yang ada di gedung kami. Ditambah belum begitu banyaknya gedung bertingkat di sekitar gedung kantor kami.
Kalau malam, kita bisa menikmati pemandangan city light, lampu gedung-gedung di kejauhan, pancaran sinar mobil yang bergerak, orang yang lalu lalang and so on.
Beberapa bulan yang lalu, kami sempat menikmati permainan lampu malam yang dipasang di Mayapada Tower. Tapi sekarang lampu malam di gedung itu sudah tidak dinyalakan lagi, mungkin mengikuti anjuran pemerintah untuk berhemat energi.
Kalau siang....
yah kalau sedang makan siang di pantry, saya sering sekali disuguhi pemandangan iringan orang-orang dan kendaraan bermotor, yang mengiringi jenazah.
Iya...jenazah.
Soalnya gedung kami dikelilingi oleh TPU Karet Tengsin.
NB: ini tulisan narasi bukan ya? soalnya menjelang perubahan di tempat saya bekerja, penulisan berita harus menggunakan teknik narasi. Lebih enak dibaca katanya.
Monday, July 18, 2005
wartawan vs penulis
"...wartawan itu bukan penulis..."
itu kata istri saya, yang juga berprofesi sebagai kuli tinta.
Kalau ditelaah lebih lanjut, mungkin wartawan adalah proses untuk menjadi penulis yang baik. Atau sebaliknya ya?
Buat saya, penulis yang baik adalah orang yang dapat menjembatani ide dengan baik antara dia dengan para pembaca, penulis yang baik adalah orang yang mampu merangkai kata dan kalimat untuk memikat pembaca membaca tulisannya hingga tuntas.
Dan disinilah keterbatasan wartawan.
Bre Redana pernah bilang: "...Saya ini cuma pengrajin tulisan saja, semua tulisan saya kerjakan dalam waktu singkat sesuai permintaan..." (Pantau Tahun III Nomor 026 Juni 2002)
Wah...bahkan seorang Bre Redana pun bilang seperti itu. Bre Redana adalah seorang wartawan senior di Harian Kompas, biasanya meliput sekitar masalah sosial budaya.
Bagaimanapun juga, seorang wartawan selalu dibatasi oleh institusi dimana dia bekerja dalam melakukan proses penulisan. Dan bagi saya pribadi, terkadang hal ini bisa membuat mood menulis saya hilang.. Sedangkan kalau penulis, nulis apa aja sepertinya boleh.
Tapi mungkin itu hanya di Indonesia, sebuah negara anomali.
Pernah iseng-iseng baca media cetak terbitan luar negeri? Time, Newsweek, Bussiness Times, atau yang lain?
Despite my lack of english, kenapa ya saya selalu ngerasa gaya tulisan mereka itu sepertinya lebih enak dibaca? Membaca tulisan-tulisan media cetak asing sepertinya mendengarkan seseorang bercerita.
Waktu pelatihan penulisan kemarin, pelatih kami sempat berujar: "kalau mau menulis bagus, jangan menggunakan kaidah bahasa indonesia..." (kira-kira seperti itu...)
Nah lho...terus kita pake apa dong?
...
...
...
Masih inget dulu waktu kita SD sampe SMA dijejali pemikiran bahwa kalimat yang bagus adalah kalimat yang berstruktur SPOK-Subyek, Predikat, Obyek, dan Keterangan-?
Di situ awal permasalahannya, kalimat berstruktur SPOK yang baku tidak pernah kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari.
Jadi deh buku-buku non-fiksi karya penulis di Indonesia nggak begitu laku, karena nggak enak dibaca, karena bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa keseharian kita.
Jadi deh tingkat konsumsi buku di Indonesia jauh lebih rendah kalau dibandingkan dengan negara-negara lain.
well, banyak akibatnya deh...
Satu hal yang saya inget dari pelatihan itu juga...bahasa itu ganas lho
itu kata istri saya, yang juga berprofesi sebagai kuli tinta.
Kalau ditelaah lebih lanjut, mungkin wartawan adalah proses untuk menjadi penulis yang baik. Atau sebaliknya ya?
Buat saya, penulis yang baik adalah orang yang dapat menjembatani ide dengan baik antara dia dengan para pembaca, penulis yang baik adalah orang yang mampu merangkai kata dan kalimat untuk memikat pembaca membaca tulisannya hingga tuntas.
Dan disinilah keterbatasan wartawan.
Bre Redana pernah bilang: "...Saya ini cuma pengrajin tulisan saja, semua tulisan saya kerjakan dalam waktu singkat sesuai permintaan..." (Pantau Tahun III Nomor 026 Juni 2002)
Wah...bahkan seorang Bre Redana pun bilang seperti itu. Bre Redana adalah seorang wartawan senior di Harian Kompas, biasanya meliput sekitar masalah sosial budaya.
Bagaimanapun juga, seorang wartawan selalu dibatasi oleh institusi dimana dia bekerja dalam melakukan proses penulisan. Dan bagi saya pribadi, terkadang hal ini bisa membuat mood menulis saya hilang.. Sedangkan kalau penulis, nulis apa aja sepertinya boleh.
Tapi mungkin itu hanya di Indonesia, sebuah negara anomali.
Pernah iseng-iseng baca media cetak terbitan luar negeri? Time, Newsweek, Bussiness Times, atau yang lain?
Despite my lack of english, kenapa ya saya selalu ngerasa gaya tulisan mereka itu sepertinya lebih enak dibaca? Membaca tulisan-tulisan media cetak asing sepertinya mendengarkan seseorang bercerita.
Waktu pelatihan penulisan kemarin, pelatih kami sempat berujar: "kalau mau menulis bagus, jangan menggunakan kaidah bahasa indonesia..." (kira-kira seperti itu...)
Nah lho...terus kita pake apa dong?
...
...
...
Masih inget dulu waktu kita SD sampe SMA dijejali pemikiran bahwa kalimat yang bagus adalah kalimat yang berstruktur SPOK-Subyek, Predikat, Obyek, dan Keterangan-?
Di situ awal permasalahannya, kalimat berstruktur SPOK yang baku tidak pernah kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari.
Jadi deh buku-buku non-fiksi karya penulis di Indonesia nggak begitu laku, karena nggak enak dibaca, karena bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa keseharian kita.
Jadi deh tingkat konsumsi buku di Indonesia jauh lebih rendah kalau dibandingkan dengan negara-negara lain.
well, banyak akibatnya deh...
Satu hal yang saya inget dari pelatihan itu juga...bahasa itu ganas lho
Wednesday, July 13, 2005
bulletproof president
Mungkin udah saatnya sekarang kita punya bulletproof president...
Yah, kadang-kadang untuk memenuhi panggilan tugas, saya harus meliput acara yang dihadiri oleh RI-1 alias presiden. Dan terus terang aja saya suka males datang.
Biangnya adalah Paspampres, nggak tau kenapa saya selalu ngerasa dihalang-halangi buat menunaikan tugas peliputan oleh mereka. Sistim keamanannya terlalu berbelit.
Kaya liputan beberapa hari yang lalu, saya 'dipaksa' jalan hampir sekitar dua kilometer buat mengambil jalan memutar biar bisa masuk area acara yang dibuka sama presiden. Padahal disana ada pintu gerbang yang tinggal dibuka, tapi karena alasan keamanan jadi terpaksa deh olahraga dulu.
Belum lagi razia peralatan liputan, dalam hal ini tas ransel yang saya bawa. Saya jadi keingetan pas SMP atau SMA dulu kalo ada razia tas. Ternyata setelah kerja juga harus kena razia tas...
Pengamanan sih pengamanan .... tapi kok ya kayanya malah ngeribetin orang laen ya?
Jadi ya itu tadi.... mungkin udah saatnya kita punya bulletproof president.
Kebayang nggak sih? Nanti kalo ada kunjungan-kunjungan kenegaraan, nggak ada tuh yang namanya pengawalan ekstra ketat, sterilisasi tempat, atau yang lainnya. Presiden tinggal datang sendirian, sama mungkin sekitar dua paspampres yang kelihatan...
keliatannya sakti aja gitu. Saya pengen banget punya presiden sakti...
Yah, kadang-kadang untuk memenuhi panggilan tugas, saya harus meliput acara yang dihadiri oleh RI-1 alias presiden. Dan terus terang aja saya suka males datang.
Biangnya adalah Paspampres, nggak tau kenapa saya selalu ngerasa dihalang-halangi buat menunaikan tugas peliputan oleh mereka. Sistim keamanannya terlalu berbelit.
Kaya liputan beberapa hari yang lalu, saya 'dipaksa' jalan hampir sekitar dua kilometer buat mengambil jalan memutar biar bisa masuk area acara yang dibuka sama presiden. Padahal disana ada pintu gerbang yang tinggal dibuka, tapi karena alasan keamanan jadi terpaksa deh olahraga dulu.
Belum lagi razia peralatan liputan, dalam hal ini tas ransel yang saya bawa. Saya jadi keingetan pas SMP atau SMA dulu kalo ada razia tas. Ternyata setelah kerja juga harus kena razia tas...
Pengamanan sih pengamanan .... tapi kok ya kayanya malah ngeribetin orang laen ya?
Jadi ya itu tadi.... mungkin udah saatnya kita punya bulletproof president.
Kebayang nggak sih? Nanti kalo ada kunjungan-kunjungan kenegaraan, nggak ada tuh yang namanya pengawalan ekstra ketat, sterilisasi tempat, atau yang lainnya. Presiden tinggal datang sendirian, sama mungkin sekitar dua paspampres yang kelihatan...
keliatannya sakti aja gitu. Saya pengen banget punya presiden sakti...
Tuesday, July 05, 2005
batuk pilek
Sudah seminggu terakhir ini saya kena batuk pilek, panduan yang paling manjur untuk alasan bolos kerja dari kantor, tapi berhubung di kantor kebetulan ada bos lagi yang cuti, terus redaktur muda-nya juga baru, jadilah saya berusaha untuk masuk kantor.
Lumayan ribet juga, apalagi kalo keingetan omongan nenek tadi pagi yang baru juga ampir kena pilek. "Rasanya seperti digebukin orang sekampung ya kalo mau kena flu ....".
Sebenernya sih dulu pas masih nge-kos, ada obat yang lumayan manjur buat menangkis dynamic duo ini: kalau udah kerasa mau flu atau pilek (itu biasanya ditandai dengan kepala agak pusing dan tenggorokan agak gatel), pulang dari kantor biasanya saya mampir di warung jamu langganan, pesen telor ayam kampung setengah mateng dua, dan jangan lupa 'penutup'-nya berupa air perasan jeruk nipis yang masih hangat (gratis lho) .... mmmm ....
Pulang ke kos bisa langsung tidur aja.
Tapi sekarang nggak bisa kaya begitu karena: pertama udah nggak kos lagi, kedua kantor sama tempat tinggal udah pindah, dan ketiga nggak ada warung jamu yang sepertinya 'memadai' seperti di pasar slipi.
Jadi, selama hampir seminggu terakhir ini, perjuangan melawan flu ditemani jeruk pontianak dan sesekali minum obat batuk hitam yang ternyata nggak begitu ngaruh. Akhir minggu lalu, temen di kantor nyaranin saya buat mampir di warung soto. Minta jeruk nipis ke mereka, peres itu jeruk, trus airnya dicampur kecap, baru diminum, manjur lho. Itu promosinya.
Nenek saya ngasih tau resep yang lebih ajaib: bakar dulu jeruknya sampe gosong, udah gitu diperes, campur kecap, baru diminum. Jeruknya jangan terlalu banyak, secukupnya aja, minimal dua biji.
Iseng-iseng saya nyoba resep itu (setelah dipaksa sebenernya sih ...). Syukur deh kayanya udah mulai berkurang batuknya sekarang. Rasa resep itu juga nggak terlalu parah, enak malah, kaya sate kambing (kalo ditambahin potongan kecil daging kambing yang ikut dibakar sama jeruk, trus dicampur kecap .....)
Lumayan ribet juga, apalagi kalo keingetan omongan nenek tadi pagi yang baru juga ampir kena pilek. "Rasanya seperti digebukin orang sekampung ya kalo mau kena flu ....".
Sebenernya sih dulu pas masih nge-kos, ada obat yang lumayan manjur buat menangkis dynamic duo ini: kalau udah kerasa mau flu atau pilek (itu biasanya ditandai dengan kepala agak pusing dan tenggorokan agak gatel), pulang dari kantor biasanya saya mampir di warung jamu langganan, pesen telor ayam kampung setengah mateng dua, dan jangan lupa 'penutup'-nya berupa air perasan jeruk nipis yang masih hangat (gratis lho) .... mmmm ....
Pulang ke kos bisa langsung tidur aja.
Tapi sekarang nggak bisa kaya begitu karena: pertama udah nggak kos lagi, kedua kantor sama tempat tinggal udah pindah, dan ketiga nggak ada warung jamu yang sepertinya 'memadai' seperti di pasar slipi.
Jadi, selama hampir seminggu terakhir ini, perjuangan melawan flu ditemani jeruk pontianak dan sesekali minum obat batuk hitam yang ternyata nggak begitu ngaruh. Akhir minggu lalu, temen di kantor nyaranin saya buat mampir di warung soto. Minta jeruk nipis ke mereka, peres itu jeruk, trus airnya dicampur kecap, baru diminum, manjur lho. Itu promosinya.
Nenek saya ngasih tau resep yang lebih ajaib: bakar dulu jeruknya sampe gosong, udah gitu diperes, campur kecap, baru diminum. Jeruknya jangan terlalu banyak, secukupnya aja, minimal dua biji.
Iseng-iseng saya nyoba resep itu (setelah dipaksa sebenernya sih ...). Syukur deh kayanya udah mulai berkurang batuknya sekarang. Rasa resep itu juga nggak terlalu parah, enak malah, kaya sate kambing (kalo ditambahin potongan kecil daging kambing yang ikut dibakar sama jeruk, trus dicampur kecap .....)
Sunday, July 03, 2005
First Anniversary
gw: Jadi kenapa dulu bilang iya?
dia: Mmmmmm .... sebenarnye gambling aja dulu, pdkt-nya kan belum terlalu lama
gw: Tapi kok milih 'iya'?
dia: Iya soalnya pas pdkt kelihatannya baek-bake aja .... ( something cross on my mind .... emang ada ya pdkt yang nggak 'baek-baek aja'? ...... hehehe )
......
gw: jadi udah setahun nih?
dia: iya
gw: alhamdulillah
dia: Mmmmmm .... sebenarnye gambling aja dulu, pdkt-nya kan belum terlalu lama
gw: Tapi kok milih 'iya'?
dia: Iya soalnya pas pdkt kelihatannya baek-bake aja .... ( something cross on my mind .... emang ada ya pdkt yang nggak 'baek-baek aja'? ...... hehehe )
......
gw: jadi udah setahun nih?
dia: iya
gw: alhamdulillah
Tuesday, June 28, 2005
sms
"iya nek..."
"bla bla bla...."
