Monday, November 24, 2014

Menulis Messi

Anak kecil pendiam itu suka sekali Alfajores, kue coklat khas Argentina. Mungkin ini yang mengilhami sang pelatih sebuah klub sepakbola Newell's Old Boys, di Rosario, Argentina membuat perjanjian dengan anak kecil itu: sebuah gol untuk sebutir Alfajores.
Siapa sangka Carlos Marconi, sang pelatih, kelimpungan untuk menyediakan Alfajores buat anak kecil itu. Meskipun berbadan lebih mungil jika dibandingkan anak-anak lainnya, bocah pendiam itu mampu mencetak empat sampai lima gol untuk klubnya.
Marconi lalu mengubah perjanjiannya: dua butir Alfajores untuk setiap gol yang dicetak dengan sundulan kepala.
Pada pertandingan selanjutnya, bocah pendiam itu dengan gesit menggocek bola melewati beberapa pemain penyerang lawan - termasuk kiper, untuk kemudian berhenti di kotak gol, melontarkan bola ke atas dan mencetak gol dengan kepalanya. Marconi yang tertegun menatap acungan dua jari dari Messi kecil.
Banyak dari kita membandingkan Messi dengan salah satu pemain sepakbola terbesar dari Argentina, yang juga merupakan kelahiran Lionel Messi, yaitu Maradona.
Tapi coba tanyakan hal yang sama kepada penduduk Negara Pegunungan Perak itu, mereka bakalan menolak mentah-mentah. Mereka melihat Messi sebagai orang yang 'kurang Argentina'. Messi memang lahir dan menghabiskan masa kecil di Argentina, tapi hanya sampai usia 13 tahun. Selepas itu, dia pindah ke Spanyol dan memperdalam torehan prestasinya di lapangan hijau.
Kritik terdengar keras di kampung halaman Messi, Rosario: Messi terlalu cepat meninggalkan Argentina.
Padahal, pindahnya Messi ke Spanyol semata-mata (mungkin) hanya karena faktor kesehatan: Messi Muda menderita kekurangan hormon pertumbuhan dan harus diberikan suntikan harian untuk mengatasi hal ini. Awalnya sang Ayah, Jorge Horacio Messi - seorang pekerja pabrik baja, mampu memenuhi biaya perawatan dari asuransi kesehatan tempat dia bekerja. Tapi ketika skema asuransinya berubah dua tahun kemudian, mereka kelimpungan.
Klub bola lokalnya tidak mau memberikan fasilitas perawatan itu. Disinilah F.C. Barcelona lewat Sports Director-nya Carles Rexach mengambil peranan itu. Selanjutnya, dunia menyaksikan seorang Messi muda yang tumbuh mejadi salah satu legenda lapangan hijau.

------
Tulisan ini seluruhnya disadur dari sebuah artikel di New York Times. Artikel lengkapnya bisa dilihat di tautan http://www.nytimes.com/2014/06/08/magazine/the-burden-of-being-messi.html

Tuesday, November 18, 2014

Ingatan Sore Hari 20141118

Katanya, waktu kita kecil dulu,  kalau kita tertidur di sofa dan waktu terbangun kita masih di sofa, artinya kedua orang tua kita sudah menganggap kita besar.
Dan gue gak akan pernah lupa sepotong ingatan gue lusinan tahun yang lalu, ketika gue kecil tertidur di sofa dan nyokap berusaha sepelan mungkin menyelimuti gue.
Gue kebangun, tapi gue pura-pura masih tidur.
Menurut gue, itu adalah hadiah ulang tahun yang mungkin gak bisa dilupa-in.

Gimana caranya agar kita bisa menghadapi bayangan ketakutan kita?

Friday, November 14, 2014

Inspirasi Jum'at sore, dibawah rindang pohon sekolah putri jail

" Once you decided on your occupation, you must immerse your self in your work. You have to fall in love with your work. Never complain about your job. You must dedicate your life to mastering your skill. That is the secret of success, and that is the key being regarded honorably,"  (Jiro Dreams of Sushi).
Menjelang kantor baru.
Pekerjaan baru.
Bismillah.

Saturday, November 01, 2014

PR-ing

Ya ya ya, saya punya pekerjaan sebagai konsultan PR: ngasih tau media dan publik kalau: "....eh tau gak? Ternyata......" bla bla bla.....
Beberapa tahun yang lalu, saya sempat membaca sebuah nasihat untuk seorang salesman: "....terlepas dari barang apa yang kamu jual, komoditi terpenting yang harus kamu jual adalah diri kamu sendiri." Saya lupa lagi siapa tokoh yang memberikan nasihat ini.
Dan itu seharusnya bukan nasihat untuk seorang salesman doang; tapi nasihat buat kita semua - pekerja profesional.
Saya teringat ini karena dua hal: pengalaman pribadi saya dan postingan di tl Mas @imanbr tentang Puan Maharani - anak Megawati yang diangkat oleh Jokowi jadi Menko....apalah namanya...lupa.
Saya, juga mungkin beberapa teman saya banyak yang mencibir waktu Jokowi mengangkat Puan Maharani jadi seorang menko. Bagi-bagi jatah lah. Itu pikiran saya.
Belum lagi kiprah Koalisi Indonesia Hebat untuk menandingi Koalisi Merah Putih di lembaga legislatif yang sepertinya gagal.
"Puan kerjanya apa ya? Itu kok KMP bisa leluasa gitu," saya membatin.
Yah....saya memang kadang-kadang berpikiran pendek.
Cerita Puan Maharani lewat TL Mas @imanbr sedikit banyak memberikan sudut pandang lain buat Puan Maharani.
TL Mas @imanbr juga mengingatkan saya tentang pentingnya kita mengkomunikasikan diri kita ke orang lain. Tanpa niat untuk menyombongkan diri tentunya.
Gimana dengan pengalaman pribadi?
Dalam beberapa wawancara pekerjaan, saya selalu mendapati pertanyaan seperti: "Apa kelebihan kamu dibandingkan kandidat lainnya?"
Ini pertanyaan yang sulit buat saya: saya gak mau menyombongkan diri dengan menjawab pertanyaan itu tapi itu adalah pertanyaan yang harus dijawab.
Cara menjawab pertanyaan itu mencerminkan bagaimana kita mengkomunikasikan diri kita kepada orang lain: apakah kita mau kelihatan sombong? Rendah diri? Berhati-hati? Atau gimana?
Beberapa waktu yang lalu saya punya kesempatan untuk melakukan wawancara pekerjaan dengan salah satu perusahaan nasional yang mendunia.
Sebagai orang PR yang berpendapat bahwa salah satu kunci sukses dari corporate communication adalah dengan mempersonifikasikan sebuah lembaga/perusahaan, saya bertanya ke pewawancara: "Kalau diibaratkan orang, bagaimana bapak menggambarkan perusahaan ini?"
Figur petinggi yang sudah 20 tahun malang-melintang di perusahaan itu bilang ada 3 sifat manusia yang bisa menggambarkan perusahaan itu: Humanize, Humor, Humble.
Humble....itu memang yang selalu saya lihat di orang-orang perusahaan itu. Meskipun demikian, perusahaan itu punya reputasi global. Gimana caranya perusahaan itu menerapkan PR-nya, apa yang jadi falsafah kegiatan corporate communication-nya, mungkin bakalan jadi hal yang menarik buat dipelajari.
Dan saya juga sadar kalau pertanyaan bagus bukan modal yang cukup untuk bisa diterima di perusahaan itu: Astra International.