Monday, January 29, 2007

Perselisihan


Ini tentang adu argumentasi. Email-email panjang lebar yang dibahas dalam beberapa milis. Tentang kebijakan perusahaan. Tentang komunikasi antar individu. Tentang profesionalisme kerja.
Ini tentang perselisihan dua orang teman lama.
Iya teman lama, teman dari tempat kerja pertama saya.
Duh... miris rasanya melihat email yang beredar di beberapa milis tentang perselisihan ini. Seharusnya nggak seperti ini. Atau memang seharusnya seperti ini? Nggak tau juga. Sepertinya masing-masing pihak punya dua sisi pada saat yang bersamaan: benar dan salah.
What would you do if you were me?
Saya bingung aja. Karena menurut saya ini seharusnya nggak terjadi. Saya ingat benar dua orang itu. Mereka teman saya belajar jurnalistik di tempat kerja saya yang dahulu itu. Meskipun saya terhitung orang yang paling dulu masuk ke sana, tapi saya harus akui salah satu diantara mereka punya hal yang lebih 'banyak kadarnya' daripada yang saya punya untuk menjadi seorang jurnalis: keukeuh. Belum lagi stamina jurnalistik mereka yang juga ada di atas kadar saya.
Saya tahu untuk mengatasi hal ini, memperbaiki hubungan yang sekarang renggang; rasa-rasanya perlu pengorbanan dari dua orang itu. Tapi mungkin agak susah juga. Yang satu keukeuh, yang satu nggak bisa berbuat banyak. Mungkin ada benernya juga ya: Kita nggak bisa membuat semua orang bahagia.



note: image was taken from corbis with keyword: argue

Tuesday, January 16, 2007

There Is No Spoon


Tadi malam, Indosiar menyiarkan salah satu film favorit saya: The Matrix. Kenapa saya suka film ini? Soalnya A Nunu yang main (halah...)
Nggak deng, saya suka ini film karena pertama, ini film action dengan (kedua) ide cerita yang nggak seperti biasa dengan (ketiga) dialog-dialog dan penggambaran simbolis dari keterbatasan kita sebagai manusia. Mmmmm actually I'm a little bit doubt about symbolis things....
Anyway
Tadi malam di tempat cuci mobil di daerah Kalimalang saya melihat sekilas film ini. Padahal hari minggu-nya saya nonton lagi VCD-nya untuk kesekian kalinya.
("Ade nggak pernah nonton film ini lho"
....
"Eh Ade nggak pernah beres film nonton ini deng"
"Iya, soalnya ketiduran mulu....")

Seperti layaknya film-film yang diputer di di siaran televisi, tentunya Indosiar melakuan pemotongan beberapa scene (dibela-belain dipotong untuk kepentingan komersial kali ya...). Dan menurut saya, pemotongan scene yang dilakukan oleh Indosiar kemarin terhadap The Matrix cukup menganggu, karena scene yang dipotong punya peranan yang penting dalam alur cerita Matrix secara keseluruhan.
Scene yang dipotong adalah scene pertemuan pertama kali Neo dengan Oracle. Dipotong tong satu scene itu.
Kenapa penting? Karena pertemuan dengan Oracle itu Neo dikasih pilihan untuk menjalani hidupnya sebagai The One atau tidak. Itu yang pertama. Yang kedua dan yang lebih penting lagi adalah: There is no spoon.
There is no spoon, itu diucapkan oleh seorang anak kecil berdandan ala rahib untuk menasehati Neo mengenai keterbatasan dalam Matrix, ketika anak kecil itu membengkokan sebuah sendok hanya dengan pandangan matanya. Untuk kemudian dicoba dituruti oleh Neo.
Beberapa penggemar Matrix bahkan menjadikan ungkapan "There is no spoon" sebagai salah satu pelajaran filsafat tentang kehidupan. Tentang bagaimana manusia harus bisa mengalahkan semua hambatan. Tentang bagaimana manusia harus berjuang.
Sama seperti frasa "Eternal sunshine of the spotless mind", "there is no spoon" jadi salah satu frasa favorit saya. Semoga bukan sebatas frasa aja.





