Kenapa pengamanan SBY selalu berlapis-lapis dan cenderung berlebihan? Iya dia figur VVIP, iya dia penting buat negara, iya dia orang sibuk yang harusnya jangan dipusingin sama urusan kemacetan atau kecopetan.
Tapiii.....pengamanan yang berlebihan kok kayanya nggak enak dipandang mata ya? Terkesan tidak beratur, acak-acakan.
Hari ini di Bandung, TNI berantakan dimana-mana barengan sama polisi (tumben...), parkir truk-truk segede truk (kalo segede gajah, itu terlalu kecil...) di tikungan, berhenti sembarangan. Belum lagi motor-motor pengawalan yang juga parkir sembarangan. Lalu aparatnya duduk-duduk sembarangan sambil ngerokok (mudah-mudahan mereka nggak buang sampah sembarangan ...)
SBY katanya emang lagi di Bandung hari ini.
Imbasnya? Macet dimana-mana.
Saya teringat kalo di Jakarta tiap pagi (atau hanya tiap Senin pagi aja ya?), SBY pergi dari Cikeas ke Istana Negara. Jalan tol dalam kota ditutup, macet mengurai kemana-mana. Mungkin panjang kemacetan lebih dari 3 km. Coba hitung, dengan empat jalur kendaraan dan panjang empat kilometer, ada berapa ratus mobil yang terjebak kemacetan? Ada berapa ribu orang yang terjebak kemacetan? Dan.....ada berapa ratus orang yang mengumpat? (Karena mungkin tidak semuanya mengumpat). And believe me, diumpat sama ratusan orang itu nggak enak banget.....
Itu yang pertama, yang kedua adalah: sudah saatnya SBY lebih percaya kepada rakyat. Rakyat sudah menunjukkan kepercayaannya dengan memilih dia jadi presiden yang kedua kalinya dalam sebuah pemilihan langsung.
Tapi kenapa akhir-akhir ini SBY sepertinya tidak menunjukkan untuk percaya kepada keinginan rakyat ya? Peringatan sebelum tanggal 9 Desember, Cicak-Buaya dan Century sepertinya contoh yang jelas.
SBY mungkin lebih percaya kepada orang-orang terdekatnya, orang-orang di lingkaran dalam. Oh....Pak SBY, jangan terlalu percaya kepada anak buah Anda dong. Apakah Pak SBY ingat pernah menunjukkan foto yang dibilang bahwa foto-foto ini diambil beberapa hari sebelumnya, tapi ternyata foto itu sebenarnya sudah ditunjukkan pada rapat kerja dengan DPR beberapa tahun sebelumnya?
Pak SBY, Anda harus mempercayai rakyat Anda sendiri dan bukan kepada segelintir orang.
Tuesday, December 08, 2009
Monday, December 07, 2009
....
membiarkan itu sepertinya sebagian dosa. moga-moga saya nggak terlalu berdosa dengan membiarkan blog ini terbengkalai dan tidak di up-date selama beberapa waktu
(you know what? Saya butuh sekitar lima menit untuk nulis yang barusan dengan tiga atau empat kali mendelete seluruh paragraf....)
10 menit lagi menuju Selasa 8 Desember dan lalu berkuranglah satu hari menuju deadline yang tadinya tepat seminggu. Jam segini masih terjaga.
Abis mau gimana lagi? Nunggu drafter menyelesaikan pekerjaan yang harus sudah selesai dari tadi, dari beberapa hari yang lalu...beuh.
Sebenernya saya sendiri masih harus mengejar deadline dan masih berharap-harap cemas apakah itu deadline bisa terkejar apa tidak. Harusnya sih bisa...(bisa nggak ya?)
Enough bout work...it just bring much worries....or should I just accept that I'm actually full of worries?
(you know what? Saya butuh sekitar lima menit untuk nulis yang barusan dengan tiga atau empat kali mendelete seluruh paragraf....)
10 menit lagi menuju Selasa 8 Desember dan lalu berkuranglah satu hari menuju deadline yang tadinya tepat seminggu. Jam segini masih terjaga.
Abis mau gimana lagi? Nunggu drafter menyelesaikan pekerjaan yang harus sudah selesai dari tadi, dari beberapa hari yang lalu...beuh.
Sebenernya saya sendiri masih harus mengejar deadline dan masih berharap-harap cemas apakah itu deadline bisa terkejar apa tidak. Harusnya sih bisa...(bisa nggak ya?)
Enough bout work...it just bring much worries....or should I just accept that I'm actually full of worries?
Sunday, November 08, 2009
threewordsaftersex
Minggu sore, buka account twitter. Senyum-senyum sendiri gara-gara threewordsaftersex...
desta80s:
tobat yuk shalat...
sejak kapan gay?
Nama kamu siapa?
telat nggak ya?
vincentrompies:
maap tadi ketelen!
Nyonya pulang...Tuan
Sedang apa kalian!!!!! (*ke'gep bokap)
Awas ketabrak Kereta..
YOU ARE NEXT!!! (*ala Cong'li)
Thank you sis!
Kok masih berdarah?
pandji:
tadi makan sambel?
"Kamu diem aja...."
"ga bececeran kaaan?" (That's three right?)
"Kapan dia pulang?"
"Nama saya Pandji..."
"Anggep aja enak.."
"Kamu laper nggak?"
"Matiin AC dong..."
ndorokangkung
celanaku tadi mana
kenapa gatel ya?
please, don't go
aduh, anak-anak bangun
punya kembalian nggak?
kamar mandinya mana?
jangan lupa cebok
anjrit ngeunah pisan
ismanhs:
Who's piloting, then?
Vidi, vici, VENI!
Insert coin? Where?
Fifty experience points!
I'm acrophobic, Superman
Oh, inflate BEFORE...!
Okay, TIME! Woohooo!
The key, please.
desta80s:
tobat yuk shalat...
sejak kapan gay?
Nama kamu siapa?
telat nggak ya?
vincentrompies:
maap tadi ketelen!
Nyonya pulang...Tuan
Sedang apa kalian!!!!! (*ke'gep bokap)
Awas ketabrak Kereta..
YOU ARE NEXT!!! (*ala Cong'li)
Thank you sis!
Kok masih berdarah?
pandji:
tadi makan sambel?
"Kamu diem aja...."
"ga bececeran kaaan?" (That's three right?)
"Kapan dia pulang?"
"Nama saya Pandji..."
"Anggep aja enak.."
"Kamu laper nggak?"
"Matiin AC dong..."
ndorokangkung
celanaku tadi mana
kenapa gatel ya?
please, don't go
aduh, anak-anak bangun
punya kembalian nggak?
kamar mandinya mana?
jangan lupa cebok
anjrit ngeunah pisan
ismanhs:
Who's piloting, then?
Vidi, vici, VENI!
Insert coin? Where?
Fifty experience points!
I'm acrophobic, Superman
Oh, inflate BEFORE...!
Okay, TIME! Woohooo!
The key, please.
Friday, November 06, 2009
KPK vs Polisi
Kasus KPK vs Polri ini buat saya membuktikan beberapa hal, terutama betapa besarnya kekuatan online sekarang ini, yang sudah dijadikan alternatif untuk menyuarakan suara rakyat. Dukungan yang begitu besar diberikan untuk Bibit dan Chandra ketika Polisi menahan mereka via Facebook. Pagi ini ketika dicek, sudah ada lebih dari 900.000 pendukung di Facebook.
Waw....
Mungkin ada benarnya juga ketika seorang narasumber di TVOne kemarin bilang, rakyat berpaling ke media online karena sudah tidak percaya kepada wakil dan pemerintah. Rakyat punya alternatif untuk menyuarakan pendapat mereka...dan itu mempunyai efek yang luar biasa besar. Snowball efect.
Tapi ketika Bibit-Chandra sudah ditangguhkan penahanannya, Anggodo bernyanyi di TVOne, Kapolri datang ke DPR, saya kok berpikiran apakah kita semua, termasuk saya, terlalu cepat untuk menilai sesuatu tanpa melihat sisi lainnya?
Harusnya disini peran media. Memberikan informasi sebanyak-banyaknya, dari berbagai sisi, untuk membiarkan penilaian ada di tangan masyarakat. Yang harus dijunjung tinggi adalah bukan hasil akhir...tapi prosesnya...(yeah...look at myself...)
Waw....
Mungkin ada benarnya juga ketika seorang narasumber di TVOne kemarin bilang, rakyat berpaling ke media online karena sudah tidak percaya kepada wakil dan pemerintah. Rakyat punya alternatif untuk menyuarakan pendapat mereka...dan itu mempunyai efek yang luar biasa besar. Snowball efect.
Tapi ketika Bibit-Chandra sudah ditangguhkan penahanannya, Anggodo bernyanyi di TVOne, Kapolri datang ke DPR, saya kok berpikiran apakah kita semua, termasuk saya, terlalu cepat untuk menilai sesuatu tanpa melihat sisi lainnya?
Harusnya disini peran media. Memberikan informasi sebanyak-banyaknya, dari berbagai sisi, untuk membiarkan penilaian ada di tangan masyarakat. Yang harus dijunjung tinggi adalah bukan hasil akhir...tapi prosesnya...(yeah...look at myself...)
Saturday, October 31, 2009
anak kecil
Saya selalu penasaran apa yang ada di pikiran anak kecil, dalam hal ini: Putri Jail. Pagi dan siang ini saya habiskan dengan dia karena my partner harus mengurusi acara kantor.
Coba liat Puti Jail sekarang: melipat-lipat kertas hias pembungkus sambil berbicara sendiri. Sesekali bersenandung.
Asyik dengan dunia-nya sendiri.
Salah satu kesukaan Putri Jail sekarang ini adalah olah raga halang-rintang: dia minta saya berbaring dekat tembok, lalu sambil berpegangan ke tembok dia jalan diatas badan saya. Setelah sampai di bahu, dia menjatuhkan diri ke kasur....
Coba liat Puti Jail sekarang: melipat-lipat kertas hias pembungkus sambil berbicara sendiri. Sesekali bersenandung.
Asyik dengan dunia-nya sendiri.
Salah satu kesukaan Putri Jail sekarang ini adalah olah raga halang-rintang: dia minta saya berbaring dekat tembok, lalu sambil berpegangan ke tembok dia jalan diatas badan saya. Setelah sampai di bahu, dia menjatuhkan diri ke kasur....
Friday, October 30, 2009
Menulis
Saya selalu ingat kata-kata Pramudya, seorang penulis besar,: menulis adalah pekerjaan sejarah.
Dengan pikiran itu, saya dulu memulai blog ini.
Dulu memang agak gampang, pekerjaan saya adalah wartawan, yang sebagian besar memang menulis.
Malah, saya sempat membuat blog yang isinya adalah info-info terselubung yang nggak bisa muncul di koran, atau info-info yang hilang saat di-edit redaktur.
Tapi seiring dengan berubahnya pekerjaan: menjadi konsultan, saya jadi merasa kesulitan untuk menumpahkan ide lewat tulisan.
Kembali lagi ke menulis.
Buat saya, menulis adalah salah satu cara yang paling efisien dan mutakhir untuk mengkomunikasikan ide-ide kita, bagaimana kita menerangkan ide kita ke orang lain.
Berbeda dengan berbicara,saat kita menulis, kita bisa melakukan perbaikan (di-edit) sebelum kita menyampaikan pesan kita ke orang lain. Sedangkan komunikasi verbal atau berbicara, rasa-rasanya tidak mempunyai kemewahan itu. Salah berbicara, maka orang yang mendengar salah paham.
Jadi begitulah, saya memulai blog ini dengan tujuan ingin menulis lebih luas lagi, bukan hanya menulis untuk berita di koran.
Rasa-rasanya, banyak sekali ide-ide penulisan untuk di-share di blog ini. Hanya saja saya merasa ruang lingkupnya kecil, saya terlalu malas untuk melakukan pengkajian lebih dalam, minimal lewat browsing di internet, atau diskusi dengan partner.
Mungkin hal ini yang membuat saya lebih suka membuka account Facebook atau Twitter. Up-date status disana nggak perlu panjang-panjang. Cukup dua atau tiga kalimat (itu juga mungkin kepanjangan...)
Atau mungkin saya bisa posting yang pendek-pendek aja ya?
Monday, October 05, 2009
Pelor
Meet my old friend of mine. Namanya, kita panggil saja Andi. Dia temen sekelas SMA saya di Bandung, waktu kelas satu. Saya baru ketemu dia lagi hari ini, pas mau brunch (sarapan kesiangan) di Bakso Akung.
Sebenernya, saya nggak terlalu dekat sama dia. Dia anak yang biasa-biasa aja, suka nongkrong abis pulang sekolah di warung belakang, sampe malem. Catatan: kami masuk siang waktu kelas 1 SMA dulu, bubaran sekolah sekitar waktu maghrib, jadi kalo nongkrong sebentar aja, emang udah malem.
Naik kelas, kami pisah kelas. Dan kemudian dia membangun 'reputasi'-nya sendiri di kalangan anak-anak yang masih meneruskan eskul nongkrongnya. Perlu diketahui juga, SMA kami punya tradisi tahunan dengan SMA sebelah: tawuran. Gimana nggak? SMA kami punya alamat yang sama dengan tiga SMA lainnya, hanya dibatasi tembok sekitar 2,5 meter. Jadi kalau sedang 'perang', tembok perbatasan itu jadi saksi berseliweran benda-benda keras. Yang paling umum batu, balok kayu dan botol minuman, yang paling parah, mungkin kursi kelas rongsokan. Paling kasihan adalah kelas-kelas yang letaknya di dekat tembok perbatasan itu. Waktu kelas 1, saya pernah masuk ruangan kelas dan terheran-heran karena semua jendela kaca pecah semua, ternyata paginya ada tawuran. Dan waktu kelas 2, pernah terjadi kehebohan setelah pelajaran olah raga, karena tiba-tiba terjadi hujan batu dan memecahkan jendela-jendela kelas kami (lagi...).
Anyway, Andi membangun reputasinya disini. Meskipun dia termasuk anggota KS (Keamanan Sekolah, salah satu eskul yang paling sangar...karena tiap masa bimbingan penerimaan anggota baru, si calon anggota harus duel dulu sama senior). Dia punya julukan: pelor alias peluru, entah buat tinju-nya atau lari-nya. Yang pasti, julukan itu membuat pandangan saya berubah ke dia: agak kagum. Siapa yang nggak seneng punya temen okem atau preman? Kalo ada apa-apa, kan tinggal minta tolong aja sama dia.
Pas kuliah, saya denger kabar kalo Andi masuk Akpol dan ditugaskan di Timtim. Ini yang ngebuat saya agak heran...jagoan sekolahan bisa jadi polisi? Wew....(mungkin nanti saya cerita juga salah satu temen SMA saya, jagoan sekolahan yang sekarang jadi: pengacara).
Tapi hari ini saya membuktikan kalau cerita tentang dia benar. Hanya saja dia sekarang ditugaskan di Medan.
Ini salah satu bukti kalau cerita kehidupan bisa berubah.
Sebenernya, saya nggak terlalu dekat sama dia. Dia anak yang biasa-biasa aja, suka nongkrong abis pulang sekolah di warung belakang, sampe malem. Catatan: kami masuk siang waktu kelas 1 SMA dulu, bubaran sekolah sekitar waktu maghrib, jadi kalo nongkrong sebentar aja, emang udah malem.
Naik kelas, kami pisah kelas. Dan kemudian dia membangun 'reputasi'-nya sendiri di kalangan anak-anak yang masih meneruskan eskul nongkrongnya. Perlu diketahui juga, SMA kami punya tradisi tahunan dengan SMA sebelah: tawuran. Gimana nggak? SMA kami punya alamat yang sama dengan tiga SMA lainnya, hanya dibatasi tembok sekitar 2,5 meter. Jadi kalau sedang 'perang', tembok perbatasan itu jadi saksi berseliweran benda-benda keras. Yang paling umum batu, balok kayu dan botol minuman, yang paling parah, mungkin kursi kelas rongsokan. Paling kasihan adalah kelas-kelas yang letaknya di dekat tembok perbatasan itu. Waktu kelas 1, saya pernah masuk ruangan kelas dan terheran-heran karena semua jendela kaca pecah semua, ternyata paginya ada tawuran. Dan waktu kelas 2, pernah terjadi kehebohan setelah pelajaran olah raga, karena tiba-tiba terjadi hujan batu dan memecahkan jendela-jendela kelas kami (lagi...).
Anyway, Andi membangun reputasinya disini. Meskipun dia termasuk anggota KS (Keamanan Sekolah, salah satu eskul yang paling sangar...karena tiap masa bimbingan penerimaan anggota baru, si calon anggota harus duel dulu sama senior). Dia punya julukan: pelor alias peluru, entah buat tinju-nya atau lari-nya. Yang pasti, julukan itu membuat pandangan saya berubah ke dia: agak kagum. Siapa yang nggak seneng punya temen okem atau preman? Kalo ada apa-apa, kan tinggal minta tolong aja sama dia.
Pas kuliah, saya denger kabar kalo Andi masuk Akpol dan ditugaskan di Timtim. Ini yang ngebuat saya agak heran...jagoan sekolahan bisa jadi polisi? Wew....(mungkin nanti saya cerita juga salah satu temen SMA saya, jagoan sekolahan yang sekarang jadi: pengacara).
Tapi hari ini saya membuktikan kalau cerita tentang dia benar. Hanya saja dia sekarang ditugaskan di Medan.
Ini salah satu bukti kalau cerita kehidupan bisa berubah.
Sunday, October 04, 2009
Putri Jail
Hampir persis tiga tahun yang lalu, saya duduk kebingungan. Di samping saya, my partner berbaring merintih di sebuah rumah sakit bersalin. Saya bingung soalnya mau ngajak ngobrol dia, dengan maksud mengalihkan perhatian dari rasa sakitnya, malah balik kena marah. Saya diam saja juga malah dicubit.
Perempuan yang mau bersalin memang aneh.
Kami datang ke rumah sakit itu siangnya, saya datang sekitar jam 11-an dari kantor, setelah saya ditelepon dan diberi tahu bahwa ketuban my partner sudah pecah dan harus segera dibawa ke rumah sakit bersalin tempat dia kontrol kehamilan. Saya datang duluan dan my partner datang belakangan
Dan setelah sekitar 12 jam lebih merintih, dan sedikit menangis (tidak lupa cubitan dan toyoran). Putri pertama kami lahir. Tepatnya 4 Oktober 2006, jam 1 dinihari kurang 5 menit.
Kami beri nama dia: Pendar Ramadhani Anitya. Nama pilihan ibunya, my partner.
Pendar, kami berharap dia berpendar. Cahaya kecil dalam gelap yang tidak akan pernah padam. Menerangi kehidupan kami. Pendar, sama seperti saat malam dia dilahirkan, bulan purnama penuh yang berpendar.
Ramadhani, yah mungkin sudah tertebak. Dia lahir di bulan Ramadhan, tanggal 11.
Anitya. Artinya selalu berubah. Tidak diam. Selalu berubah. Seperti kehidupan yang memang selalu berubah.
Kehadiran Pendar seperti menggenapi kehidupan kami, saya dan my partner. Saya sebagai seorang suami dan ayah, dan my partner sebagai seorang istri dan ibu.
Dari awal kelahirannya, Pendar membuat saya terkagum-kagum. Begitu keluar dari perut ibunya, mata dia yang besar menatap nanar benda-benda di sekelilingnya. Dia sempat menatap saya dengan matanya. Saya tersenyum. Walaupun beberapa saat setelah itu saya sadar dia belum bisa melihat senyum saya, mungkin dia bisa merasakan. Tapi tetap saja, dia membuat kagum. Oh ya, tangisannya juga keras. Amat keras. Saya sempat merekam suara tangisan pertama dia.
Sekarang, dia sudah berumur tiga tahun. Tiga tahun kehidupan saya (kami) yang penuh warna. Kadang cerah dan kadang kelabu. Tapi lebih banyak cerah. Sepertinya tiap hari ada cerita tentang putri jail. Saya bangga dengan dia.
Sekarang dia sudah punya kemauannya sendiri, dan sudah bisa mengkomunikasikan kemauannya. Walaupun caranya masih agak 'memaksa' dan intimidatif (dengan rengekan). Saya punya banyak keinginan tentang Pendar. Sejuta harapan dari saya buat dia. Tapi menurut saya, yang paling penting adalah dia hidup bahagia.
Mudah-mudahan, kami selalu bisa memberikan yang terbaik buat dia.
Thursday, September 03, 2009
Tentang Gempa
Saya kemarin baru tahu, kenapa kalau di film-film, ada orang-orang yang cenderung diam ketika tanah yang mereka pijak bergoyang bahkan retak-retak. Kaya terpaku melihat bumi bergoncang.
Saya mengalaminya kemarin.
Gempa datang ketika saya sedang mengetik laporan di sebuah kantor konsultan di Bandung, daerah Antapani. Saya pikir: ini siapa ya yang iseng goyang-goyang meja...Padahal dua orang rekan saya yang sedang duduk di depan saya sama sekali tidak mempunyai profil orang iseng. They both an old man, over or almost 40. Baru ketika salah satu dari mereka bilang: ini gempa, gempa...Saya langsung lari keluar rumah (iya rumah, bukan gedung perkantoran), meninggalkan laptop saya dan alas kaki - saya doyan sekali nyeker-.
Sampai di luar, sudah banyak orang-orang berkerumun di jalan, di seberang sana ada seorang ibu sepuh yang dituntun oleh dua orang ibu lainnya. Masih mengenakan pakaian rumahan: daster, dan kerudung.
Di toko seberang, seorang balita dipangku sambil dipeluk (gimana coba: dipangku dan dipeluk? Ya begitulah) oleh bapaknya, sementara disampingnya ada seorang ibu yang berjongkok sambil (lagi-lagi) memeluk anaknya.
Saya sempet nge-tweet setelah sampai di luar, saya lihat ternyata ada beberapa tweeter lain di Jakarta yang juga sudah menginformasikan gempa.
Gempa-nya sampe Jakarta? Wah berarti Bekasi, Cianjur, Bogor, juga kerasa dong? Itu pikiran saya. Segera saya coba telepon my partner. Damn. Network Busy.
Gempa lagi.
Saya lihat tanah dan jalan, terlihat jelas, permukaan bumi bergoyang. Bumi gonjang-ganjing...kalo kata dalang wayang. Dan seketika itu juga saya merasa pusing dan mual.
Pantesan orang-orang di film suka kaya orang bego kalau terjadi gempa, daripada lari menyelamatkan diri, mereka malah diam terpana.
Kali ini saya yang kena. Saya yang seperti orang bego: melawan pusing dan mual supaya muntah, biar puasanya jalan terus.
Saya coba lagi telepon beberapa nomor telepon: rumah orang tua di Bandung, Putri Jail di Bekasi, dan my partner di Jakarta. Asem. Masih belum bisa.
Dua menit setelah keluar rumah kantor, listrik mati. Yah. Nelepon nggak bisa, kerja nggak bisa.
Gempa kemarin itu merupakan gempa terbesar yang pernah saya alami, rasa-rasanya gempa yang dulu-dulu saya alami nggak sebesar yang kemarin: paling banter lampu gantung goyang, tanpa saya merasakan guncangan.
Padahal katanya, gempa kemarin mempunyai kekuatan 7,3 skala richter dan pusatnya ada di kedalaman 30 km, sekitar 142 km sebelah sana Tasikmalaya. Jarak Tasikmalaya dan Bandung sendiri sekitar 50 km. Gimana kalo pusatnya lebih deketya? Let say di Tangkuban Perahu atau Lembang.
Goncangannya pasti lebih dahsyat.
Saya mengalaminya kemarin.
Gempa datang ketika saya sedang mengetik laporan di sebuah kantor konsultan di Bandung, daerah Antapani. Saya pikir: ini siapa ya yang iseng goyang-goyang meja...Padahal dua orang rekan saya yang sedang duduk di depan saya sama sekali tidak mempunyai profil orang iseng. They both an old man, over or almost 40. Baru ketika salah satu dari mereka bilang: ini gempa, gempa...Saya langsung lari keluar rumah (iya rumah, bukan gedung perkantoran), meninggalkan laptop saya dan alas kaki - saya doyan sekali nyeker-.
Sampai di luar, sudah banyak orang-orang berkerumun di jalan, di seberang sana ada seorang ibu sepuh yang dituntun oleh dua orang ibu lainnya. Masih mengenakan pakaian rumahan: daster, dan kerudung.
Di toko seberang, seorang balita dipangku sambil dipeluk (gimana coba: dipangku dan dipeluk? Ya begitulah) oleh bapaknya, sementara disampingnya ada seorang ibu yang berjongkok sambil (lagi-lagi) memeluk anaknya.
Saya sempet nge-tweet setelah sampai di luar, saya lihat ternyata ada beberapa tweeter lain di Jakarta yang juga sudah menginformasikan gempa.
Gempa-nya sampe Jakarta? Wah berarti Bekasi, Cianjur, Bogor, juga kerasa dong? Itu pikiran saya. Segera saya coba telepon my partner. Damn. Network Busy.
Gempa lagi.
Saya lihat tanah dan jalan, terlihat jelas, permukaan bumi bergoyang. Bumi gonjang-ganjing...kalo kata dalang wayang. Dan seketika itu juga saya merasa pusing dan mual.
Pantesan orang-orang di film suka kaya orang bego kalau terjadi gempa, daripada lari menyelamatkan diri, mereka malah diam terpana.
Kali ini saya yang kena. Saya yang seperti orang bego: melawan pusing dan mual supaya muntah, biar puasanya jalan terus.
Saya coba lagi telepon beberapa nomor telepon: rumah orang tua di Bandung, Putri Jail di Bekasi, dan my partner di Jakarta. Asem. Masih belum bisa.
Dua menit setelah keluar rumah kantor, listrik mati. Yah. Nelepon nggak bisa, kerja nggak bisa.
Gempa kemarin itu merupakan gempa terbesar yang pernah saya alami, rasa-rasanya gempa yang dulu-dulu saya alami nggak sebesar yang kemarin: paling banter lampu gantung goyang, tanpa saya merasakan guncangan.
Padahal katanya, gempa kemarin mempunyai kekuatan 7,3 skala richter dan pusatnya ada di kedalaman 30 km, sekitar 142 km sebelah sana Tasikmalaya. Jarak Tasikmalaya dan Bandung sendiri sekitar 50 km. Gimana kalo pusatnya lebih deketya? Let say di Tangkuban Perahu atau Lembang.
Goncangannya pasti lebih dahsyat.
Tuesday, July 21, 2009
Friday, June 19, 2009
Back to the previous and weird feeling
Dua minggu terakhir ini saya merasa kembali ke habitat perkuliahan.
Jadi setelah cabut dari pekerjaan saya di sebuah konsultan komunikasi, ayah saya mencemplungkan saya di konsultan perencanaan: kembali ke masa kuliah, dan merancang infrastruktur untuk sebuah rencana tata ruang kota...
Sounds cool ya...did I also mention that the nerve-racking also come in the package?
Well anyway...
Satu hal yang menyenangkan (sampai saat ini) dengan pekerjaan ini adalah, saya jadi punya kesempatan bepergian lagi. Setelah minggu lalu ke Batam, trus plesir ke Pulau Rempang dan Galang; minggu ini saya ada di Pulau Sabang. Jadi kemarin itu rasa-rasa hari yang patut diingat: naik tiga jenis moda kendaraan dalam satu hari (moda darat: mobil; moda udara: pesawat, dan moda laut: feri).
Ada satu hal yang (diantara beberapa lainnya) yang membuat saya berkesan karena: merinding. Itu saya alami di Pulau Galang dan di Banda Aceh.
Di Pulau Galang, saya dan rombongan mendatangi tempat pengungsi orang-orang Vietnam. Mereka menjadi pengungsi saat pecah Perang Vietnam tahun 60-an lalu. Mungkin ada sekitar ratusan pengungsi Vietnam yang datang ke Pulau Galang ini dengan hanya menggunakan kapal kayu sederhana untuk menempuh ribuan mil laut: lari dari perang saudara di kampung halaman mereka.
UNHCR berinisiatif untuk melobi pemerintah Indonesia agar mau menempatkan para pengungsi Vietnam ini di kawasan khusus, jadilah sebuah lahan di Pulau Galang menjadi tempat penampungan mereka, mereka hidup di Pulau Galang sana sekitar 20 tahunan.
Tadinya, ketika membayangkan tempat pengungsian bagi orang Vietnam itu, saya membayangkan barak-barak pengungsi yang suka terpampang di film-film perang dunia kedua produksi Hollywood....(too much movie I guess). Tapi ternyata saya tidak menemukan bangunan barak-barak yang saya bayangkan. Tempat penampungan pengungsi Vietnam mungkin lebih mirip sebuah desa kecil, dengan vihara, klinik kesehatan, tempat kegiatan orang muda, sampai dengan warung kopi.
Pernah mendatangi sebuah rumah kosong yang sudah lama tidak ditinggali selama beberapa waktu? Saya selalu merasakan keheningan yang mencekam dan perasaan sepi-mencekam yang tidak bisa jelaskan.
Dan coba bayangkan rumah kosong itu luasnya beribu-ribu kali lipat, yang sudah lama tidak ditinggali selama 20 tahunan. Rasa-nya semakin menusuk: melihat dan merasakan area yang sudah lama tidak ditinggali, padahal ratusan orang pernah riuh-rendah hidup disana selama waktu yang cukup lama.
Dan perasaan aneh yang sama juga saya rasakan ketika saya melihat kuburan masal korban tsunami di Aceh.
Ini adalah kali pertama saya ke Banda Aceh. Saya selalu merasa saya harus menjenguk saudara-saudara kita di Banda Aceh ketika masa pemulihan pasca tsunami beberapa tahun lalu. Saya waktu ini masih di Bisnis Indonesia.
Saya sudah sering mendengar cerita-cerita yang membekas dari tsunami aceh: jenazah yang bergelimpangan di mana-mana; masjid dan tempat-tempat tertentu yang secara ajaib tidak tersentuh tsunami; dan kuburan masal: belasan hingga puluhan – atau mungkin ratusan jenazah yang dikuburkan dalam satu liang lahat raksasa.
Melihat kuburan, saya juga selalu merasa aneh dan merinding, membayangkan bahwa dibawah sana ada seseorang yang pernah bernafas, bergerak, dan sekarang kaku terbujur. Mungkin sedang berkelana di alam lain. Seperti apa rasanya ya?
Dan sekarang kuburan itu berpuluh kali lipat (juga) lebih besar, tanpa batu nisan.
Yah...pekerjaan baru memang selalu menawarkan hal-hal yang mengejutkan.
Jadi setelah cabut dari pekerjaan saya di sebuah konsultan komunikasi, ayah saya mencemplungkan saya di konsultan perencanaan: kembali ke masa kuliah, dan merancang infrastruktur untuk sebuah rencana tata ruang kota...
Sounds cool ya...did I also mention that the nerve-racking also come in the package?
Well anyway...
Satu hal yang menyenangkan (sampai saat ini) dengan pekerjaan ini adalah, saya jadi punya kesempatan bepergian lagi. Setelah minggu lalu ke Batam, trus plesir ke Pulau Rempang dan Galang; minggu ini saya ada di Pulau Sabang. Jadi kemarin itu rasa-rasa hari yang patut diingat: naik tiga jenis moda kendaraan dalam satu hari (moda darat: mobil; moda udara: pesawat, dan moda laut: feri).
Ada satu hal yang (diantara beberapa lainnya) yang membuat saya berkesan karena: merinding. Itu saya alami di Pulau Galang dan di Banda Aceh.
Di Pulau Galang, saya dan rombongan mendatangi tempat pengungsi orang-orang Vietnam. Mereka menjadi pengungsi saat pecah Perang Vietnam tahun 60-an lalu. Mungkin ada sekitar ratusan pengungsi Vietnam yang datang ke Pulau Galang ini dengan hanya menggunakan kapal kayu sederhana untuk menempuh ribuan mil laut: lari dari perang saudara di kampung halaman mereka.
UNHCR berinisiatif untuk melobi pemerintah Indonesia agar mau menempatkan para pengungsi Vietnam ini di kawasan khusus, jadilah sebuah lahan di Pulau Galang menjadi tempat penampungan mereka, mereka hidup di Pulau Galang sana sekitar 20 tahunan.
Tadinya, ketika membayangkan tempat pengungsian bagi orang Vietnam itu, saya membayangkan barak-barak pengungsi yang suka terpampang di film-film perang dunia kedua produksi Hollywood....(too much movie I guess). Tapi ternyata saya tidak menemukan bangunan barak-barak yang saya bayangkan. Tempat penampungan pengungsi Vietnam mungkin lebih mirip sebuah desa kecil, dengan vihara, klinik kesehatan, tempat kegiatan orang muda, sampai dengan warung kopi.
Pernah mendatangi sebuah rumah kosong yang sudah lama tidak ditinggali selama beberapa waktu? Saya selalu merasakan keheningan yang mencekam dan perasaan sepi-mencekam yang tidak bisa jelaskan.
Dan coba bayangkan rumah kosong itu luasnya beribu-ribu kali lipat, yang sudah lama tidak ditinggali selama 20 tahunan. Rasa-nya semakin menusuk: melihat dan merasakan area yang sudah lama tidak ditinggali, padahal ratusan orang pernah riuh-rendah hidup disana selama waktu yang cukup lama.
Dan perasaan aneh yang sama juga saya rasakan ketika saya melihat kuburan masal korban tsunami di Aceh.
Ini adalah kali pertama saya ke Banda Aceh. Saya selalu merasa saya harus menjenguk saudara-saudara kita di Banda Aceh ketika masa pemulihan pasca tsunami beberapa tahun lalu. Saya waktu ini masih di Bisnis Indonesia.
Saya sudah sering mendengar cerita-cerita yang membekas dari tsunami aceh: jenazah yang bergelimpangan di mana-mana; masjid dan tempat-tempat tertentu yang secara ajaib tidak tersentuh tsunami; dan kuburan masal: belasan hingga puluhan – atau mungkin ratusan jenazah yang dikuburkan dalam satu liang lahat raksasa.
Melihat kuburan, saya juga selalu merasa aneh dan merinding, membayangkan bahwa dibawah sana ada seseorang yang pernah bernafas, bergerak, dan sekarang kaku terbujur. Mungkin sedang berkelana di alam lain. Seperti apa rasanya ya?
Dan sekarang kuburan itu berpuluh kali lipat (juga) lebih besar, tanpa batu nisan.
Yah...pekerjaan baru memang selalu menawarkan hal-hal yang mengejutkan.
Monday, June 01, 2009
Twitter...
Bagaimana caranya mengikuti perkembangan informasi tanpa meninggalkan tempat tidur?
Internet jawabannya, apalagi musim web2.0 dan social media sekarang ini. Kenapa tempat tidur? Biar lebih spesifik, kalau ‘tanpa meninggalkan rumah’, perkembangan informasi bisa saja diikuti lewat tv atau radio. Rasa-rasanya sekarang ini telepon seluler jadi ‘teman tidur’ hampir setiap orang. Correct me if I’m wrong.
Jadi begitulah, pagi-pagi di awal bulan Juni ini (berima mode on) saya coba belajar yang namanya social media, terutama plurk dan twitter.
And hopefully it will not like below pictures…
taken from: http://blaugh.com/2008/03/12/addicted-to-twitter/
Internet jawabannya, apalagi musim web2.0 dan social media sekarang ini. Kenapa tempat tidur? Biar lebih spesifik, kalau ‘tanpa meninggalkan rumah’, perkembangan informasi bisa saja diikuti lewat tv atau radio. Rasa-rasanya sekarang ini telepon seluler jadi ‘teman tidur’ hampir setiap orang. Correct me if I’m wrong.
Jadi begitulah, pagi-pagi di awal bulan Juni ini (berima mode on) saya coba belajar yang namanya social media, terutama plurk dan twitter.
And hopefully it will not like below pictures…
taken from: http://blaugh.com/2008/03/12/addicted-to-twitter/
Friday, May 29, 2009
Pengendara Motor dan Geleng-geleng Kepala
Saya speechless kalo mau ngegosip tentang mereka. Dulu, waktu motor belum sebanyak sekarang dan saya masih suka pake ojek untuk pergi-pergian, motor adalah pilihan saya nomor satu karena: relatif murah dan cepat.
Tapi sekarang? Wuahh… pengendara motor buat saya seperti lalat. Terlalu banyak dan menganggu. Ya, saya tau nggak semua pengendara motor itu berandalan berani mati yang egois (bawa penumpang empat: dua diantaranya masih bayi dan balita, nyalip kanan-kiri, dan ngebut di tengah-tengah jalan). Tapi perbandingan pengendara motor yang baik dan yang berandalan tadi mungkin hanya 1:500, satu pengendara motor yang baik, dan 500 yang berandalan.
Saya sering bertanya sendiri, apakah pengendara motor itu tidak pernah membuat kesal sesama pengendara motor lain? Apakah mereka tidak pernah merasa kesal dengan pengendara motor lain? Atau mungkin tingkat toleransi mereka begitu tinggi – karena menyadari sesama pengadaran motor berandalan -, jadi mereka maklum saja ketika ada pengendara motor lain yang membuat kesal.
Nah, sekarang pertanyaannya adalah, kalo ada pengendara motor yang kesal, gimana reaksi umum mereka?
Dan saya kembali diingatkan jawabannya pagi ini ketika dalam perjalanan ke kantor: mereka hanya mengeleng-gelengkan kepala; mengeleng-gelengkan kepala seperti seorang orang tua atau guru yang bijak melihat kenakalan anak atau murid-murid mereka. Seakan-akan memaklumi keberandalan mereka, atau mungkin di-ingatkan kalau mereka juga pernah ‘berandalan’ seperti itu.
Dan gimana kalau saya dibuat kesal oleh pengendara mobil lain? Saya cukup tekan klakson lama-lama dan berteriak: ANJING LO!!! (dan saya yakin dengan tingkat desibel suara saya, yang dapat didengar oleh pengemudi yang dimaksud)
Dan itu saya lakukan pagi ini…
Tapi sekarang? Wuahh… pengendara motor buat saya seperti lalat. Terlalu banyak dan menganggu. Ya, saya tau nggak semua pengendara motor itu berandalan berani mati yang egois (bawa penumpang empat: dua diantaranya masih bayi dan balita, nyalip kanan-kiri, dan ngebut di tengah-tengah jalan). Tapi perbandingan pengendara motor yang baik dan yang berandalan tadi mungkin hanya 1:500, satu pengendara motor yang baik, dan 500 yang berandalan.
Saya sering bertanya sendiri, apakah pengendara motor itu tidak pernah membuat kesal sesama pengendara motor lain? Apakah mereka tidak pernah merasa kesal dengan pengendara motor lain? Atau mungkin tingkat toleransi mereka begitu tinggi – karena menyadari sesama pengadaran motor berandalan -, jadi mereka maklum saja ketika ada pengendara motor lain yang membuat kesal.
Nah, sekarang pertanyaannya adalah, kalo ada pengendara motor yang kesal, gimana reaksi umum mereka?
Dan saya kembali diingatkan jawabannya pagi ini ketika dalam perjalanan ke kantor: mereka hanya mengeleng-gelengkan kepala; mengeleng-gelengkan kepala seperti seorang orang tua atau guru yang bijak melihat kenakalan anak atau murid-murid mereka. Seakan-akan memaklumi keberandalan mereka, atau mungkin di-ingatkan kalau mereka juga pernah ‘berandalan’ seperti itu.
Dan gimana kalau saya dibuat kesal oleh pengendara mobil lain? Saya cukup tekan klakson lama-lama dan berteriak: ANJING LO!!! (dan saya yakin dengan tingkat desibel suara saya, yang dapat didengar oleh pengemudi yang dimaksud)
Dan itu saya lakukan pagi ini…
Tuesday, May 05, 2009
Konstruksi bangunan sebelah kantor...
Tanah kosong di sebelah kantor sekarang ini sedang dibangun menjadi sebuah gedung, katanya berlantai tiga.
Ributnya minta ampun.
Sekarang para pekerja konstruksi sedang mendirikan rangka baja setinggi tiga lantai. Kemarin, selama kurang lebih tiga hari termasuk weekend, ribut-ribut suara bangunan berasal dari crane yang menyusun balok-balok baja; dan sekarang ribut-ribut itu berasal dari generator listrik untuk memperkuat sambungan balok-balok baja.
Sebenarnya saya agak menyesal.
Seharusnya saya bisa mengambil foto progress konstruksi bangunan tanah kosong sebelah dari lantai tiga kantor saya, hanya untuk sekedar memuaskan rasa sentimen masa lalu: saya kuliah di teknik sipil.
Saya bayangkan foto-foto itu akan menarik: bagaimana yang tadinya adalah tanah kosong tempat menyimpan krat-krat botolan dari berbagai merek, lalu dikosongkan, lalu diurug, lau diberi pondasi, sampai pada tahap proses yang sekarang: pemasangan konstruksi baja.
Well next time, maybe I should listening to myself even harder...
Ributnya minta ampun.
Sekarang para pekerja konstruksi sedang mendirikan rangka baja setinggi tiga lantai. Kemarin, selama kurang lebih tiga hari termasuk weekend, ribut-ribut suara bangunan berasal dari crane yang menyusun balok-balok baja; dan sekarang ribut-ribut itu berasal dari generator listrik untuk memperkuat sambungan balok-balok baja.
Sebenarnya saya agak menyesal.
Seharusnya saya bisa mengambil foto progress konstruksi bangunan tanah kosong sebelah dari lantai tiga kantor saya, hanya untuk sekedar memuaskan rasa sentimen masa lalu: saya kuliah di teknik sipil.
Saya bayangkan foto-foto itu akan menarik: bagaimana yang tadinya adalah tanah kosong tempat menyimpan krat-krat botolan dari berbagai merek, lalu dikosongkan, lalu diurug, lau diberi pondasi, sampai pada tahap proses yang sekarang: pemasangan konstruksi baja.
Well next time, maybe I should listening to myself even harder...
Tuesday, April 28, 2009
After the thrill
Acara klien sudah usai sejak siang tadi, sekarang yang tersisa adalah ngantuk dan capek. Padahal masih harus melakukan beberapa pekerjaan after the event yang jadi rutinitas.
Aneh juga rasanya menjalani 'the thrill' selama sekitar satu minggu dan dua atau tiga hari kemarin menjadi klimaksnya: beberapa hal yang tadinya membingungkan dan meresahkan, tiba-tiba muncul jawabannya. Sensasinya mungkin seperti kita mengupas buah: satu per satu dikelupas kulitnya sehingga kita bisa menikmati isinya, hanya saja kali ini si kulit buah tidak hanya terdiri dari satu lapis saja, tapi beberapa lapis.
Acaranya sendiri, menurut beberapa rekan berjalan bagus, tapi menurut saya sendiri saya kurang puas dengan acara itu, ada beberapa kesalahan yang seharusnya tidak terjadi (atau mungkin tepatnya tidak saya lakukan...). Saya memang bukan orang yang terlalu memperhatikan detil.
Pulang ke kantor, di tengah lelah, saya menghabiskan chocolatos yang sudah dibuka sejak kemarin, yang entah mengapa terlantar belum digigit, mungkin karena kalutnya pikiran karena persiapan event.
Tiba-tiba saja saya teringat Putri Jail, satu-satunya hal yang ingin saya lakukan saat itu adalah: bersama Putri Jail, berlomba makan chocolatos. Sambil bercanda. Putri Jail suka sekali makan atau minum coklat. Saya pasti menang lomba makan chocolatos sama Putri Jail....
Aneh juga rasanya menjalani 'the thrill' selama sekitar satu minggu dan dua atau tiga hari kemarin menjadi klimaksnya: beberapa hal yang tadinya membingungkan dan meresahkan, tiba-tiba muncul jawabannya. Sensasinya mungkin seperti kita mengupas buah: satu per satu dikelupas kulitnya sehingga kita bisa menikmati isinya, hanya saja kali ini si kulit buah tidak hanya terdiri dari satu lapis saja, tapi beberapa lapis.
Acaranya sendiri, menurut beberapa rekan berjalan bagus, tapi menurut saya sendiri saya kurang puas dengan acara itu, ada beberapa kesalahan yang seharusnya tidak terjadi (atau mungkin tepatnya tidak saya lakukan...). Saya memang bukan orang yang terlalu memperhatikan detil.
Pulang ke kantor, di tengah lelah, saya menghabiskan chocolatos yang sudah dibuka sejak kemarin, yang entah mengapa terlantar belum digigit, mungkin karena kalutnya pikiran karena persiapan event.
Tiba-tiba saja saya teringat Putri Jail, satu-satunya hal yang ingin saya lakukan saat itu adalah: bersama Putri Jail, berlomba makan chocolatos. Sambil bercanda. Putri Jail suka sekali makan atau minum coklat. Saya pasti menang lomba makan chocolatos sama Putri Jail....
Sunday, April 26, 2009
The thrill before the event....
Lagi-lagi event dan klien.
Minggu depan ada satu acara yang di-inisiasi salah satu klien tempat konsultan dimana saya bekerja. Dan lagi-lagi, saya merasa hidup saya tidak tenang.
Terlalu banyak ketidak-pastian dalam acara kali ini.
You name it...hampir semuanya ada....dan itu ngebuat saya tidak bisa tenang. Meskipun sekarang saya merasa sudah bisa menguasai diri saya untuk mengatasi the thrill itu, tapi tetep aja....itu hanya kadang-kadang. Mungkin kelas meditasi yang baru saya ikuti tiga kali itu ada gunanya juga ya....
Berulang kali saya selalu meyakinkan diri saya, kalau pikiran kacau memikirkan hal-hal buruk yang mungkin sebenarnya tidak akan terjadi, saya malah akan bekerja dengan kacau...the power of mind: energy follow the mind....itu kata partner saya.
Saya juga mencoba meyakinkan diri saya dengan berkata kepada diri saya sendiri: heyy....enjoy the wave....
entahlah.
Saya masih terpuruk dengan tidak nyaman disini
Minggu depan ada satu acara yang di-inisiasi salah satu klien tempat konsultan dimana saya bekerja. Dan lagi-lagi, saya merasa hidup saya tidak tenang.
Terlalu banyak ketidak-pastian dalam acara kali ini.
You name it...hampir semuanya ada....dan itu ngebuat saya tidak bisa tenang. Meskipun sekarang saya merasa sudah bisa menguasai diri saya untuk mengatasi the thrill itu, tapi tetep aja....itu hanya kadang-kadang. Mungkin kelas meditasi yang baru saya ikuti tiga kali itu ada gunanya juga ya....
Berulang kali saya selalu meyakinkan diri saya, kalau pikiran kacau memikirkan hal-hal buruk yang mungkin sebenarnya tidak akan terjadi, saya malah akan bekerja dengan kacau...the power of mind: energy follow the mind....itu kata partner saya.
Saya juga mencoba meyakinkan diri saya dengan berkata kepada diri saya sendiri: heyy....enjoy the wave....
entahlah.
Saya masih terpuruk dengan tidak nyaman disini
Tuesday, April 21, 2009
Hari Kartini
Hari ini hari Kartini. Kadang-kadang saya bertanya, kenapa kaum perempuan cukup dimanjakan dengan mempunyai dua hari istimewa dalam satu tahun? Hari Kartini dan Hari Ibu. Mungkin kalau Kartini lahir tepat pada tanggal 22 Desember, kita hanya memperingati Hari Ibu saja ya.
Kalau dipikir-pikir Hari Ibu dan Hari Kartini itu agak bertentangan secara filosofi. Hari Ibu adalah dimana kita merenungkan peran dan posisi seorang ibu, pengelola rumah tangga, dimana peran seorang ibu berada di belakang layar, dibelakang sukses suami dan anak-anaknya. Sementara pada pada Hari Kartini, saya merenungkan adanya peran-peran perempuan yang secara keseluruhan mempunyai arti lebih daripada sekedar di belakang layar.
Correct me if I'm wrong ya
Kalau dipikir-pikir Hari Ibu dan Hari Kartini itu agak bertentangan secara filosofi. Hari Ibu adalah dimana kita merenungkan peran dan posisi seorang ibu, pengelola rumah tangga, dimana peran seorang ibu berada di belakang layar, dibelakang sukses suami dan anak-anaknya. Sementara pada pada Hari Kartini, saya merenungkan adanya peran-peran perempuan yang secara keseluruhan mempunyai arti lebih daripada sekedar di belakang layar.
Correct me if I'm wrong ya
Friday, April 17, 2009
Politik dan media
Saya sangat jarang baca koran, baca dalam artian membaca mulai dari kata per kata, baris per baris, alinea per alinea sebuah artikel dalam koran.
Biasanya yang saya lakukan adalah mencari informasi lewat internet, sudah cukup banyak sumber berita di internet, yang tentunya salah satunya adalah blog. Kalaupun punya waktu agak banyak untuk melihat koran, saya lebih memilih untuk mengambil setumpuk koran, dan melakukan bacaan sekilas pada judul-judul yang ada.
Seperti pagi ini.
Ada dua hal yang menarik perhatian saya dalam beberapa judul artikel yang saya baca. Tabloid Kontan mengeluarkan artikel yang judulnya kurang lebih: SBY - JK memimpin ekonomi lagi? dan headline di Bisnis Indonesia tentang dana asing yang meningkat masuk ke pasar bursa nasional.
Sepertinya para pelaku pasar, terutama yang asing, yakin sekali SBY akan menjadi presiden lagi. Kemenangan Partai Demokrat di Pemilu legislatif lalu (meskipun belum disahkan KPU) sepertinya jadi salah satu sentimen positif. Banyak yang bilang pemerintahan SBY-JK yang bakalan segera berakhir ini cukup favorable buat pelaku ekonomi dan pasar.
Sehingga ketika para pelaku pasar melihat adanya peluang SBY untuk naik jadi presiden lagi, dan adanya kemungkinan berpasangan dengan JK, mereka memborong saham di Indonesia yang saat ini memang harganya lagi rendah.
Oh well, kita ini memang dijajah secara ekonomi kok
Hal kedua yang menarik perhatian saya adalah tentang menangnya majalah Time dalam kasus melawan gugatan dari keluarga Cendana gara-gara artikel mereka pada 1999 lalu.
Buset deh, butuh waktu sekitar sepuluh tahun untuk menyelesaikan perkara ini? Jangan-jangan keluarga Cendana sudah kehilangan kekuatan lobi mereka?
Biasanya yang saya lakukan adalah mencari informasi lewat internet, sudah cukup banyak sumber berita di internet, yang tentunya salah satunya adalah blog. Kalaupun punya waktu agak banyak untuk melihat koran, saya lebih memilih untuk mengambil setumpuk koran, dan melakukan bacaan sekilas pada judul-judul yang ada.
Seperti pagi ini.
Ada dua hal yang menarik perhatian saya dalam beberapa judul artikel yang saya baca. Tabloid Kontan mengeluarkan artikel yang judulnya kurang lebih: SBY - JK memimpin ekonomi lagi? dan headline di Bisnis Indonesia tentang dana asing yang meningkat masuk ke pasar bursa nasional.
Sepertinya para pelaku pasar, terutama yang asing, yakin sekali SBY akan menjadi presiden lagi. Kemenangan Partai Demokrat di Pemilu legislatif lalu (meskipun belum disahkan KPU) sepertinya jadi salah satu sentimen positif. Banyak yang bilang pemerintahan SBY-JK yang bakalan segera berakhir ini cukup favorable buat pelaku ekonomi dan pasar.
Sehingga ketika para pelaku pasar melihat adanya peluang SBY untuk naik jadi presiden lagi, dan adanya kemungkinan berpasangan dengan JK, mereka memborong saham di Indonesia yang saat ini memang harganya lagi rendah.
Oh well, kita ini memang dijajah secara ekonomi kok
Hal kedua yang menarik perhatian saya adalah tentang menangnya majalah Time dalam kasus melawan gugatan dari keluarga Cendana gara-gara artikel mereka pada 1999 lalu.
Buset deh, butuh waktu sekitar sepuluh tahun untuk menyelesaikan perkara ini? Jangan-jangan keluarga Cendana sudah kehilangan kekuatan lobi mereka?
Wednesday, April 15, 2009
Postingan dan stress
Rasa-rasanya, jumlah postingan di blog ini dan kadar stress saya punya hubungan: semakin stress saya, maka semakin jarang posting disini.
Siang ini misalnya, iseng-iseng saya login ke blogger, mengedit sedikit tampilan, dan baru sadar kalau selama Februari kemarin saya sama sekali tidak membuat postingan. Wah kok bisa begini ya? Apakah selama Februari kemarin kadar stress saya begitu tinggi sampai tidak pernah memposting sesuatu disini?.... Nyatanya saya lupa (kalau tidak salah, gampang lupa ini kan salah satu ciri stress ya...halah).
Saya jadi kepikiran mungkin sebaiknya se-stress apa pun saya, saya harus menyempatkan menulis disini. Minimal mengeluarkan unek-unek yang ada dan mengurangi faktor penambah stress.
Iya, siapa tau dengan sering menulis disini stress saya bisa berkurang.
Hopefully
Siang ini misalnya, iseng-iseng saya login ke blogger, mengedit sedikit tampilan, dan baru sadar kalau selama Februari kemarin saya sama sekali tidak membuat postingan. Wah kok bisa begini ya? Apakah selama Februari kemarin kadar stress saya begitu tinggi sampai tidak pernah memposting sesuatu disini?.... Nyatanya saya lupa (kalau tidak salah, gampang lupa ini kan salah satu ciri stress ya...halah).
Saya jadi kepikiran mungkin sebaiknya se-stress apa pun saya, saya harus menyempatkan menulis disini. Minimal mengeluarkan unek-unek yang ada dan mengurangi faktor penambah stress.
Iya, siapa tau dengan sering menulis disini stress saya bisa berkurang.
Hopefully
Monday, March 30, 2009
Hal-hal baru
Ada beberapa hal baru selama saya tidak menulis disini. Ada yang sepele, remeh-temeh; tapi ada pula hal-hal yang cukup besar, setidaknya menurut saya.
Yang pertama adalah: saya baru tahu kalo partner saya ternyata amat sangat tidak suka kalau saya bilang 'gimana siihhh?' dengan nada tinggi ke dia. Padahal saya cukup sering bilang itu (maklumlah, masih saling belajar memahami...).
Kedua adalah sekarang saya punya rute harian yang baru, karena sejak Kamis kemarin saya pindah tempat tinggal. Ketika sebagian rekan-rekan kita memperingati Nyepi, saya hijrah dari rumah mertua ke rumah sendiri.
Ketiga: what happen with my big family and politic? Saya baru sadar pada akhir minggu kemarin, ternyata ada dua saudara saya yang jadi caleg: sepupu ibu saya yang mengincar kursi DPRD Jabar dan sepupu saya yang mengincar kursi DPR-RI. Yah minimal nanti di tiap pertemuan keluarga ada yang bisa dicurhatin buat Indonesia yang lebih baik.
Yang pertama adalah: saya baru tahu kalo partner saya ternyata amat sangat tidak suka kalau saya bilang 'gimana siihhh?' dengan nada tinggi ke dia. Padahal saya cukup sering bilang itu (maklumlah, masih saling belajar memahami...).
Kedua adalah sekarang saya punya rute harian yang baru, karena sejak Kamis kemarin saya pindah tempat tinggal. Ketika sebagian rekan-rekan kita memperingati Nyepi, saya hijrah dari rumah mertua ke rumah sendiri.
Ketiga: what happen with my big family and politic? Saya baru sadar pada akhir minggu kemarin, ternyata ada dua saudara saya yang jadi caleg: sepupu ibu saya yang mengincar kursi DPRD Jabar dan sepupu saya yang mengincar kursi DPR-RI. Yah minimal nanti di tiap pertemuan keluarga ada yang bisa dicurhatin buat Indonesia yang lebih baik.
Wednesday, March 25, 2009
Social Media
Sekarang sepertinya kalangan praktisi komunikasi sudah mulai gencar melirik social media ya. Pak Nukman Lutfhie sudah beberapa kali ngasih seminar tentang hal ini; Maverick, mulai mengajak para praktisi PR untuk menggalang kekuatan mengelola potensi social media ini.
Saya sendiri selama ini hanya mengamati saja fenomena social media ini.
Ya saya punya account di Facebook, Blogger (ya iyalah...), wordpress, dan Multiply. Tapi saya belum punya microblogging. Semacam status update di Facebook.
Sepanjang pengetahuan saya, ada dua penyedia jasa microblogging yang lumayan populer: plurk dan twitter. Saya bingung mau buat dimana. Mau cari-cari referensi kok ya lagi mepet ya.
Jadilah saya minta bantuan sepupu Om Google: Googlefight. Dan ini lah hasilnya:
Ternyata hasil pencarian dengan keyword Twitter jauh melampaui Plurk. Plurk hanya 1,4 juta output, sedangkan Twitter sampai 5,1 juta output. Wew...
Jadi pilihan saya jatuh ke Twitter, tapi tidak menutup kemungkinan nanti juga saya apply di Plurk.
Saya sendiri selama ini hanya mengamati saja fenomena social media ini.
Ya saya punya account di Facebook, Blogger (ya iyalah...), wordpress, dan Multiply. Tapi saya belum punya microblogging. Semacam status update di Facebook.
Sepanjang pengetahuan saya, ada dua penyedia jasa microblogging yang lumayan populer: plurk dan twitter. Saya bingung mau buat dimana. Mau cari-cari referensi kok ya lagi mepet ya.
Jadilah saya minta bantuan sepupu Om Google: Googlefight. Dan ini lah hasilnya:
Ternyata hasil pencarian dengan keyword Twitter jauh melampaui Plurk. Plurk hanya 1,4 juta output, sedangkan Twitter sampai 5,1 juta output. Wew...
Jadi pilihan saya jatuh ke Twitter, tapi tidak menutup kemungkinan nanti juga saya apply di Plurk.
Thursday, March 05, 2009
Capres dan internet
Paling enak emang ngomongin orang lain.
Dan kali ini yang mau saya omongin adalah dua capres kita, Prabowo dan Megawait....( I hate politic, but I can't help my self....). Kenapa kedua orang ini? Yah ternyata saya lihat dua orang capres ini sedang jadi pembicaraan di ranah internet, minimal dua hari terakhir ini.
Megawati, atau tim kampanyenya, sedang menghadapi 'serangan image' di Facebook dan Kaskus (forum online terbesar di Indonesia, sempat diisukan hendak di beli oleh Google). Sementara Prabowo saat ini sedang membangun image di ranah blog dan mailing list. Sejauh ini sih upayanya lumayan bagus.
Internet, seperti hal-hal lainnya di dunia, ibaratnya punya dua sisi pisau yang tajam. Dia bisa mengangkat image orang ataupun menghancurkannya.
Dengar-dengar sih, salah satu faktor Obama bisa memenangkan pemilu di Amerika sana karena tim kampanyenya mengoptimalkan fungsi internet ini, dan Obama juga termasuk figur yang lumayan 'melek' internet: sampai harus bersitegang dengan Secret Service yang berencana tidak mengizinkan Obama mengakses email-emailnya lewat Blackberry - namun toh Secret Service mengalah meskipun tetap membatasi komunikasi email Obama hanya kepada orang-orang terdekat.
Lomba kampanye lewat internet memang punya nilai lebih, minimal lebih ramah lingkungan karena tidak harus membuat dan menempel spanduk atau poster dimana-mana. Belum lagi strategi yang harus diterapkan harus benar-benar dipertimbangkan, dengan dukungan orang-orang yang punya spesifikasi tertentu.
Tapi pemilu untuk presiden masih 9 Juli nanti (kalau tidak salah), masih ada jalan panjang, masih ada kesempatan untuk membuat buzz yang masif di ranah internet.
Wednesday, March 04, 2009
Optimis
Dari mana datangnya optimisme atau perasaan positif? Perasaan yang membawa kita berbicara kepada diri kita sendiri: 'itu sih gampang, gw bisa ngerjainnya, hari ini juga beres...'
Saya yakin, kalau optimisme itu merupakan komoditas yang bisa diperjual-belikan, dia bakalan laris, bahkan mungkin untuk derivatif-nya. Hanya sayangnya, optimisme itu bukan komoditas, tidak diperjual-belikan. Dia datang dari dalam diri kita sendiri, dan mungkin satu-satunya cara untuk menimbulkan optimisme adalah pikiran kita sendiri.
Tidak semua orang bisa membangun optimisme dalam diri, membangkitkan pikiran positif. Saya adalah salah satunya.
Tapi entah mengapa. Pagi ini ketika berkendaraan ke kantor, si optimisme itu datang begitu saja. Rasa-rasanya saya bersemangat menghadapi hari ini.
Ini aneh. Mengingat saya bukan orang yang selalu bersemangat menghadapi hari-hari kerja. Beberapa target pekerjaan yang harus selesai hari ini, ditanggapi dengan perasaan saya (ditemani dengan optimisme tadi): 'bisa lah, hari ini selesai kok...'
Note: image was taken from gettyimages
Monday, January 12, 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)