Monday, December 26, 2005

rupiah dan ekonomi

Selama setahun terakhir ini, rentangan fluktuasi rupiah terhadap US$ cukup besar. Paling tinggi ada pada kisaran Rp9.145 per US$, itu terjadi pada akhir Januari lalu ketika Jepang menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan sepertiga dari komitmen CGI. Paling tinggi ada waktu sekitar akhir Agustus lalu, posisi rupiah terpuruk ke level Rp10.800 per US$. Waktu itu rupiah terpengaruh pencapai rekor harga minyak internasional yang mencapai US$70,85 per barel.
Jadi kalau dihitung-hitung, selama setahun terakhir ini rupiah bergerak pada kisaran 1.655 poin. Cukup besar juga, mengingat pada tahun lalu rupiah pernah dinobatkan sebagai mata uang yang mempunyai kinerja paling baik diantara mata uang negara-negara Asia oleh sebuah majalan ekonomi internasional.
Saya sendiri punya pendapat pribadi mengenai besarnya rentang fluktuasi rupiah tahun ini, sederhana saja: itu berarti perekonomian di Indonesia masih belum stabil.
Kalau kita lihat, memang selama ini kinerja perekonomian di Indonesia masih menunjukkan tingkat fluktuasi yang lebar. Kadang-kadang geliat perekonomian kita cukup memberikan 'angin' segar kepada para pelaku ekonomi (investor, kalangan industri, kalangan perbankan, dan yang lainnya) atau kadang-kadang juga menunjukkan gejala yang bermusuhan dengan pelaku ekonomi.
Tentunya hal itu juga dibumbui dengan berbagai kebijakan pemerintah yang sampai saat ini belum menunjukkan koordinasi yang baik buat mengelola ekonomi. Ada kebijakan-kebijakan mendasar yang memberikan insentif kepada para pelaku ekonomi, tapi ternyata ada juga kebijakan-kebijakan yang memberatkan para pelaku ekonomi. Lain di hulu, lain di hilir.
Mungkin sudah saatnya para pengambil kebijakan ekonomi di Indonesia mempertimbangkan juga target rentang fluktuasi rupiah, sebagai salah satu indikasi yang menyatakan tingkat kestabilan ekonomi di Indonesia.

No comments: