Thursday, July 03, 2014

Ibadah

Alkisah ada seorang manusia yang sangat bejat: beragam kelakuan nista sudah jamak dilakukannya. Mulai memfitnah sampai membunuh, mencuri sampai menipu, mencopet hingga menipu.
Dia punya wasiat yang selalu dia bilang ke keluarganya dan teman-teman dekatnya: jika saya mati nanti, bakar jenazah saya, hancurkan tulang belulang saya, lalu sebarkan di seluruh penjuru lautan dan tebarkan di semua arah mata angin.
Singkat cerita, usia si Fulan habis. Keluarga dan kerabatnya melakukan wasiat yang dia minta. Jenazah dan tulang belulangnya yang sudah menjadi debu, disebarkan di seluruh penjuru lautan dan arah mata angin.
Namun dengan kuasa yang dimiliki-Nya, Allah SWT dengan mudah mengumpulkan abu debu jenazah si Fulan, menghidupkannya, lalu bertanya:
"Wahai Fulan, kenapa kamu mewasiatkan kepada keluarga dan kerabatmu untuk membuat jenazahmu menjadi abu dan debu, lalu menyebarkannya ke seluruh penjuru lautan dan mata angin?"
"Ya Allah SWT Yang Maha Kuasa dan Maha Agung, hamba-Mu yang hina dina ini malu akan kehidupan di dunia fana yang telah dijalaninya: segala perbuatan nista telah jamak hamba lakukan. Hamba malu menghadap Mu Ya Allah. Hamba ingin bersembunyi dari Mu ya Allah."
"Wahai Fulan, rasa malu mu itu, membuat kamu masuk Surga. Masuklah sekarang," sabda Allah SWT.

Cerita diatas, saya baca dari beragam cerita Al-Ghazali, yang sudah saya baca beberapa tahun yang lalu. Cerita yang mengajarkan kepada saya bahwa daya nalar kita sebagai manusia yang amat sangat terbatas.
Kisah diatas muncul kembali ke ingatan saya beberapa hari terakhir ini, yang diiringi dengan pemikiran saya mengenai ibadah.
Mungkin saja, orang yang sering beribadah: ke masjid untuk shalat, tadarusan, bersedekah, berpuasa, dan yang lainnya; adalah upaya dari mereka yang mencoba meyakinkan diri mereka sendiri tentang islam dan Allah SWT. Dan kebalikannya: mereka yang jarang beribadah, adalah mereka yang dengan haqul yakin, yakin dengan sesungguh-sungguhnya, dengan nilai-nilai keislaman dan Gusti Allah SWT.
Mungkin.