Monday, November 05, 2012

Beda Platform

OK,
Jadi sekarang, selama beberapa waktu ke belakang, saya belajar lagi nulis yang namanya 'buku harian'. Lebih banyak nulis disana daripada di blog. Balik lagi ke kertas. Hanya sekedar untuk melancarkan tulisan tangan saya.
(oke tips buat kopi: jangan tambahin last minute air panas ke kopi, it will ruin the taste, just add the water for one shot only)
Kenapa begitu?
Ya karena saya kangen tulis-menulis. Dulu waktu pas jadi wartawan, enam tahun tuh nulis terus menerus: saat wawancara, liputan acara, wawancara lewat telepon. Pas jadi konsultan, kegiatan tulis menulis hanya terbatas saat rapat doang: rapat internal, rapat sama klien. Berkurang. Awalnya nggak drastis, tapi lama-lama jadi signifikan.
Jadi saya niat kembali ke asal.
Dulu pas SMP, ayah saya selalu maksa saya buat nulis di buku harian. Hampir tiap malem di cek tuh: hari ini nulis buku harian nggak? Mana tulisannya?
Tapi itu ternyata jadi kebiasaan, pas saya kuliah, terus kerja, dan terus punya blog, terus balik lagi ke buku harian.
Dulu awalnya memang punya blog ini sebagai gantinya buku harian. Itung-itung lebih eco-friendly karena nggak butuh kertas kan?
Tapi semenjak pindah jadi konsultan, saya melihat bahwa blog ini lebih berfungsi sebagai 'kosmetik' untuk penunjang karir. Sekarang saya jarang lihat blog yang benar-benar 'telanjang' buat mempresentasikan apa yang seseorang pikir dan renungkan. Blog lebih ditujukkan untuk menyampaikan ide-ide brilian, media 'branding', dan segala kebutuhan komunikasi yang sifatnya kosmetik.
Jadi itu lah, saya balik lagi ke buku harian, dimana saya bisa nulis apa saja (tanpa batasan) segala sesuatu yang ingin saya komentari. Saya yang nyinyir, cerewet, pendendam, buas, cengeng, segalanya tumplek plek di situ.
Everyone needs an output