Tuesday, April 28, 2015

Roadshow

Pagi ini, mencuri-curi waktu di kantor, dan akhirnya membaca postingan tentang Gebyar Asyiiik. Dan tiba-tiba termenung.
Dulu waktu gue dan tim terlibat dalam perencanaan Gebyar Asyiiik tahun kemarin, yang ada dalam pikiran adalah: MELELAHKAN. Gimana enggak? Hampir sebulan dua kali pergi keluar kota, sebagian besar di Jawa, dan bukan sembarang luar kota. Acara ini sebagian besar digelar di kota kelas 2 atau mungkin kelas 3 alias kota kecil.
Weekend kemaren, waktu gue teleponan sama temen gue, tetiba dia nanya: 'Lo tau gak hari ini hari apa? Masih inget setahun yang lalu kita blusukan ke Lampung, didera panas yang minta ampun dan perjalanan pake mobil selama 3 jam buat ke tempat event?'
Gue tersenyum. Iya. Gue inget.
Buat gue, those were the good days. Gebyar Asyiiik memberikan kesempatan buat gue untuk lebih kenal lagi masyarakat urban. Masyarakat yang selalu disebut-disebut di disertasi my old man. Melihat langsung gimana mereka bergembira. Melihat langsung kebersamaan mereka. Ini memang tema besar Gebyar Asyiiik: kebersamaan.
Total ada 8 kota Gebyar Asyiiik dan sekitar 5 kota Bedug Asyiiik yang gue terlibat didalamnya.
It was a good time.
Minimal buat gue.
Meskipun pada ujung pertengahan periode itu gue serasa dijatuhkan ke bawah karena alasan yang sampai sekarang enggak gue tau, yang mungkin berpengaruh besar buat tim yang terlibat di Gebyar Asyiiik.
Anyhow...It was a good time.
Thanks Gebyar Asyiiik.

Friday, April 17, 2015

Highlight 2014

(gue nge-set postingan ini terpublish pada 17 April 2015, padahal ini ditulis pada tanggal 31 Desember 2014 - hari terakhir 2014, ketika gue masih masuk kantor)

Rasa-rasanya 2014 ditutup dengan suram: kecelakaan AirAsia QZ8501 Surabaya - Singapura ngebuat kita (minimal gue dan beberapa orang anak kantor) tertunduk lesu. Getir. Gue denger kabar hilangnya AirAsia itu waktu perjalanan pulang dari Jakarta ke Bandung, hari Minggu. Gak tau kenapa, kok rasanya sedih aja. Padahal mungkin gue sama sekali gak kenal orang-orang yang jadi korban - sekitar 160-an orang. Dan pertanyaan 'kok bisa ya?' dengan nuansa kelabu tetap terlontar.
Itulah. Kenapa satu kejadian kecil di penghujung tahun bisa ngasih warna yang amat sangat jauh berbeda dari sekitar total 365 hari yang ada.
Sama hal-nya kaya gue.
2014 mungkin secara keseluruhan tahun yang menyebalkan, tapi akhirnya ditutup dengan menyenangkan.
Kenapa menyebalkan? Karena baru pertama kalinya dalam sejarah gue kerja, yang dari tahun 1997 (ya ampun...tua ya...) gue dapet Surat Peringatan gara-gara kinerja pekerjaan gue gak memuaskan.
GAK MEMUASKAN GUNDULMU
Setelah dapet SP yang pertama kalinya itu, beberapa bulan kemudian gue pun diminta mengundurkan diri.
Saat itulah gue dapet pelajaran yang mungkin gak bakalan gue lupa: hidup ini gak adil. Seberapa bagusnya elo kerja, atau katakanlan melakukan suatu hal yang positif, selalu - Selalu dan SELALU harapkan adanya tanggapan yang negatif.
Gue jadi teringat pesan pertama Bill Gates buat anak SMA beberapa tahun yang lalu: Life is not fair - get used to it.
Dully noted sir.
But I do also believe karma is a bitch....really
Tapi, akhir tahun ini ditutup dengan bergabungnya gue dengan salah satu ahensi internasyenel, meskipun scope kerjaan gue disini agak berbeda sama yang gue laku-in sebelumnya-sebelumnya. Masih di communication juga. Gue jalanin aja.
Lagian: life is an adventure right?

Monday, April 13, 2015

Uang

Gue suka ngeliat anak kecil bermain: tawa lepas mereka, chemistry interaksi mereka, bahkan mungkin kejailan sesama mereka.
And the good thing is: mereka melakukannya dari hati. Mereka seakan gak punya beban untuk bermain. Mengalir begitu saja. Gak peduli mereka bermain dimana: mulai dari lorong supermarket, pinggir jalanan, atau mungkin kamar tidur mereka.
Anak kecil bermain sepenuh hati.
Dan karena itu gue suka ngeliat anak kecil bermain.
Cuma satu yang bisa ngerusak: ketika anak kecil diberi upah uang untuk bermain.
Somehow, itu bakalan ngerusak nuansa bermain mereka, anak kecil jadi bermain bukan dari hati mereka. Mereka bermain dengan tidak tulus. Apapun alasannya, berapapun nilainya.
Kalo gak salah ada istilah khusus untuk hal ini: peranan uang (upah) untuk merubah 'nuansa' dari kegiatan yang tadinya merupakan aktivitas murni tulus dari hati, jadi kegiatan yang berbayar sehingga menghilangkan kadar kemurniannya.
Well, it goes the same way with blogging.
Ada beberapa blog yang tadinya gue enjoy untuk baca. Materi untuk bloghopping.
Tapi lama-kelamaan gue jadi gak enjoy baca blog mereka karena artikel mereka jadi artikel yang berbayar. Mereka nulis sesuatu yang bukan dari hati mereka. Gak tulus. Apapun alasannya.
Gue gak menentang teman-teman blogger untuk nerima upah dari artikel berbayar itu: blog-blog mereka kok, terserah mereka dong mau ngisi apa-an.
But, please: ada cara-cara lain untuk monetizing blog kan?
Pikiran selintas menjelang tidur malam