Thursday, September 29, 2005

Harusnya.....

Harusnya, layanan motor atau mobil polisi pengawal di-ilangin aja, biar orang-orang brengsek di pemerintah itu tahu kalau hal-hal yang mereka anggap remeh ternyata bisa ngebuat banyak orang nyumpahin mereka ... (personally gw lebih suka nyantet mereka, nanti gw masukin panci penanak nasi ke perut mereka ... but I don't do santet, nggak bisa gitu lho)
Harusnya, itu orang-orang yang ngambil kebijakan untuk menyesuaikan harga BBM ikutan antri BBM, jangan nyerahin tugas-tugas sepele ke orang lain dengan alasan ada tugas yang lebih penting. Biar mereka tahu kalau Jakarta itu panas, berpolusi, dan ternyata pedagang kaki lima yang jual tisu atau teh botol sedikit banyak juga berguna.
Harusnya, beberapa dalam kurun waktu tertentu, bos-bos atau atasan-atasan bertukar tempat dengan bawahan-bawahannya, biar mereka nggak hanya bisa nyuruh ini itu tanpa tahu gimana melaksanakannya.
Atau...
Harusnya mungkin saya bersyukur dengan apa yang telah saya dapat sekarang?
Alhamdulillah

Sunday, September 25, 2005

BBM (lagi...)

Mungkin sebagian dari kita yang di Jakarta, masih nggak terlalu ngeh tentang isu-isu yang mewarnai rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM. Misalnya isu tentang penimbunan BBM, kelangkaan BBM, atau antrian konsumen di SPBU.
Saya mungkin salah satu diantaranya, orang yang sudah pasrah tentang rencana-rencana ekonomi pemerintah. Tapi sepertinya itu berubah pada saat kunjungan singkat di Banjarmasin.
Percaya atau tidak, di seluruh SPBU yang saya lewati terjadi antrian BBM, baik untuk premium atau solar. Ada sih SPBU yang nggak ada antrian kendaraannya, tapi biasanya di pintu masuk SPBU itu dikasih tulisan SOLAR HABIS atau BENSIN HABIS. Atau SBPU itu nggak ada meterannya, alias masih dalam proses pembangunan.
Belum lagi antrian untuk minyak tanah.
Kadang saya mikir, ini pemerintah pusat, orang-orang pintar yang menyusun kebijakan perekonomian nasional... pernah ngeliat yang seperti ini nggak sih?
Menjelang kenaikan BBM awal bulan depan (1 Oktober), masyarakat udah rusuh duluan. Ya yang demo anti kenaikan BBM, ya yang nimbun BBM, atau yang lainnya.
Seharusnya sih pemerintah nyiapin sistim dan infrastruktur yang optimal dulu untuk masalah ekonomi energi di Indonesia.
Salah satu hal yang saya lihat belum siapnya infrastruktur dan sistim ekonomi energi pemerintah adalah masalah subsidi langsung: rencana pemerintah buat ngasih Rp100.000 per keluarga per bulan untuk masyarakat miskin.
HELLOOO... emangnya Indonesia udah anti korupsi ya? Ada berapa yang bisa dikorup tuh?

Wednesday, September 21, 2005

Hobi

Setiap kali mengisi curicullum vitae, saya selalu tercenung pada saat mengisi hobi. Iya, kadang-kadang saya bingung sendiri menentukan hobi.
Denger musik? Nonton film? Blogging? Menulis? Sepertinya nggak terlalu ya. Saya hanya sesekali mendengarkan musik, nonton juga kadang-kadang. Kalau menulis, ya itu kan pekerjaan tiap hari.
Menurut saya, hobi itu pekerjaan yang kita suka dan sepenuh hati melakukannya, dan melakukan pekerjaan yang tiap hari lakukan bukan hobi kita kalau kita tidak suka pekerjaan itu.
Jadi apa yang saya suka? Melamun mungkin.
Akhir pekan lalu saya diminta untuk liputan Asia Construct ke 11 di Bali, dan sepertinya saya menemukan beberapa spot yang lumayan bagus untuk melamun.
Yang paling bagus, sepertinya Ku De Ta, sebuah kafe yang terletak di kawasan Seminyak. Kafe di pinggir pantai, tempat yang cocok buat melamun sambil melihat sunrise lalu menantang kegelapan malam pantai.
Sambil melamun kadang-kadang saya biarkan pikiran melayang kemana-mana. Tapi katanya melamun terlalu banyak itu nggak bagus ya? Sebenernya sih apa aja kalau terlalu banyak emang nggak bagus kan?

Tuesday, September 13, 2005

kerjaan

what do you do for a living? mr....
my name is bond, james bond, do you really want to know what i do for a living?


Itu dialog khayalan terliar saya yang terlintas di kepala saya sekarang ini, jika ada orang iseng yang menanyakan apa pekerjaaan saya. Saya memang sedang bosan dan bosan dan bosan dan jenuh dengan pekerjaan yang sudah saya jalani sekitar delapan tahun terakhir ini.
Awalnya, pekerjaan saya ini menawarkan sesuatu hal yang amat sangat dinamis, tidak terpaku pada waktu dan tempat, perubahan drastis yang harus diantisipasi, and so on and so on.
Tapi seiring berkembangnya waktu, secara disadari dan tidak sadari saya menemukan pola-pola tersendiri untuk menyiasati hal-hal tadi. Terlebih sebagai wartawan, saya seringkali dikisiki informasi off the record, yang sedikit banyak menunjukan bobroknya masyarakat kita.
Ada hal lainnya yang membuat saya merasa tidak 'pede' sebagai wartawan; rekan-rekan kerja yang menyebut diri mereka wartawan, tapi itu hanya dalih untuk mencari kepentingan pribadi yang sesaat. Wartawan bodrek dan sebagian wartawan infotainment termasuk dalam kategori ini...