Sunday, June 26, 2011

Confession of a creative mind

"Gue sebelum tidur, biasanya main PlayStaion. Satu atau dua game aja biasanya udah ngantuk dan tidur. Bener kata elo, gue meskipun keliatannya lagi diem, pikiran gue nggak brenti, mikir ini, mikir itu."
"Gue ditanya sama investor yang punya tanah di Bali dan di Ciater, 'elo kalo mau buat tempat rekreasi dimana?' gue jawab di Ciater. Kenapa? Kalo di Bali tempat rekreasi terus jadi hype nggak aneh, lah kalo di Ciater? Tempatnya kan belum seterkenal Bali, tapi kalo ada tempat rekreasi yang hype kan oke tuh."
"Iya, Trans Studio yang di Bandung, mungkin juga yang di Makassar, gitu-gitu aja, nggak nawarin sesuatu yang baru. Meskipun gue belum kesana dan pengen liat juga, kalo yang di Makassar pernah."
"Di konsultan gue cuma ada empat orang yang permanen selain gue, yang lainnya cabutan, gue kerja bareng sama Iwet Ramadhan, Nicholas Saputra, sama yang lainnya."
"Temen gue ada yang nanya, dia bokapnya tajir dan dia mau buat mall di Medan. Konsep mal-nya simpel minimalis. Kata gue jangan seperti itu konsepnya, Medan itu kota di Indonesia yang budaya Melayunya masih kentel, coba deh elo datang ke Medan, nuansa melayu keliatan banget. Makanya gue saranin pake konsep Melayu aja, sekalian memelihara tone budaya disana."
"Gue udah 7 tahun brenti ngerokok, dulu pas di Hardrock kan banyak tuh yang ngerokok, gue sih masih bisa tahan. Tapi kalo gue liat film, terus si jagoannya lagi serius mikir, sambil pelan-pelan nyulut rokok yang ada di mulutnya. Nah itu gue yang kadang-kadang nggak tahan. Menyampaikan pesen lewat film itu pengaruhnya gede banget. Makanya salah satu kerjaan gue yang menghubungkan brand ke publik lewat film. Contohnya ya di Catatan Si Boy. BMW itu. Dulu pas lagi ngetren, banyak kan anak-anak seangkatan gue yang punya pikiran pas nonton film itu 'wah gue mau beli mobil yang keren, kaya BMW deh'. Nah lewat film ini mereka diingetin lagi 'o iya, dulu pas film ini jadi tren gue pengen beli BMW."

Thursday, June 23, 2011

Jakarta

Happy belated birthday Jakarta. Ulang-tahunnya kemarin, pas tanggal 22 Juni.
Kemarin juga, saya dikasih hadiah yang lumayan unik dari Jakarta, perjalanan yang paling lama yang saya tempuh untuk berangkat ke kantor: hampir 2 jam.
Karena kendaraan saya tinggal di kantor, jadi saya berangkat naik angkutan umum. Sengaja saya berangkat dari rumah lebih pagi daripada biasanya untuk mengantisipasi kemacetan, yaitu jam tujuh pagi kurang banyak. Dan ternyata, sampai di kantor itu jam 9 aja...DAMN.....
Padahal dulu waktu pernah naik angkutan umum ke kantor yang sekarang, sekitar setengah tahun yang lalu, membutuhkan waktu paling lama 1,5 jam buat pergi ke kantor. Total ongkos yang saya bayar untuk naik angkutan umum ke kantor itu sebesar Rp13.000: Rp11.000 buat naik patas AC ke blok m dan sisanya untuk naik metromini sampai ke depan kantor.
Padahal, dengan duit sebesar itu, saya bisa pulang pergi kantor-rumah sebanyak tiga kali kalau naik sepeda motor.
Iya, sejak awal tahun ini, saya hampir selalu naik motor buat berangkat ke kantor. Pertimbangannya ya simpel aja, my partner sudah jadi freelancer jadi dia nggak perlu datang ke kantor setiap hari. Uang bensin sebesar Rp150.000 untuk sekitar tiga hari rasa-rasanya terlalu boros ya....sebulan bisa 1,2 juta untuk bensin, belum uang parkir yang sebulannya bisa Rp400,000. Dan itu habis untuk satu orang.
Jadi saya berpikir rasa-rasanya naik sepeda motor lebih ekonomis ya.
But then again, selamat ulang tahun ke Jakarta. Siapa yang mau ke PRJ?

Tuesday, June 07, 2011

Menulis...(lagi?)

Menulis laporan dan menulis di blog itu berbeda. Dua-duanya butuh energi untuk menyalurkan ide-ide yang tidak serupa. Menulis laporan misalnya, harus seperti seorang sniper. Langsung ke tujuan, nggak perlu bertele-tele. Menulis di blog, lebih mirip seorang assassin, ada jutaan cara untuk menyelesaikan tugas tapi semuanya harus rapih dan pasti; dengan racun, dengan sebilah pisau, atau dengan tangan kosong.
Saya sama terherannya sama Ratna, kemana semua energi menulis di blog yang dulu biasanya kami punya ditengah-tengah luapan energi untuk menulis yang lain?
Padahal saya diwanti-wanti untuk tetap mengasah kemampuan menulis saya. Tapi lagi-lagi: menulis itu membutuhkan energi, dan energi saya entah terbang kemana.