Note:
sumber gambar atas:
http://www.mandragon.be/art/full/200408241100_spoonAFSS.jpg
sumber gambar bawah:
http://spoonfilm.com/images/nospoon2.jpg

Thursday, January 11, 2007

Tentang Insting


Suatu hari yang panas, di bilangan Sudirman.
"What do you think about them?"
"First rule Roi, never discuss about client before we leave the building..."
"Ooohh..."
...
"OK, deh... what do you think about them?"
"What do you think?"
"Hei... I ask you that question... what do I think about the client? Well, I don't have enough time to analyze them, I just feel...."
"Shoot it out Roi, sometimes your body is smarter than your brain..."
Iya, itu salah satu pelajaran dari atasan saya. Just trust your instinct. Sayangnya, terkadang permainan logika masih mengalahkan apa yang menari-nari di dalam hati kita, suara hati kita, insting kita.
Nggak tau aja, saya pikir, mereka yang mengandalkan insting adalah mereka yang mempunyai pekerjaan yang berdekatan dengan alam: polisi hutan, nelayan, petani, pendaki gunung, pemburu dan yang lainnya.
Tapi ternyata di kehidupan modern pun kita perlu yang namanya insting ini, kata hati kita, cuman terkadang kita tidak mendengarkan apa yang dikatakan hati kita.
And it goes the same way to the other client, or everything.

Thursday, January 04, 2007

Posisi Baru


Masuk kerja di tahun baru, di kantor saya ada yang baru juga: posisi tempat duduk. Tadinya saya mendapat tempat duduk yang nanggung, nggak ditengah, nggak dipinggir, nggak mojok. Sekarang, setelah pindah posisi, tempat duduk saya lumayan bisa didefinisikan: mojok. Persis di sudut ruangan, dekat pintu ke pantry.
Hal pertama yang saya perhatikan dari tempat duduk ini adalah: (tentunya setelah posisinya yang mojok) nomor extension-nya yang cantik banget: 111. Teman saya yang juga dapet tempat duduk pojok sebelah sana (mendiagonal dengan tempat duduk saya) juga dapet nomor extension cantik 101.
Sedikit bocoran tentang meja saya. Kalau ada yang sempat berkunjung ke kantor kami dan melihat-lihat meja kerja di kantor, sepertinya dari jarak sepuluh meter-an meja saya gampang dikenali karena: berantakan. Di atas meja kertas-kertas berserakan: proposal, daftar hadir jurnalis, beberapa bahan fotokopian untuk kepentingan klien, kertas-kertas bekas untuk coretan saat menelepon, tisu bekas, pulpen, pinsil, penghapus, mouse pad, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sedangkan kalau di bawah meja didominasi oleh seliweran kabel: PDA, charger, speaker, keyboard, komputer... you name it lah.
Iya, ini warisan dari kerjaan terdahulu; jarang ada meja kerja jurnalis yang rapi jali. Kemarin aja saat hari pertama masuk kerja di tahun baru, saya bengong sendiri melihat meja kerja saya: kok ya udah belatakan lagi.....
Padahal di kantor kami ada peraturan: clean desk policy. Untunglah mami papi (para bos saya) disini sepertinya masih memberikan toleransi buat pegawainya yang bengal ini.
Anyway.... saya butuh ide untuk memasang walpaper di sudut meja saya. Kalau lihat foto diatas, kan ada dua sisi dinding putih menyudut yang kelihatan monoton tuh. Nah saya mau pasang walpaper disana.
Apa ya yang bagus?...gambar awan biru berarak lengkap dengan sinar mataharinya mungkin? Atau pemandangan alam mulai dari jurang, padang savana sampai hutan rimba mungkin? Atau sekedar corak batik model parang patah ala Cirebonan? Atau mungkin dibuat mural seperti yang dibuat di tiang penyangga fly-over kuningan?
Iya....mungkin itu semua bisa, sebelum akhirnya disemprot sama mami papi kali ya.