Tuesday, September 21, 2010

Yang telah berlalu

Ramadhan sudah lewat. Dan rasa-rasanya, ini adalah Ramadhan yang paling parah yang pernah saya lewati: enam kali bolong. Semuanya karena sakit, tidak berturut-turut. 'Hadiah' kebandelan ego yang menganggap puasa itu enteng: agak demam, dipaksa puasa, untuk kemudian batal, kondisi membaik sedikit, dipaksa puasa lagi, batal lagi. Akhirnya setelah berturut-turut tiga hari tidak puasa dan tidak masuk kantor, kondisi tubuh jadi agak lebih normal.
Jadi ketika Idul Fitri tiba; ketika ada sebagian orang merasa sudah mencapai 'finish' menjalani puasa, saya justru merasa bahwa ini adalah awal dari sebuah perjalanan lain. Yang lebih berat: menambal bolong enam hari ketika mayoritas orang tidak berpuasa. Walhasil sampai sekarang belum ada satupun dari bolong enam hari itu yang terbayar, padalah akhir Ramadhan sudah lewat lebih dari seminggu yang lalu.
Ramadhan juga selalu membuat saya penasaran: bagaimana saya melewati Ramadhan? Tahun depan, bagaimana saya merayakan akhir Ramadhan? Dengan siapa saja saya melewati akhir Ramadhan?
Ramadhan tahun kemarin: saya melewatinya ketika bekerja freelance di sebuah konsultan di Bandung. Sahur pertama saya lewati di Aceh, makan di sebuah rumah makan padang dekat Kodam dengan salah seorang pelayan 'melambai' yang selalu saya ingat ("Iya mas, kalau jus itu pake es, kalo nggak pake es jadi ju dong..."), buka puasa pertama di Bandung.
Tahun lalu, karena saya masih ber-freelance di Bandung, saya jadi melewatkan hari-hari puasa di Jakarta atau di Bandung.
Tahun ini, karena sudah kembali bekerja di Jakarta, jadi hampir seluruh hari berpuasa saya lewati di Jakarta - dan satu hari terakhir berpuasa di Bandung.
Tapi percaya atau tidak, saya dan partner suka lupa: bagaimana kami melewati makan sahur? Sepertinya ada bagian dari benak kami yang menghilang, meredup, ketika mencoba mengingat-ingat bagaimana kami melewati makan sahur.

No comments: