Monday, September 27, 2010

Let's see what will happen or things that change within 4 years

Itu adalah ungkapan dalam hati saya ketika saya ada dalam perjalanan mengantarkan adik pertama saya untuk kuliah S3 di London Jum'at lalu.
Dia, adik pertama saya, adalah kebanggaan orang tua saya, jadi jangan heran kalau dia jadi anak kesayangan mereka. Saya akui itu. And I didn't even feel jealous. Malah bangga.
Dia orangnya sabar, penuh perasaan, punya karir yang bagus di Bandung sebagai dosen - mengikuti jejak my old man, punya pasangan yang cocok, perhatian sama orang tua, punya anak yang lucu, lebih ganteng dari saya, de el el.
Ketika saya curhat ini sama @calyxgurl, calyxgurl heran, "elo kok memandang diri elo rendah gitu sih?" Well, ini bukan masalah harga diri, ini adalah kenyataan, dan saya nyantai aja kalo kenyataannya adik saya itu memang 'lebih' daripada saya.
Sebenarnya udah lama saya denger rencana dia untuk melanjutkan S3 di luar. Tempatnya mengajar memang mewajibkan para staf pengajarnya untuk mengejar beasiswa. Tapi dulu rasanya nyantai aja, ketika tiba waktu dia berangkat, saya agak terhenyak juga: apa rasanya nggak ketemu dia selama 4 tahun berturut-turut? (Damn... I hate when I cry, thinking about this).
See you soon, and let's see what will happen or things that change within 4 years.

Tuesday, September 21, 2010

Yang telah berlalu

Ramadhan sudah lewat. Dan rasa-rasanya, ini adalah Ramadhan yang paling parah yang pernah saya lewati: enam kali bolong. Semuanya karena sakit, tidak berturut-turut. 'Hadiah' kebandelan ego yang menganggap puasa itu enteng: agak demam, dipaksa puasa, untuk kemudian batal, kondisi membaik sedikit, dipaksa puasa lagi, batal lagi. Akhirnya setelah berturut-turut tiga hari tidak puasa dan tidak masuk kantor, kondisi tubuh jadi agak lebih normal.
Jadi ketika Idul Fitri tiba; ketika ada sebagian orang merasa sudah mencapai 'finish' menjalani puasa, saya justru merasa bahwa ini adalah awal dari sebuah perjalanan lain. Yang lebih berat: menambal bolong enam hari ketika mayoritas orang tidak berpuasa. Walhasil sampai sekarang belum ada satupun dari bolong enam hari itu yang terbayar, padalah akhir Ramadhan sudah lewat lebih dari seminggu yang lalu.
Ramadhan juga selalu membuat saya penasaran: bagaimana saya melewati Ramadhan? Tahun depan, bagaimana saya merayakan akhir Ramadhan? Dengan siapa saja saya melewati akhir Ramadhan?
Ramadhan tahun kemarin: saya melewatinya ketika bekerja freelance di sebuah konsultan di Bandung. Sahur pertama saya lewati di Aceh, makan di sebuah rumah makan padang dekat Kodam dengan salah seorang pelayan 'melambai' yang selalu saya ingat ("Iya mas, kalau jus itu pake es, kalo nggak pake es jadi ju dong..."), buka puasa pertama di Bandung.
Tahun lalu, karena saya masih ber-freelance di Bandung, saya jadi melewatkan hari-hari puasa di Jakarta atau di Bandung.
Tahun ini, karena sudah kembali bekerja di Jakarta, jadi hampir seluruh hari berpuasa saya lewati di Jakarta - dan satu hari terakhir berpuasa di Bandung.
Tapi percaya atau tidak, saya dan partner suka lupa: bagaimana kami melewati makan sahur? Sepertinya ada bagian dari benak kami yang menghilang, meredup, ketika mencoba mengingat-ingat bagaimana kami melewati makan sahur.