"he-eh..."
saat itu saya lagi ditelepon nenek saya, dia lagi ada di Bandung sekarang. Udah lumayan lama sih, sejak pertengahan bulan ini.
lucky for me and my honey....nggak ada yang cerewet....hehehehe
tiba-tiba ada sms masuk, saya biarin dulu nanti aja saya liat abis telepon ini...
nggak tau kenapa, pas mau ngeliat sms, ternyata hape saya nge-hang...buset deh, kenapa ya? padahal memori SMS-nya belum terlalu penuh. Hang nggak bisa diapa-apain pas waktu milih milih inbox...
setelah sekitar satu-menitan, baru deh bisa dibuka dan ternyata
whoaa....masa Presiden RI ngirim sms sih? Karena seinget saya, saya nggak nyimpen memori nomor hape dia. Isinya apa ya?
Stop penyalahgunaan dan kejahatan Narkoba sekarang. Mari kita selamatkan dan bangun bangsa kita, menjadi bangsa yang sehat, cerdas, dan maju.
....
langsung saya tereak....
"EH MASA GW DAPET SMS DARI PRESIDEN"
"basi banget deh lo...." atta ngebales dari kubus sebelah.
Sebenernya pengen banget nge-reply.
Pak, thanks banget sms-nya
saya dukung penuh
lagian kayanya saya bukan pemakai deh
tapi plis pak
kalo sms bapak ngebuat hape saya hang
jangan kirim lagi ya
saya mau ganti hape dulu kalo bapak mau kirim
atau bapak mau ngasih saya hape baru?
"bla bla bla...."
"he-eh..."
saat itu saya lagi ditelepon nenek saya, dia lagi ada di Bandung sekarang. Udah lumayan lama sih, sejak pertengahan bulan ini.
lucky for me and my honey....nggak ada yang cerewet....hehehehe
tiba-tiba ada sms masuk, saya biarin dulu nanti aja saya liat abis telepon ini...
nggak tau kenapa, pas mau ngeliat sms, ternyata hape saya nge-hang...buset deh, kenapa ya? padahal memori SMS-nya belum terlalu penuh. Hang nggak bisa diapa-apain pas waktu milih milih inbox...
setelah sekitar satu-menitan, baru deh bisa dibuka dan ternyata
whoaa....masa Presiden RI ngirim sms sih? Karena seinget saya, saya nggak nyimpen memori nomor hape dia. Isinya apa ya?
Stop penyalahgunaan dan kejahatan Narkoba sekarang. Mari kita selamatkan dan bangun bangsa kita, menjadi bangsa yang sehat, cerdas, dan maju.
....
langsung saya tereak....
"EH MASA GW DAPET SMS DARI PRESIDEN"
"basi banget deh lo...." atta ngebales dari kubus sebelah.
Sebenernya pengen banget nge-reply.
Pak, thanks banget sms-nya
saya dukung penuh
lagian kayanya saya bukan pemakai deh
tapi plis pak
kalo sms bapak ngebuat hape saya hang
jangan kirim lagi ya
saya mau ganti hape dulu kalo bapak mau kirim
atau bapak mau ngasih saya hape baru?
Monday, June 20, 2005
dee
dee
waktu saya pertama kali ngebuka-buka halaman di buku kamu yang terbaru, petir, saya langsung punya pikiran "ih nggak banget deh....kok bahasanya gini banget sih?"
tapi kemaren, waktu saya abis baca bourne identity (again and again...), nggak tau kenapa saya jadi pengen ngebuka-buka lagi petir, langsung saya nyadar kalo yang saya buka dulu itu adalah kata pengantar petir dan bukan langsung ceritanya...kok jadi ngerasa bego gini sih?
dari dulu, saya emang nggak terlalu suka baca-baca kata pengantar atau hal-hal seperti itu; sekapur sirih, tajuk rencana, pokoknya hal-hal seperti itu deh. Kayanya bahasanya nggak kena aja sama saya. Tapi sejujurnya sih, kata pengantar di buku kamu yang pertama itu (cetakan yang ke berapa ya? kelima?) nggak saya lewatin buat dibaca sampe abis, bahasanya enak sih.
jadi...don't judge the book by the introduction
anyway
saya ngabisin baca buku itu sekitar empat hari-an, maklum lah, menjelang week-end gitu lho, jadi punya lumayan banyak waktu (padahal sih sebenernya pengen dulu-duluan baca bukunya paulo coelho; di tepi sungai piedra aku duduk dan tersedu...hehehe...halo sayang....)
well dee
kenapa ya dua buku terakhir kamu ngebuat saya berpikiran: "ini buku kurang halamannya ya?" waktu saya abis baca buku itu? nge-gantung gitu lho. Agak beda sama buku pertama kamu. yang akar dulu juga gitu kan, cerita tentang bodhi-nya nge-gantung banget, trus yang sekarang, elektra-nya juga gitu.
Banyak yang bilang kalo buku kamu yang terakhir ini 'elo banget dee', kamu memasukan cukup banyak kadar 'kamu' ke dalam tokoh elektra. wah kalo saya sih nggak sedalem itu penilaiannya. buat saya sih, buku kamu enak dibaca, tapi itu ya tadi: kok nge-gantung sih?
Usul nih dee, di buku yang pertama kan salah satu latar belakangnya adalah komunikasi via internet: lewat email sama chatting, yang kedua...saya lupa lagi, yang ketiga juga berbau internet: email sama friendster, gimana kalo yang keempat salah satu latarnya adalah blog
iya blog
kan keren tuh
nanti tokoh utamanya saya
hehehe
waktu saya pertama kali ngebuka-buka halaman di buku kamu yang terbaru, petir, saya langsung punya pikiran "ih nggak banget deh....kok bahasanya gini banget sih?"
tapi kemaren, waktu saya abis baca bourne identity (again and again...), nggak tau kenapa saya jadi pengen ngebuka-buka lagi petir, langsung saya nyadar kalo yang saya buka dulu itu adalah kata pengantar petir dan bukan langsung ceritanya...kok jadi ngerasa bego gini sih?
dari dulu, saya emang nggak terlalu suka baca-baca kata pengantar atau hal-hal seperti itu; sekapur sirih, tajuk rencana, pokoknya hal-hal seperti itu deh. Kayanya bahasanya nggak kena aja sama saya. Tapi sejujurnya sih, kata pengantar di buku kamu yang pertama itu (cetakan yang ke berapa ya? kelima?) nggak saya lewatin buat dibaca sampe abis, bahasanya enak sih.
jadi...don't judge the book by the introduction
anyway
saya ngabisin baca buku itu sekitar empat hari-an, maklum lah, menjelang week-end gitu lho, jadi punya lumayan banyak waktu (padahal sih sebenernya pengen dulu-duluan baca bukunya paulo coelho; di tepi sungai piedra aku duduk dan tersedu...hehehe...halo sayang....)
well dee
kenapa ya dua buku terakhir kamu ngebuat saya berpikiran: "ini buku kurang halamannya ya?" waktu saya abis baca buku itu? nge-gantung gitu lho. Agak beda sama buku pertama kamu. yang akar dulu juga gitu kan, cerita tentang bodhi-nya nge-gantung banget, trus yang sekarang, elektra-nya juga gitu.
Banyak yang bilang kalo buku kamu yang terakhir ini 'elo banget dee', kamu memasukan cukup banyak kadar 'kamu' ke dalam tokoh elektra. wah kalo saya sih nggak sedalem itu penilaiannya. buat saya sih, buku kamu enak dibaca, tapi itu ya tadi: kok nge-gantung sih?
Usul nih dee, di buku yang pertama kan salah satu latar belakangnya adalah komunikasi via internet: lewat email sama chatting, yang kedua...saya lupa lagi, yang ketiga juga berbau internet: email sama friendster, gimana kalo yang keempat salah satu latarnya adalah blog
iya blog
kan keren tuh
nanti tokoh utamanya saya
hehehe
Tuesday, June 14, 2005
trial by press
Setelah berbulan-bulan masa persidangan, akhirnya King of Pop Michael Jackson dibebaskan dari segala tuduhan yang hampir menyeret dia untuk mendekam selama 20 tahun di penjara.
Nggak tau kenapa saya ngerasa ini salah satu contoh kasus trial by press. Terlepas dari kebenaran apakah Jacko ini memang melakukan pelecehan seksual atau tidak. Saya jadi teringat kasusnya O.J. Simpsons hampir sepuluh tahun yang lalu.
Disadari atau nggak, media pers punya kekuasaan untuk membentuk opini publik. Hal yang salah bisa jadi bener, dan yang bener bisa jadi salah. Terlebih di negara seperti di Indonesia...
Dulu itu salah satu impian saya, kerja di sebuah industri yang mampu mempengaruhi pendapatan dan pikiran banyak orang. Tapi ternyata di industri media sendiri terkadang bingung untuk menentukan pilihan, pilihan untuk membentuk opini masyarakat, karena terlalu banyaknya kepentingan.
Nggak tau kenapa saya ngerasa ini salah satu contoh kasus trial by press. Terlepas dari kebenaran apakah Jacko ini memang melakukan pelecehan seksual atau tidak. Saya jadi teringat kasusnya O.J. Simpsons hampir sepuluh tahun yang lalu.
Disadari atau nggak, media pers punya kekuasaan untuk membentuk opini publik. Hal yang salah bisa jadi bener, dan yang bener bisa jadi salah. Terlebih di negara seperti di Indonesia...
Dulu itu salah satu impian saya, kerja di sebuah industri yang mampu mempengaruhi pendapatan dan pikiran banyak orang. Tapi ternyata di industri media sendiri terkadang bingung untuk menentukan pilihan, pilihan untuk membentuk opini masyarakat, karena terlalu banyaknya kepentingan.
Wednesday, June 08, 2005
skenario
.....
gw: jalan kehidupan itu emang nggak bisa diduga ya...
istri: iya dong
gw: ada jalan pintas nggak ya?
istri: yeeeee
gw: .....
istri: .....
gw: seandainya kita bisa tahu skenario jalan kehidupan....
istri: nanti nggak seru dong
gw: iya ya....
gw: jalan kehidupan itu emang nggak bisa diduga ya...
istri: iya dong
gw: ada jalan pintas nggak ya?
istri: yeeeee
gw: .....
istri: .....
gw: seandainya kita bisa tahu skenario jalan kehidupan....
istri: nanti nggak seru dong
gw: iya ya....
Thursday, June 02, 2005
across the stars
....
we did half way
across the sky
....
tiba-tiba aja lirik itu begitu mengena buat saya
iya sayang....
....
we did half way
across the sky
....
we did half way
across the sky
....
tiba-tiba aja lirik itu begitu mengena buat saya
iya sayang....
....
we did half way
across the sky
....
Wednesday, May 18, 2005
nenek
nenek bisa menjelma menjadi buku harian tua kita yang jarang kita buka, yang bisa menampilkan kenangan yang paling dalam dan terkadang terselip dalam ingatan
yah
sejak tinggal sama nenek setelah menikah lebih dari sebulan lalu, ingatan saya sering kali di refresh lagi tentang hal-hal yang dulu sering saya lakukan waktu saya ngobrol dengan nenek saya. Bukan hanya saya saja, kenangan tentang kakak saya dan adik-adik saya juga sering terlontar dari ucapan nenek saya.
Kakak saya misalnya, pernah ngebuat repot Nenek saya dan anaknya malam hari hanya karena ingin mendengarkan kaset lagu anak-anak Chica Koeswoyo...duuuhhh. Akhirnya malam itu juga mereka pergi untuk mencari kaset Chica Koeswoyo dan berhasil beli di daerah Senen....Chica Koeswoyo...jaman dulu banget nggak sih?
Adik saya yang sekarang sudah kerja sebagai akuntan....dulu sering ngebuat bete gara-gara masih suka ngompol, nggak perduli kalau kain sprei baru aja diganti. Pernah suatu saat, saya kasihan juga ngeliat dia ketakutan gara-gara ngompol. Yang tadinya mau ngetawa-in jadi nggak tega waktu ngeliat anak sekecil dia (waktu itu) buru-buru nyabut kain sprei yang gede banget dibandingin badannya, trus nyoba buat nyuci sprei itu sendiri...huhuhu
Adik saya yang paling kecil juga punya kenangan di benak nenek saya: BADUNG BANGET.
Hobi dia: maen perosoton di pegangan tangga yang lumayan curam. Mending kalo tangganya landai, mending kalo tangganya nggak berkelok....
nenek: "Kamu kaya monyet ya......"
dia :"ya nggak apa-apa sih...daripada kaya manusia kan?"
nenek: "ntar kalo lehernya patah gimana?....."
dia: "ya di jait aja sama ene'....kan ada mesin jait diatas..."
....
Saya juga sering banget dianggap badung....dulu kalau nenek bepergian, saya pasti diajak. Soalnya kalau ditinggal sama pembantu di rumah, yang ada pas nenek pulang, pembantu pasti lagi nangis gara-gara saya yang nggak bisa dilarang: loncat-loncat di atas kap mobil, ngaduk-ngaduk aquarium, ngacak-ngacak rumah....buset deh...
Kadang-kadang, waktu saya lagi ngobrol ngalor-ngidul sama nenek saya, sering terlintas pikiran bahwa nenek memang hanya butuh teman ngobrol, ngobrol apa aja...
karena sepertinya itu lebih baik daripada menikmati kesendirian
yah
sejak tinggal sama nenek setelah menikah lebih dari sebulan lalu, ingatan saya sering kali di refresh lagi tentang hal-hal yang dulu sering saya lakukan waktu saya ngobrol dengan nenek saya. Bukan hanya saya saja, kenangan tentang kakak saya dan adik-adik saya juga sering terlontar dari ucapan nenek saya.
Kakak saya misalnya, pernah ngebuat repot Nenek saya dan anaknya malam hari hanya karena ingin mendengarkan kaset lagu anak-anak Chica Koeswoyo...duuuhhh. Akhirnya malam itu juga mereka pergi untuk mencari kaset Chica Koeswoyo dan berhasil beli di daerah Senen....Chica Koeswoyo...jaman dulu banget nggak sih?
Adik saya yang sekarang sudah kerja sebagai akuntan....dulu sering ngebuat bete gara-gara masih suka ngompol, nggak perduli kalau kain sprei baru aja diganti. Pernah suatu saat, saya kasihan juga ngeliat dia ketakutan gara-gara ngompol. Yang tadinya mau ngetawa-in jadi nggak tega waktu ngeliat anak sekecil dia (waktu itu) buru-buru nyabut kain sprei yang gede banget dibandingin badannya, trus nyoba buat nyuci sprei itu sendiri...huhuhu
Adik saya yang paling kecil juga punya kenangan di benak nenek saya: BADUNG BANGET.
Hobi dia: maen perosoton di pegangan tangga yang lumayan curam. Mending kalo tangganya landai, mending kalo tangganya nggak berkelok....
nenek: "Kamu kaya monyet ya......"
dia :"ya nggak apa-apa sih...daripada kaya manusia kan?"
nenek: "ntar kalo lehernya patah gimana?....."
dia: "ya di jait aja sama ene'....kan ada mesin jait diatas..."
....
Saya juga sering banget dianggap badung....dulu kalau nenek bepergian, saya pasti diajak. Soalnya kalau ditinggal sama pembantu di rumah, yang ada pas nenek pulang, pembantu pasti lagi nangis gara-gara saya yang nggak bisa dilarang: loncat-loncat di atas kap mobil, ngaduk-ngaduk aquarium, ngacak-ngacak rumah....buset deh...
Kadang-kadang, waktu saya lagi ngobrol ngalor-ngidul sama nenek saya, sering terlintas pikiran bahwa nenek memang hanya butuh teman ngobrol, ngobrol apa aja...
karena sepertinya itu lebih baik daripada menikmati kesendirian
Tuesday, May 03, 2005
blogspot di ban
*#*$&^!!!**#&%^%$
BRENGSEK!!!!!
Extension blogspot di-ban sama admin server internet di kantor, jadi gw nggak bisa ngeliat blog yang punya extension blogspot.....
kenapa ya?
BRENGSEK!!!!!
Extension blogspot di-ban sama admin server internet di kantor, jadi gw nggak bisa ngeliat blog yang punya extension blogspot.....
kenapa ya?
Monday, April 11, 2005
waktu
waktu teh nyerelek jiga cai, waktu itu menetes seperti air, terkadang kita tidak tahu bahwa segala sesuatunya sedang berjalan, sedang 'menetes seperti air', sampai kita baru sadar bahwa waktu itu telah habis. Begitu dulu Mamah saya sering bilang kalau melihat saya sedang bermalas-malasan, tidur-tiduran menghamburkan waktu.
Iya, saya memang sering tidak sadar.
Beberapa hari ini saya sering memikirkan hal itu, betapa waktu itu 'menetes seperti air'.
Sepuluh tahun yang lalu, saya selalu menganggap bahwa rumah hanya tempat istirahat saja. Tidur. Tidak begitu memikirkan kondisi di rumah, nggak begitu menyadari keberadaan keluarga yang menyimpan segudang kasih sayang.
Sekarang? Saya bingung...yang disebut rumah itu apa ya? Kalau hanya tempat untuk tidur atau istirahat, sepertinya kamar kos saya. Tapi kok rasanya punya nuansa nyaman yang kurang seperti 'rumah' yang dulu ya? Bagi saya rumah itu ya masih di Bandung, bukan di Jakarta, bukan di tempat yang penuh polusi dan tidak menawarkan udara yang masih dingin.
(btw nyari rumah kontrakan di Jakarta itu susah banget ya ternyata.....sampe pegel seluruh badan nih nyari rumah kontrakan....)
Saya membayangkan, apa anggapan rumah bagi saya dalam dua tahun ke depan? Tiga tahun ke depan? Apakah sama? Sepertinya ada yang sama tapi ada juga yang berubah?
Yang penting adalah nuansa nyaman yang saya alami.
Waktu itu menetes seperti air, sampai terkadang kita tidak menyadarinya...
Seperti apa kehidupan kita dalam beberapa tahun mendatang? Lebih burukkah? Lebih baikkah? Atau sama saja?
Beberapa hari terakhir ini saya juga sering memikirkan hal itu. Kalau saja kehidupan mempunyai titik-titik peristirahatan, dimana kita bisa lepas dari sistim waktu untuk mengkaji semua yang telah lewat dan semua yang akan datang....
saat kita mengayunkan langkah pertama kita
saat kita pertama kali terjatuh
saat kita mengucapkan kalimat pertama
saat kita pertama merasakan dimarahi orang tua
saat kita pertama pergi ke sekolah
saat kita berkelahi untuk pertama kali
saat kita pertama jatuh cinta dan berpacaran
saat kita mendapat pekerjaan pertama
saat kita mendapat gaji pertama
saat kita menikah.....
Tapi kita tidak bisa beristirahat dan lepas dari sistim waktu untuk mengkaji kehidupan kita masing-masing. Kita seperti seorang sopir truk kontainer yang mengejar setoran; yang harus bisa beristirahat ketika sedang mengendarai kendaraannya.
Waktu itu menetes seperti air, sampai terkadang kita tidak menyadarinya...
(suara sayup-sayup Never Say Goodbye Bon Jovi dari rekan di kubus lain membuat saya makin larut dalam lamunan)
Saya sering bertanya ke Papah atau Mamah, bagaimana masa muda mereka, bagaimana mereka menghadapi kehidupan di masa mereka masing-masing. Tetap saja saya belum mendapat bayangan bagaimana kehidupan saya nanti.
Atau mungkin kehidupan itu hanya harus dijalani saja agar kita bisa menikmati kehidupan itu sendiri?
Waktu itu menetes seperti air, sampai terkadang kita tidak menyadarinya...
Iya, saya memang sering tidak sadar.
Beberapa hari ini saya sering memikirkan hal itu, betapa waktu itu 'menetes seperti air'.
Sepuluh tahun yang lalu, saya selalu menganggap bahwa rumah hanya tempat istirahat saja. Tidur. Tidak begitu memikirkan kondisi di rumah, nggak begitu menyadari keberadaan keluarga yang menyimpan segudang kasih sayang.
Sekarang? Saya bingung...yang disebut rumah itu apa ya? Kalau hanya tempat untuk tidur atau istirahat, sepertinya kamar kos saya. Tapi kok rasanya punya nuansa nyaman yang kurang seperti 'rumah' yang dulu ya? Bagi saya rumah itu ya masih di Bandung, bukan di Jakarta, bukan di tempat yang penuh polusi dan tidak menawarkan udara yang masih dingin.
(btw nyari rumah kontrakan di Jakarta itu susah banget ya ternyata.....sampe pegel seluruh badan nih nyari rumah kontrakan....)
Saya membayangkan, apa anggapan rumah bagi saya dalam dua tahun ke depan? Tiga tahun ke depan? Apakah sama? Sepertinya ada yang sama tapi ada juga yang berubah?
Yang penting adalah nuansa nyaman yang saya alami.
Waktu itu menetes seperti air, sampai terkadang kita tidak menyadarinya...
Seperti apa kehidupan kita dalam beberapa tahun mendatang? Lebih burukkah? Lebih baikkah? Atau sama saja?
Beberapa hari terakhir ini saya juga sering memikirkan hal itu. Kalau saja kehidupan mempunyai titik-titik peristirahatan, dimana kita bisa lepas dari sistim waktu untuk mengkaji semua yang telah lewat dan semua yang akan datang....
saat kita mengayunkan langkah pertama kita
saat kita pertama kali terjatuh
saat kita mengucapkan kalimat pertama
saat kita pertama merasakan dimarahi orang tua
saat kita pertama pergi ke sekolah
saat kita berkelahi untuk pertama kali
saat kita pertama jatuh cinta dan berpacaran
saat kita mendapat pekerjaan pertama
saat kita mendapat gaji pertama
saat kita menikah.....
Tapi kita tidak bisa beristirahat dan lepas dari sistim waktu untuk mengkaji kehidupan kita masing-masing. Kita seperti seorang sopir truk kontainer yang mengejar setoran; yang harus bisa beristirahat ketika sedang mengendarai kendaraannya.
Waktu itu menetes seperti air, sampai terkadang kita tidak menyadarinya...
(suara sayup-sayup Never Say Goodbye Bon Jovi dari rekan di kubus lain membuat saya makin larut dalam lamunan)
Saya sering bertanya ke Papah atau Mamah, bagaimana masa muda mereka, bagaimana mereka menghadapi kehidupan di masa mereka masing-masing. Tetap saja saya belum mendapat bayangan bagaimana kehidupan saya nanti.
Atau mungkin kehidupan itu hanya harus dijalani saja agar kita bisa menikmati kehidupan itu sendiri?
Waktu itu menetes seperti air, sampai terkadang kita tidak menyadarinya...
Tuesday, April 05, 2005
hai....
hai....
selamat ulang tahun sayang
semoga tahun ini kamu menjadi orang yang lebih berbahagia
kalau bonusnya sukses, makmur, atau apalah....
itu namanya bonus
saya hanya ingin kamu lebih bahagia tahun ini
biar bibir kamu selalu tersenyum manis
biar selalu ada binar kehangatan di mata kamu
karena itu dua hal dari sekian banyak yang saya suka dari kamu
selamat ulang tahun sayang
semoga kamu lebih berbahagia tahun ini
i love you more each day
ade sayang
selamat ulang tahun sayang
semoga tahun ini kamu menjadi orang yang lebih berbahagia
kalau bonusnya sukses, makmur, atau apalah....
itu namanya bonus
saya hanya ingin kamu lebih bahagia tahun ini
biar bibir kamu selalu tersenyum manis
biar selalu ada binar kehangatan di mata kamu
karena itu dua hal dari sekian banyak yang saya suka dari kamu
selamat ulang tahun sayang
semoga kamu lebih berbahagia tahun ini
i love you more each day
ade sayang
Monday, March 21, 2005
the insider
Salah satu film hollywood tentang dunia jurnalistik yang termasuk kategori lumayan bagus menurut saya adalah the insider. Film yang dirilis tahun 1999 ini dibintangi oleh Al Pacino dan Russel Crowe.
Diambil dari kisah nyata, the insider bercerita tentang pengungkapan rahasia perusahaan bagi kepentingan publik. Intinya bisa dilihat disini. Tadi malam, Trans TV memutar film ini.
anyway...
Beberapa bulan terakhir ini, sejujurnya, secara batiniyah dan mental, saya merasa tersiksa bekerja sebagai wartawan di Indonesia, karena mau nggak mau, terdesak atau nggak, mayoritas kerja-an saya disini menjadikan saya sebagai orang yang munafik. Bagi saya, hal itu dipicu oleh atmosfir kerja wartawan di Indonesia (atau mungkin itu hanya terjadi di kantor saya? tapi rasa-rasanya tidak). Sangat sulit untuk menjadi wartawan independen dan mandiri di Indonesia.
Saya tidak bisa menjadi seorang Lowell Bergman-tokoh yang diperankan oleh Al Pacino dalam the insider-, seorang produser acara '60 minutes' di CBS, yang begitu mencintai dunia jurnalistik sehingga rela kehilangan pekerjaan di sebuah stasiun tv ternama.
Saya tidak mampu menjadi seorang Lowell Bergman, yang dapat memanfaatkan jaringan narasumber dan rekan kerja, untuk menguak hal-hal yang perlu diketahui masyarakat luas.
Saya hanya merasa bahwa saya ini adalah seorang pion yang gampang dipermainkan oleh para pengusaha dan penguasa....
Diambil dari kisah nyata, the insider bercerita tentang pengungkapan rahasia perusahaan bagi kepentingan publik. Intinya bisa dilihat disini. Tadi malam, Trans TV memutar film ini.
anyway...
Beberapa bulan terakhir ini, sejujurnya, secara batiniyah dan mental, saya merasa tersiksa bekerja sebagai wartawan di Indonesia, karena mau nggak mau, terdesak atau nggak, mayoritas kerja-an saya disini menjadikan saya sebagai orang yang munafik. Bagi saya, hal itu dipicu oleh atmosfir kerja wartawan di Indonesia (atau mungkin itu hanya terjadi di kantor saya? tapi rasa-rasanya tidak). Sangat sulit untuk menjadi wartawan independen dan mandiri di Indonesia.
Saya tidak bisa menjadi seorang Lowell Bergman-tokoh yang diperankan oleh Al Pacino dalam the insider-, seorang produser acara '60 minutes' di CBS, yang begitu mencintai dunia jurnalistik sehingga rela kehilangan pekerjaan di sebuah stasiun tv ternama.
Saya tidak mampu menjadi seorang Lowell Bergman, yang dapat memanfaatkan jaringan narasumber dan rekan kerja, untuk menguak hal-hal yang perlu diketahui masyarakat luas.
Saya hanya merasa bahwa saya ini adalah seorang pion yang gampang dipermainkan oleh para pengusaha dan penguasa....
Tuesday, March 15, 2005
Kenapa saya nge-blog?
Kenapa saya nge-blog?
Nggak tau aja pertanyaan itu muncul ketika saya nyadar beberapa temen laen yang dulu blognya sering saya datangin, ternyata sekarang lagi hiatus, off sementara, atau minimal sempat hiatus.
Bener, semoga sementara. Semoga dalam waktu dekat blog-blog yang sekarang lagi hiatus, bakalan tumbuh lagi, bakalan rame lagi.
Emang, disadari atau tidak, keinginan buat nge-blog, setidaknya buat saya pribadi, seperti laut, ada pasang dan surut. Ada kalanya saya sering banget nge-blog, menuangkan apa yang ada di pikiran dan perasaan saya pada sebuah media yang namanya blog, tapi adakalanya juga saya jarang meng-up-date blog saya, alesannya macem-macem, mulai dari mood yang nggak ada, sampai permasalahan server di kantor (sejak pindah gedung, dari beberapa kali login ke blogger, ternyata yang muncul di komputer saya adalah account dari teman-teman lain yang punya account juga di blogger...nah lho).
Jadi....
Kenapa saya nge-blog?
Saya mulai nge-blog pada januari 2003. Awalnya saya baca secara sekilas artikel di internet tentang blog, sebuah kata baru yang terus terang aja menggelitik saya. Blog...apa sih blog? Dalam bahasa sunda ada kata 'goblog' yang biasa diucapkan sebagai makian.
Tapi blog...saya tanya temen-temen saya yang liputan di TI, apa sih blog itu? Nggak ada yang tau. Nyari-nyari lebih dalem di internet, akhirnya nyangkut di blognya Enda.
Saya pikir, oohhh kaya begini toh blog, bisa nulis di internet dan dilihat orang laen...wah...
Yap, meskipun kerja-an saya tiap hari adalah menulis, tapi terkadang ada beberapa kebijakan di kantor saya yang saya rasa menghambat bentuk penulisan yang saya mau. Kasarnya sih, setiap hasil penulisan saya harus berbentuk formal, kata-kata seperti sih, deh, dong, elo, gw, pengen, atau yang lainnya, dilarang.
Padahal penggunaan kata-kata seperti itu bisa mendukung rasa atau ekspresi dari tulisan kita kan?
Jadi begitulah, buat sekedar mencoret-coret apa yang saya pengen tulis. Saya membuat account di Blogger. Bahkan, saya sampai punya sekitar lima blog, tapi akhirnya yang sering di up-date cuma di sini.
Dari blog ini, saya juga berkenalan dengan blog-blog lain, lewat gaya penulisan yang bermacam-macam, lewat berbagai pengalaman dari seluruh belahan dunia, saya berkenalan dengan komunitas blog.
Ternyata ada juga beberapa teman saya di kantor yang berminat untuk membuat blog, saya agak malu juga, soalnya tulisan mereka amat sangat jauh lebih bagus daripada tulisan saya yang ngalor-ngidul ini.
Akhirnya, yang pengen lebih mengerti apa itu blog, bisa dilihat disini.
Sepertinya, perlu ada gerakan nasional yang sifatnya informal buat Gerakan Blog Nasional...hehehe
Nggak tau aja pertanyaan itu muncul ketika saya nyadar beberapa temen laen yang dulu blognya sering saya datangin, ternyata sekarang lagi hiatus, off sementara, atau minimal sempat hiatus.
Bener, semoga sementara. Semoga dalam waktu dekat blog-blog yang sekarang lagi hiatus, bakalan tumbuh lagi, bakalan rame lagi.
Emang, disadari atau tidak, keinginan buat nge-blog, setidaknya buat saya pribadi, seperti laut, ada pasang dan surut. Ada kalanya saya sering banget nge-blog, menuangkan apa yang ada di pikiran dan perasaan saya pada sebuah media yang namanya blog, tapi adakalanya juga saya jarang meng-up-date blog saya, alesannya macem-macem, mulai dari mood yang nggak ada, sampai permasalahan server di kantor (sejak pindah gedung, dari beberapa kali login ke blogger, ternyata yang muncul di komputer saya adalah account dari teman-teman lain yang punya account juga di blogger...nah lho).
Jadi....
Kenapa saya nge-blog?
Saya mulai nge-blog pada januari 2003. Awalnya saya baca secara sekilas artikel di internet tentang blog, sebuah kata baru yang terus terang aja menggelitik saya. Blog...apa sih blog? Dalam bahasa sunda ada kata 'goblog' yang biasa diucapkan sebagai makian.
Tapi blog...saya tanya temen-temen saya yang liputan di TI, apa sih blog itu? Nggak ada yang tau. Nyari-nyari lebih dalem di internet, akhirnya nyangkut di blognya Enda.
Saya pikir, oohhh kaya begini toh blog, bisa nulis di internet dan dilihat orang laen...wah...
Yap, meskipun kerja-an saya tiap hari adalah menulis, tapi terkadang ada beberapa kebijakan di kantor saya yang saya rasa menghambat bentuk penulisan yang saya mau. Kasarnya sih, setiap hasil penulisan saya harus berbentuk formal, kata-kata seperti sih, deh, dong, elo, gw, pengen, atau yang lainnya, dilarang.
Padahal penggunaan kata-kata seperti itu bisa mendukung rasa atau ekspresi dari tulisan kita kan?
Jadi begitulah, buat sekedar mencoret-coret apa yang saya pengen tulis. Saya membuat account di Blogger. Bahkan, saya sampai punya sekitar lima blog, tapi akhirnya yang sering di up-date cuma di sini.
Dari blog ini, saya juga berkenalan dengan blog-blog lain, lewat gaya penulisan yang bermacam-macam, lewat berbagai pengalaman dari seluruh belahan dunia, saya berkenalan dengan komunitas blog.
Ternyata ada juga beberapa teman saya di kantor yang berminat untuk membuat blog, saya agak malu juga, soalnya tulisan mereka amat sangat jauh lebih bagus daripada tulisan saya yang ngalor-ngidul ini.
Akhirnya, yang pengen lebih mengerti apa itu blog, bisa dilihat disini.
Sepertinya, perlu ada gerakan nasional yang sifatnya informal buat Gerakan Blog Nasional...hehehe
Wednesday, March 02, 2005
tanggal tiga
besok tanggal berapa ya?
oh iya...tanggal 3
sebagai seorang yang bekerja di media cetak, saya hampir setiap hari menanyakan kepada diri sendiri pertanyaan tadi, karena pada draft berita, tanggal rencana pemuatan berita harus dimuat.
iya tanggal tiga
hari kamis
...
tanggal tiga?
maret kan sekarang?
udah tanggal tiga lagi ya.....
...
...
...
saya termenung, hitungan mundur itu semakin dekat....
bayangan jam weker kuno yang besar dengan suara hitungan detik yang menggema terlintas di benak saya
hitungan mundur itu semakin dekat
semoga...
oh iya...tanggal 3
sebagai seorang yang bekerja di media cetak, saya hampir setiap hari menanyakan kepada diri sendiri pertanyaan tadi, karena pada draft berita, tanggal rencana pemuatan berita harus dimuat.
iya tanggal tiga
hari kamis
...
tanggal tiga?
maret kan sekarang?
udah tanggal tiga lagi ya.....
...
...
...
saya termenung, hitungan mundur itu semakin dekat....
bayangan jam weker kuno yang besar dengan suara hitungan detik yang menggema terlintas di benak saya
hitungan mundur itu semakin dekat
semoga...
Monday, February 28, 2005
BBM
saya nggak setuju BBM dinaikkan...
well ini bukan berarti saya bakalan kelimpungan mencari duit tambahan buat bensin mobil saya kalo BBM jadi dinaikkan...nggak punya kendaraan pribadi gitu lho
atau berhubungan hari ini merupakan hari terakhir rapat koordinasi antara pemerintah dan DPR dalam masalah kenaikkan BBM...apalah artinya suara saya yang kecil ini, jauh dari hingar bingar perpolitikkan dan perekonomian nasional.
Tapi saya ngambil praktisnya aja.
OK deh
mungkin pengurangan subsisi BBM ini akan dialokasikan kepada pembangunan sektor lain yang sifatnya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat banyak yang notabene hidup dibawah garis kemiskinan: pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan, penyedaiaan jasa kesehatan, serta beasiswa pendidikan.
Hanya satu yang terlintas di benak saya: pengurangan subsidi BBM tahun ini rencananya akan mencapai kisaran angka Rp17,8 triliun sampe Rp20 triliun gede banget nggak sih?. Denger-denger pemerintah tiap bulannya harus memberikan subsidi hingga Rp7 triliun ke Pertamina buat BBM ini.
Pertamina....kemane aje lo? ngapain aja selama ini? masalah kalah sama petronas sih?
OK-lah pemerintah punya program yang bagus untuk merelokasi dana pengurangan subsidi BBM itu, ya itu tadi pendidikan dan kesehatan buat rakyat miskin. Tapi apakah pemerintah nggak melihat kenyataan lain bahwa Indonesia juga negara paling korup? Dari nilai pengurangan subsidi BBM yang sebesar itu, paling hanya sekitar 20% aja yang bener-bener dinikmati sama rakyat kecil, sisanya seperti biasa dikorup. Jangan-jangan itu buat nutupin dana kampanye SBY dulu (*pikiran kotor mode on*)....
Itu yang pertama
Yang kedua, dampak sosial...BBM naik, udah pasti dong harga-harga yang lain juga naik. Sayangnya, kenaikan harga-harga ini tidak diiringi juga oleh kenaikan daya beli dari masyarakat Indonesia, sehingga walhasil angka kemiskinan di Indonesia bakalan bertambah. Dua lembaga internasional, ADB dan World Bank, sempat mengeluarkan pernyataan kalau dari sekitar 220 jiwa penduduk di Indonesia, 111 juta jiwa diantaranya merupakan penduduk miskin, BPS sendiri mengklaim kalau penduduk miskin di Indonesia hanya sekitar 36,6 juta jiwa...the point is...banyak banget kan penduduk miskin di Indonesia?
Kalo angka kemiskinan bertambah, dengan mempertimbangkan kondisi di negara kita tercinta ini, maka kemungkinan besar angka kriminalitas juga bertambah. Makin nggak aman jalanan di kota-kota besar, makin banyak copet, makin banyak anak-anak jalanan di lampu merah, makin banyak pertumpahan darah karena masalah sepele...de-el-es-be
....
....
....
seharusnya pemerintah punya cara yang lebih cerdas untuk mensejahterakan rakyat miskin di Indonesia, pengoptimalan pemungutan pajak misalnya, nggak boleh ada tuh perusahaan-perusahaan pajak yang ngemplang pajak dibantu sama orang dalam...
kayaknya bakalan makin susah nih hidup di Indonesia....
well ini bukan berarti saya bakalan kelimpungan mencari duit tambahan buat bensin mobil saya kalo BBM jadi dinaikkan...nggak punya kendaraan pribadi gitu lho
atau berhubungan hari ini merupakan hari terakhir rapat koordinasi antara pemerintah dan DPR dalam masalah kenaikkan BBM...apalah artinya suara saya yang kecil ini, jauh dari hingar bingar perpolitikkan dan perekonomian nasional.
Tapi saya ngambil praktisnya aja.
OK deh
mungkin pengurangan subsisi BBM ini akan dialokasikan kepada pembangunan sektor lain yang sifatnya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat banyak yang notabene hidup dibawah garis kemiskinan: pembangunan infrastruktur kesehatan dan pendidikan, penyedaiaan jasa kesehatan, serta beasiswa pendidikan.
Hanya satu yang terlintas di benak saya: pengurangan subsidi BBM tahun ini rencananya akan mencapai kisaran angka Rp17,8 triliun sampe Rp20 triliun gede banget nggak sih?. Denger-denger pemerintah tiap bulannya harus memberikan subsidi hingga Rp7 triliun ke Pertamina buat BBM ini.
Pertamina....kemane aje lo? ngapain aja selama ini? masalah kalah sama petronas sih?
OK-lah pemerintah punya program yang bagus untuk merelokasi dana pengurangan subsidi BBM itu, ya itu tadi pendidikan dan kesehatan buat rakyat miskin. Tapi apakah pemerintah nggak melihat kenyataan lain bahwa Indonesia juga negara paling korup? Dari nilai pengurangan subsidi BBM yang sebesar itu, paling hanya sekitar 20% aja yang bener-bener dinikmati sama rakyat kecil, sisanya seperti biasa dikorup. Jangan-jangan itu buat nutupin dana kampanye SBY dulu (*pikiran kotor mode on*)....
Itu yang pertama
Yang kedua, dampak sosial...BBM naik, udah pasti dong harga-harga yang lain juga naik. Sayangnya, kenaikan harga-harga ini tidak diiringi juga oleh kenaikan daya beli dari masyarakat Indonesia, sehingga walhasil angka kemiskinan di Indonesia bakalan bertambah. Dua lembaga internasional, ADB dan World Bank, sempat mengeluarkan pernyataan kalau dari sekitar 220 jiwa penduduk di Indonesia, 111 juta jiwa diantaranya merupakan penduduk miskin, BPS sendiri mengklaim kalau penduduk miskin di Indonesia hanya sekitar 36,6 juta jiwa...the point is...banyak banget kan penduduk miskin di Indonesia?
Kalo angka kemiskinan bertambah, dengan mempertimbangkan kondisi di negara kita tercinta ini, maka kemungkinan besar angka kriminalitas juga bertambah. Makin nggak aman jalanan di kota-kota besar, makin banyak copet, makin banyak anak-anak jalanan di lampu merah, makin banyak pertumpahan darah karena masalah sepele...de-el-es-be
....
....
....
seharusnya pemerintah punya cara yang lebih cerdas untuk mensejahterakan rakyat miskin di Indonesia, pengoptimalan pemungutan pajak misalnya, nggak boleh ada tuh perusahaan-perusahaan pajak yang ngemplang pajak dibantu sama orang dalam...
kayaknya bakalan makin susah nih hidup di Indonesia....
Monday, February 14, 2005
palentin buat roy
Internet, 14 Februari 2005
Sehubungan dengan berbagai komentar KRMT Roy Suryo Notodiprojo akhir-akhir ini di berbagai media, kami, komunitas blog Indonesia berkesimpulan bahwa beliau kekurangan informasi atau bahkan menerima informasi yang tidak benar tentang blog. Kami sendiri memandang bahwa blog adalah hasil dari evolusi bertahun-tahun di Internet, yang semakin menunjukkan bahwa Internet adalah wadah nyata untuk saling menghubungkan orang-orang di dunia nyata.
Kami juga yakin bahwa KRMT Roy Suryo sebagai seorang manusia tentulah sangat membutuhkan kasih sayang dari orang lain. Oleh karena itu, kami, komunitas blog Indonesia pada bulan penuh cinta ini sepakat untuk mendedikasikan hari Valentine tahun 2005 khusus untuk KRMT Roy Suryo Notodiprojo.
Salam hangat selalu serta penuh perhatian dan kasih sayang dari kami untuk KRMT Roy Suryo Notodiprojo di Hari Kasih Sayang ini.
Tertanda
Komunitas Blog Indonesia
ps. Bagi rekan-rekan sesama blogger yang ingin ikut berpartisipasi, silakan lihat undangan acara ini.
pengangguran
you can call me pengangguran....
kenapa pengangguran? Karena setiap harinya saya ngerasa seperti orang yang nggak punya kerja-an, meskipun ada beberapa hal yang harus saya kerjakan.
Karena setiap harinya saya seperti orang yang makan gaji buta
Karena setiap harinya, dari sekitar delapan jam kerja normal, saya hampir bisa menyelesaikan pekerjaan rutin dengan memakan waktu hanya sekitar dua jam, di kantor sampai malam karena menunggu....menunggu editan berita, menunggu narasumber selesai rapat, menunggu tumpangan pulang...hhhhhhhh
beneran deh, selama beberapa minggu terakhir ini kerja-an di kantor sepertinya terabaikan. Kalo orang-orang bilang tahun baru punya semangat baru, kok saya nggak ya?
Kalo boleh memilih kambing hitam, saya bakalan dengan entengnya nunjuk ke: 'ritme kerja yang membosankan'. Kok bisa? Padahal kerja di media menawarkan ritme pekerjaan yang dinamis kan?
Yah...nggak salah sih, tapi kalau sudah mengetahui siklus pekerjaannya, pekerjaan di media bisa menjadi pekerjaan yang membosankan. Atau jangan-jangan tergantung orangnya ya?
hehehe
kenapa pengangguran? Karena setiap harinya saya ngerasa seperti orang yang nggak punya kerja-an, meskipun ada beberapa hal yang harus saya kerjakan.
Karena setiap harinya saya seperti orang yang makan gaji buta
Karena setiap harinya, dari sekitar delapan jam kerja normal, saya hampir bisa menyelesaikan pekerjaan rutin dengan memakan waktu hanya sekitar dua jam, di kantor sampai malam karena menunggu....menunggu editan berita, menunggu narasumber selesai rapat, menunggu tumpangan pulang...hhhhhhhh
beneran deh, selama beberapa minggu terakhir ini kerja-an di kantor sepertinya terabaikan. Kalo orang-orang bilang tahun baru punya semangat baru, kok saya nggak ya?
Kalo boleh memilih kambing hitam, saya bakalan dengan entengnya nunjuk ke: 'ritme kerja yang membosankan'. Kok bisa? Padahal kerja di media menawarkan ritme pekerjaan yang dinamis kan?
Yah...nggak salah sih, tapi kalau sudah mengetahui siklus pekerjaannya, pekerjaan di media bisa menjadi pekerjaan yang membosankan. Atau jangan-jangan tergantung orangnya ya?
hehehe
my only
my only
the answer to a life so lonely
and i just want to know if you're only
my only
my only
you've said so many things but never told me
how you feels abut me
that makes me lonely
so lonely
so come on only
tell me that your really love me only
and you're always be my one and only
my only
when I think about the time we've been together
will it only be a dream forever?
why don't you told me that you love me too?
cause I doubt without you
if I only knew
if you love me too
(salah satu lagu kesukaan saya, pertama kali denger pas SMA, ada yang tau lagu ini?)
the answer to a life so lonely
and i just want to know if you're only
my only
my only
you've said so many things but never told me
how you feels abut me
that makes me lonely
so lonely
so come on only
tell me that your really love me only
and you're always be my one and only
my only
when I think about the time we've been together
will it only be a dream forever?
why don't you told me that you love me too?
cause I doubt without you
if I only knew
if you love me too
(salah satu lagu kesukaan saya, pertama kali denger pas SMA, ada yang tau lagu ini?)
Thursday, January 27, 2005
Subscribe to:
Posts (Atom)