Thursday, September 03, 2009

Tentang Gempa

Saya kemarin baru tahu, kenapa kalau di film-film, ada orang-orang yang cenderung diam ketika tanah yang mereka pijak bergoyang bahkan retak-retak. Kaya terpaku melihat bumi bergoncang.
Saya mengalaminya kemarin.
Gempa datang ketika saya sedang mengetik laporan di sebuah kantor konsultan di Bandung, daerah Antapani. Saya pikir: ini siapa ya yang iseng goyang-goyang meja...Padahal dua orang rekan saya yang sedang duduk di depan saya sama sekali tidak mempunyai profil orang iseng. They both an old man, over or almost 40. Baru ketika salah satu dari mereka bilang: ini gempa, gempa...Saya langsung lari keluar rumah (iya rumah, bukan gedung perkantoran), meninggalkan laptop saya dan alas kaki - saya doyan sekali nyeker-.
Sampai di luar, sudah banyak orang-orang berkerumun di jalan, di seberang sana ada seorang ibu sepuh yang dituntun oleh dua orang ibu lainnya. Masih mengenakan pakaian rumahan: daster, dan kerudung.
Di toko seberang, seorang balita dipangku sambil dipeluk (gimana coba: dipangku dan dipeluk? Ya begitulah) oleh bapaknya, sementara disampingnya ada seorang ibu yang berjongkok sambil (lagi-lagi) memeluk anaknya.
Saya sempet nge-tweet setelah sampai di luar, saya lihat ternyata ada beberapa tweeter lain di Jakarta yang juga sudah menginformasikan gempa.
Gempa-nya sampe Jakarta? Wah berarti Bekasi, Cianjur, Bogor, juga kerasa dong? Itu pikiran saya. Segera saya coba telepon my partner. Damn. Network Busy.
Gempa lagi.
Saya lihat tanah dan jalan, terlihat jelas, permukaan bumi bergoyang. Bumi gonjang-ganjing...kalo kata dalang wayang. Dan seketika itu juga saya merasa pusing dan mual.
Pantesan orang-orang di film suka kaya orang bego kalau terjadi gempa, daripada lari menyelamatkan diri, mereka malah diam terpana.
Kali ini saya yang kena. Saya yang seperti orang bego: melawan pusing dan mual supaya muntah, biar puasanya jalan terus.
Saya coba lagi telepon beberapa nomor telepon: rumah orang tua di Bandung, Putri Jail di Bekasi, dan my partner di Jakarta. Asem. Masih belum bisa.
Dua menit setelah keluar rumah kantor, listrik mati. Yah. Nelepon nggak bisa, kerja nggak bisa.
Gempa kemarin itu merupakan gempa terbesar yang pernah saya alami, rasa-rasanya gempa yang dulu-dulu saya alami nggak sebesar yang kemarin: paling banter lampu gantung goyang, tanpa saya merasakan guncangan.
Padahal katanya, gempa kemarin mempunyai kekuatan 7,3 skala richter dan pusatnya ada di kedalaman 30 km, sekitar 142 km sebelah sana Tasikmalaya. Jarak Tasikmalaya dan Bandung sendiri sekitar 50 km. Gimana kalo pusatnya lebih deketya? Let say di Tangkuban Perahu atau Lembang.
Goncangannya pasti lebih dahsyat.