Monday, December 29, 2003
kami berjalan menyusuri trotoar jalanan itu, hanya aku dan dia.
mulut kami diam, terkunci. tapi mungkin asa kami saling berbicara lewat pautan tangan kami.
rinai hujan dan hembusan angin mewarnai senja itu,
namun yang kami rasakan hanyalah kehangatan
cinta...
dago mungkin jadi ruas jalan yang tidak bisa saya lupakan. saya menghabiskan masa sma saya disana, masa-masa yang banyak orang bilang menjadi masa yang tidak akan pernah dilupakan.
di ruas jalan itu pula saya belajar mengenai cinta
...
...
...
intinya adalah pesona yang dia pancarkan, saya terpukau, speechless, namun akhirnya saya bisa mengatakan
"kamu mau nggak menjadikan saya sebagai orang yang paling kamu sayangi?"
entah kenapa saya memilih rangkaian kata-kata itu.
dan bahkan
sebelum saya menyelesaikan kalimat itu,
dia sudah menjawab
"iya, saya mau"
itulah saat pertama saya merasakan kasih sayang orang lain.
Liburan kemarin juga menyisakan untaian kenangan, diantaranya hunting oleh-oleh dengan para sahabat dan festival dago.
sejujurnya, baru dalam liburan kemarin saya melihat bandung dari kacamata seorang wisatawan, bukan dari kacamata seorang warga bandung.
apa yang terkenal dari bandung?
jajanan...
bandung surga jajanan, itu kata orang-orang. Hampir segala jajanan yang enak bisa ditemui di kota kembang ini.
mulai dari jajanan kelas kaki lima hingga kelas hotel berbintang dengan skala penyajian yang berbeda pula.
dan mungkin ini pula yang menarik ribuan wisatawan domestik untuk datang ke bandung.
pengelola kota rupanya melihat hal itu sebagai salah satu usaha untuk menambah devisa bandung, jadi semenjak dua tahun terakhir, beberapa stake-holder di bandung menggelar dago festival.
ramai
riuh rendah
namun juga semrawut.
festival dago sudah diadakan dua kali dan dilaksanakan disepanjang jalan ir h juanda, mulai perempatan merdeka hingga perempatan simpang dago.
saya memang sudah memperkirakan bahwa acara tersebut pasti penuh sesak. namun saya tidak sampai memperkirakan bahwa acara itu akhirnya amat sangat penuh sesak. warga atau wisatawan yang sengaja datang untuk menikmati suasana festival dago harus berdesak-desakan. mungkin hilang sudah keinginan untuk menikmati festival dago.
tapi itu semua hanya masalah pengaturan, mungkin memang baru berjalan dua kali sehingga pengaturan festival dago agak amburadul.
saya yakin dalam empat atau lima tahun ke depan, bandung bisa mengandalkan festival dago sebagai salah satu atraksi untuk menarik wisatawan...
akhirnya setelah beberapa saat kebingungan untuk menikmati festival dago, saya dan teman pulang ke sebuah radio swasta tempat dimana saya pernah menggali ilmu jurnalistik
beruntung saya masih bisa menikmati alunan live musik blues.
sendu namun menawarkan ritmenya yang berbeda dengan aliran musik lain
inilah saat radio mara memanjatkan puji syukur ke hadirat Illahi dan terima kasih pada setiap hati
damailah dalam pelukan malam saudaraku
karena pagi nanti akan kita tanamkan lagi benih-benih arti kehidupan
bagi tanda-tanda jaman
(sunjaya)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment