Monday, July 18, 2005

wartawan vs penulis

"...wartawan itu bukan penulis..."
itu kata istri saya, yang juga berprofesi sebagai kuli tinta.
Kalau ditelaah lebih lanjut, mungkin wartawan adalah proses untuk menjadi penulis yang baik. Atau sebaliknya ya?
Buat saya, penulis yang baik adalah orang yang dapat menjembatani ide dengan baik antara dia dengan para pembaca, penulis yang baik adalah orang yang mampu merangkai kata dan kalimat untuk memikat pembaca membaca tulisannya hingga tuntas.
Dan disinilah keterbatasan wartawan.
Bre Redana pernah bilang: "...Saya ini cuma pengrajin tulisan saja, semua tulisan saya kerjakan dalam waktu singkat sesuai permintaan..." (Pantau Tahun III Nomor 026 Juni 2002)
Wah...bahkan seorang Bre Redana pun bilang seperti itu. Bre Redana adalah seorang wartawan senior di Harian Kompas, biasanya meliput sekitar masalah sosial budaya.
Bagaimanapun juga, seorang wartawan selalu dibatasi oleh institusi dimana dia bekerja dalam melakukan proses penulisan. Dan bagi saya pribadi, terkadang hal ini bisa membuat mood menulis saya hilang.. Sedangkan kalau penulis, nulis apa aja sepertinya boleh.
Tapi mungkin itu hanya di Indonesia, sebuah negara anomali.
Pernah iseng-iseng baca media cetak terbitan luar negeri? Time, Newsweek, Bussiness Times, atau yang lain?
Despite my lack of english, kenapa ya saya selalu ngerasa gaya tulisan mereka itu sepertinya lebih enak dibaca? Membaca tulisan-tulisan media cetak asing sepertinya mendengarkan seseorang bercerita.
Waktu pelatihan penulisan kemarin, pelatih kami sempat berujar: "kalau mau menulis bagus, jangan menggunakan kaidah bahasa indonesia..." (kira-kira seperti itu...)
Nah lho...terus kita pake apa dong?
...
...
...
Masih inget dulu waktu kita SD sampe SMA dijejali pemikiran bahwa kalimat yang bagus adalah kalimat yang berstruktur SPOK-Subyek, Predikat, Obyek, dan Keterangan-?
Di situ awal permasalahannya, kalimat berstruktur SPOK yang baku tidak pernah kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari.
Jadi deh buku-buku non-fiksi karya penulis di Indonesia nggak begitu laku, karena nggak enak dibaca, karena bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa keseharian kita.
Jadi deh tingkat konsumsi buku di Indonesia jauh lebih rendah kalau dibandingkan dengan negara-negara lain.
well, banyak akibatnya deh...
Satu hal yang saya inget dari pelatihan itu juga...bahasa itu ganas lho

No comments: