Sunday, December 21, 2003
jam sudah menunjukan pukul 20:00, berbeda dengan ibukota yang tidak pernah tidur, kota kecil ini tampak aman tentram dalam pelukan malam.
Damai.
Jalanan lengang di depan hotel kami seakan ikut terlena ketika surya sudah mulai masuk peraduannya.
"Ini jalan protokolnya lho, mungkin kalo di Jakarta sih kaya jalan sudirman kaya gitu deh"
saya hanya mengangguk mengiyakan. Entah kenapa bagi saya pribadi, bekerja di kota kecil seperti Solo mempunyai ketertarikan tersendiri. Angan seperti itu pula yang pernah terlintas di benak saya ketika saya menghabiskan waktu di Tasikmalaya.
Suasana masyarakat yang masih ramah dan hangat, minimnya ke-hiruk-pikuk-an kota, serta rendahnya polusi mungkin menjadi beberapa sebab pemicu ketertarikan tersebut.
someday maybe roi....
Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
berbahagialah katon yang punya kampung halaman yogyakarta. dengan tidak memandang sebelah mata kepada bandung, yogyakarta mempunyai ciri khas nuansanya.
Rombongan kami tiba sekitar pukul 20:00. meskipun sudah lelah mengikuti acara seharian, namun kami tetap bertekad untuk menyusuri yogya, mencuri waktu disela-sela penugasan.
"mari mas, saya antar keliling pakai becak, 3.000 perak saja mas"
....
...
Rp3.000? nggak salah denger nih? ya amplop...
tanpa berpikir panjang, kami langsung mengiyakan untuk menerima jasanya dengan menyewa tiga becak.
itulah, mungkin kesadaran untuk menjadikan yogyakarta sebagai kota wisata sudah mengakar pada tingkat grassroot yang paling rendah, dalam hal ini se-level tukang becak. Dan memang demikian, sepanjang perjalanan malam tersebut kami masih melihat beberapa kegiatan wisatawan seperti kami, lesehan di malioboro (meskipun katanya harga yang ditawarkan sudah pada level wisatawan mancanegara), turis asing yang sedang berjalan di trotoar dengan ditemani guide, ataupun kalangan wisatawan yang sedang melihat beberapa barang yang dijajakan di toko souvenir.
Kami kembali ke hotel sekitar pukul 00:00, kami merupakan pelanggan terakhir di toko batik yang sebelumnya disambangi. sebenarnya saya masih ingin memuaskan rasa penasaran saya untuk lesehan di gudeg tugu yang katanya buka 24 jam, namun melihat raut kelelahan di wajah teman-teman rasanya tidak tega.
tiba dihotel, akhirnya kami sepakat memberikan ongkos sebesar Rp15.000 untuk seluruh becak yang kami naiki.
bahkan sampai sekarang saya masih penasaran, bagaimana caranya menamankan kesadaran hingga ke level yang paling bawah di yogyakarta.
seandainya semua masyarakat di indonesia punya tingkat adaptasi seperti masyarakat di yogya...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment